Find Us On Social Media :

Gempur Indonesia Tahun 1948, Serangan Belanda ke Indonesia Ini Justru Jadi Berkah Bagi Indonesia Karena Bak Mendapatkan 'Giveaway' Militer Cuma-Cuma Ini

By Afif Khoirul M, Rabu, 10 Februari 2021 | 15:43 WIB

Iring-iringan pasukan Belanda yang menebeng pasukan Sekutu saat masuk ke Indonesia demi luncurkan Agresi Militer Belanda I, sebuah serangan yang tersulut hanya karena rasa ketakutan Ratu Belanda kehilangan koloni saja

Intisari-online.com - Belanda pernah melancarkan agresi ke Indonesia dalam waktu singkat pada 19 Desember 1948.

Menggunakan pesawat tempur, Belanda dengan mudahnya melumpuhkan pasukan Indonesia.

Belanda mengerahkan pasukannnya yang berpengalaman di Perang Dunia II, untuk menyerang Indonesia.

Tapi serbuan kilat pasukan Belanda untuk menguasai RI ternyata tidak berlangsung lama.

Berkat perlawanan gigi dari pasukan RI dan gerilyawan yang didukung rakyat pada 29 Juni 1959 Belanda terpaksa menarik mundur semua pasukan dari RI.

Baca Juga: Permulaan Konflik Indonesia-Belanda selama 4 Tahun, Ini Cara Belanda Datang ke Indonesia di Awal Kemerdekaan RI

Namun mengingat jarak antara Indonesia dan Belanda yang begitu jauh tidak semua perlatan milliter Belanda bisa dibawa pulang dan sebagian besar malah ditinggalkan serta dihibahkan ke RI.

RI yang saat itu bernama Republik Indonesia Serikat (RIS) secara resmi menerima semua aset yang ditinggalkan Belanda sesuai hasil keputusan Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 2 November 1949.

Pesawat-pesawat yang sekitar setahun lalu (1948) digunakan Belanda untuk menyerang Indonesia otomatis menjadi milik RIS.

Demikian pula para personel AU Belanda (Militaire Luchtvaart/ML) yang terdiri dari sekitar 10.000 orang dan merupakan penduduk pribumi juga langsung menggabungkan diri dengan AURIS.

Baca Juga: Kisah Haji Johannes Cornelis Prince, Desertir Belanda Peraih Bintang Gerilya yang Pernah Dipenjara oleh Nazi, Soekarno, dan Juga Soeharto

Menurut KMB, AURIS akan melikuidasi AU Belanda dalam waktu relatif singkat, selambat-lambatnya enam bulan terhitung setelah pengakuan kedaulatan.

Tapi KSAU saat itu, Marsekal Suryadarma bertindak cepat dengan mengeluarkan petunjuk khusus pada tanggal 19 Januari 1950.

Petunjuk khusus ini mengatur tentang pengibaran Bendera Merah Putih di seluruh pangkalan udara, penyerahan pangkalan udara baik menyangkut personel maupun peralatan dan pesawat yang ada di dalamnya, termasuk juga semua hal yang berkaitan dengan operasi penerbangan.

Tak lama setelah KMB, KSAU juga mengeluarkan surat keputusan yang isinya berupa penunjukan personel untuk memimpin pangkalan yang tersebar di beberapa daerah.

Kehadiran seorang komandan juga diperlukan untuk mempermudah proses transisi dari ML ke AURIS, khususnya menyangkut memberikan penjelasan kepada personel ML yang ingin bergabung dengan AURIS.

Salah seorang perwira yang diberi tanggung jawab adalah Mayor Udara Wiweko Soepono.

Tokoh penerbangan ini dipercaya memimpin Lanud Andir, Bandung. Andir merupakan pangkalan udara yang pertama diserahterimakan dari ML kepada AURIS, yakni pada 20 Januari 1950.

Namun demikian penyerahan hanya berlaku bagi lokasi pangkalan di sisi utara saja. Sedangkan pangkalan di sebelah selatan baru diserahkan pada 2 Juni 1950.

