Sekitar 350 desa Rohingya dihancurkan, menurut Human Rights Watch.
Sementara, ratusan ribu orang melarikan diri ke Bangladesh, di mana ratusan ribu lainnya sudah tinggal di kamp pengungsi karena penganiayaan di masa lalu.
Pada Maret 2017 , Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa menunjuk misi pencari fakta independen untuk menyelidiki tuduhan kekejaman.
Misi tersebut termasuk mantan Komisaris Hak Asasi Manusia Australia Chris Sidoti, mantan jaksa agung Indonesia Marzuki Darusman dan pembela hak asasi manusia Sri Lanka Radhika Coomaraswamy.
Mereka menerbitkan laporan lengkap pertama mereka pada September 2018.
Laporan yang merinci pembunuhan ribuan warga sipil Rohingya, penghilangan paksa dan pemerkosaan massal, itu meminta Panglima Tertinggi Tatmadaw, Jenderal Senior Min Aung Hlaing, dan lima komandan lainnya untuk disingkirkan.
Pada September 2019, misi tersebut menerbitkan laporan tentang kepentingan ekonomi Tatmadaw.
Ia merekomendasikan bisnis asing memutuskan hubungan dan menghentikan semua urusan bisnis dengan entitas yang dikendalikan Tatmadaw.
Fokus utama laporan tersebut adalah Myanmar Economic Corporation (MEC) dan konglomerat lainnya, Myanmar Economic Holding Ltd (MEHL).
Kedua perusahaan tersebut telah memperoleh keuntungan dari kontrol yang hampir monopoli atas banyak kegiatan dan industri di bawah junta.
Baca Juga: Disiksa, Dibunuh hingga Mayatnya Dibeton, Inilah Fakta-fakta Kisah Tragis Junko Furuta
(*)