Kemudian ia menutup tubuh mereka dengan tanah dan ranting-ranting pohon, berdoa agar mereka tidak akan tersapu oleh air hujan atau dibawa menjadi santapan hyena dan masuk ke siklus kehidupan.
Akhirnya ia menaruh sepatu mereka di atas gundukan makam, sehingga ia bisa kembali dengan keluarga mereka untuk mengindentifikasi mereka.
Abraham mengatakan ia mengubur lebih dari 50 orang saat itu tapi mengestimasi lebih dari 100 orang meninggal dunia akibat pembantaian tersebut.
Mereka adalah sebagian dari ribuan warga yang diyakini telah meninggal sejak November ketika Perdana Menteri Ethiopia mengirimkan operasi militer besar melawan partai politik yang menguasai wilayah Tigray.
Ia menuduh Front Pembebasan Warga Tigray (TPLF) yang menguasai Ethiopia hampir 30 tahun menyerang pangkalan militer pemerintah dan mencoba mencuri senjata.
TPLF menolak klaim tersebut.
Konflik ini adalah hasil dari ketegangan yang meningkat antara dua belah pihak, dan termasuk ketegangan etno-nasionalis paling mengerikan yang terjadi baru-baru ini.
Ethiopia adalah negara dengan populasi terpadat kedua di Afrika.
Sedangkan Perdana Menteri Abiy Ahmed mendapat Hadiah Nobel Perdamaian tahun 2019 setelah menyelesaikan konflik jangka panjang Ethiopia dan Eritrea.
Setelah meraih kekuasaan dari kota terbesar Tigray akhir November, Abiy menyatakan kemenangan dan mempertahankan klaim jika tidak ada warga sipil dilukai dalam serangan tersebut.