Waktu itu Andir merupakan salah satu pangkalan udara terlengkap di kawasan Pasifik Barat Daya.

Selain sebagai home base skadron tempur dan sejumlah pesawat militer Belanda lainnya. Andir juga menjadi pusat pemeliharaan pesawat militer, fasilitas teknik pesawat dan banyak lagi.

Baca Juga: Pasukan Khusus Indonesia Paskhas Lahir dari Pasukan Terjun Payung Pertama TNI, Ini Kisah 13 Anggotanya Dikepung Belanda dalam Operasi Kotawaringin

Realisasi penyerahan Andir dilakukan secara bertahap. Pada awal Maret 1950 diserahkan fasilitas penerbangan termasuk sebuah hanggar, tiga pesawat C-47 Dakota, tiga pesawat latih L-4J Piper Cub.

Tiga bulan kemudian, tepatnya 12 Juni, seluruh Lanud Andir beserta sejumlah besar pesawat pemburu, pembom, transpor, dan latih diserahkan kepada AURIS.

Dari pihak ML, penyerahan diwakili oleh Mayor EJ Van Kuppen dan diterima oleh Komandan Lanud Andir Wiweko Soepono yang merangkap sebagai Ketua Sub Panitia Penerimaan Materil dan Personel dari ML. Upacara disaksikan oleh pejabat militer dan sipil dari kedua belah pihak.

Selain pangkalan, sarana dan prasarana yang diserahkan kepada AURIS meliputi sebuah hanggar, bengkel pemeliharaan pesawat, dan sejumlah pesawat.

Di antaranya tujuh Piper Cub, delapan Harvard, 36 Dakota, 25 pembom B-25 Mitchel, 12 pesawat angkut Lockheed (L-12), dan 28 pesawat pemburu P-51 Mustang.

Pada akhir acara penyerahan, dilakukan penggantian tanda kepangkatan sejumlah anggota yang berasal dari ML dan kemudian memilih bergabung dengan AURIS.

Proses serah terima dari ML ke AURIS ternyata berjalan lancar. Dalam waktu relatif singkat AURIS berhasil melakukan konsolidasi yang dalam sejarah TNI AU dikenal sebagai Program Kerja Kilat.

Program ini intinya adalah bahwa AURIS diberi mandat dalam waktu singkat untuk menyusun organisasi Angkatan Udara dalam bentuk sementara yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi.

Program ini direncanakan harus sudah selesai pada tahun 1951. Seperti berpacu dengan waktu, AURIS juga sudah memiliki markas besar yang berlokasi di Jakarta disusul dibekukannya organisasi dengan status langsung berada di bawah Menteri Pertahanan.

Jauh sebelum itu, KSAU juga sudah mengeluarkan surat keputusan berupa pembentukan sejumlah skadron udara.

Baca Juga: Kisah Mencekam Ketika Pasukan Khusus Indonesia Bertempur di Hutan Papua, Bertahan Hidup di Tengah Kumpulan Jenazah, Prajurit Ini Jadi Satu-satunya yang Selamat

Yaitu meliputi skadron intai laut, transport, pemburu, intai darat dan skadron intai sedang.

Karena begitu banyaknya pesawat diperoleh dari ML, setiap skadron diperkuat oleh setidaknya 20 pesawat, kecuali skadron intai laut yang berkekuatan hanya 12 pesawat.

Jika tidak diserang oleh Belanda melalui agresi kedua, RI sebenarnya tidak mungkin memiliki semua pesawat-pesawat tempur itu dalam waktu singkat.

Jadi agresi militer kedua Belanda yang hanya bertahan selama 1 tahun itu ternyata merupakan ‘berkah dan sekaligus rezeki nonplok’ bagi RI.

Pasalnya hampir semua peralatan militer Belanda, khususnya pesawat-pesawat tempur menjadi milik RI dalam waktu singkat. (Agustinus Winardi)

(Sumber: Pesawat Kombatan TNI AU Edisi Koleksi Angkasa No.72 2011)