Penulis
Intisari-Online.com - Invasi Irak terhadap Kuwait secara umum menjadi pemicu pecahnya Perang Teluk II.
Namun sebelum itu, berbagai masalah terkait industri minyak Irak menjadi awal dimulainya konflik tersebut.
Perang Teluk II (1990-1991) dikenal sebagai perang antara pasukan koalisi dari 35 negara yang dipimpin oleh Amerika Serikat melawan Irak.
Itu merupakan tanggapan terhadap upaya invasi dan aneksasi Irak atas Kuwait pada tanggal 2 Agustus 1990.
Mengutip Britannica, pada saat itu, pemimpin Irak, Saddam Hussein , memerintahkan invasi dan pendudukan Kuwait dengan tujuan yang jelas.
Di antaranya untuk memperoleh cadangan minyak negara yang besar, membatalkan hutang besar Irak ke Kuwait, dan memperluas kekuasaan Irak di wilayah tersebut.
Kemudian pada 3 Agustus, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyerukan Irak untuk mundur dari Kuwait.
Sementara pada 6 Agustus, PBB memberlakukan larangan perdagangan dengan Irak di seluruh dunia. Namun apa yang dilakukan Irak?
Baca Juga: Memijat Bagian Kaki Ini Bisa Sembuhkan Beberapa Penyakit Anda
Pada 8 Agustus, justru Pemerintah Irak menanggapi dengan secara resmi mencaplok Kuwait.
Hal itu mendorong Amerika Serikat dan Sekutu NATO Eropa Baratnya untuk segera mengerahkan pasukannya ke Arab Saudi demi mencegah kemungkinan serangan.
Mesir dan beberapa negara Arab lainnya bergabung dengan koalisi anti-Irak dan menyumbang kekuatan untuk pembangunan militer, yang dikenal sebagai Operasi Desert Shield.
Sementara itu, Irak membangun tentara pendudukannya di Kuwait menjadi sekitar 300.000 tentara.
Mengapa Irak Sangat Ingin Menguasai Kuwait?
Dalam buku Sejarah Timur Tengah Jilid 2 (2013) karya Isawati, Perang Teluk I memberi dampak yang luar biasa bagi kondisi ekonomi dan politik Irak.
Pasca Perang Teluk I, Irak mengalami krisis ekonomi dan politik yang disebabkan oleh utang luar negeri.
Beberapa faktor yang menjadi latar belakang terjadinya Perang Teluk II, sebagai berikut:
Itulah yang kemudian mendorong Irak untuk melancarkan invasi ke Kuwait.
Irak mulai melakukan invasi Kuwait pada 2 Agustus 1990 dengan mengerahkan 100.000 personel, 2.000 tank dan beberapa pesawat jet penyerbu.
Irak hanya membutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk menguasai seluruh wilayah Kuwait.
Invasi Irak menyebabkan timbulnya korban jiwa dari masyarakast sipil serta kerusakan bangunan yang masif di Kuwait.
Dalam buku Bara Timur Tengah (1991) karya M Riza Shihbudi, Perang Teluk II mengharuskan Keluarga Emir (Presiden) Kuwait dan sekitar 300.000 masyarakat Irak mengungsi ke Arab Saudi.
Pada akhirnya, Invasi Irak terhadap Kuwait mendapatkan kecaman dari dunia internasional.
Pertempuran Pasukan Sekutu Melawan Irak
Pada tanggal 29 November Dewan Keamanan PBB mengizinkan penggunaan kekuatan terhadap Irak jika tidak menarik diri dari Kuwait pada 15 Januari 1991.
Pada Januari 1991, koalisi sekutu melawan Irak telah mencapai kekuatan 700.000 tentara, termasuk 540.000 personel AS dan sejumlah kecil Inggris, Prancis , Mesir, Saudi, Suriah, dan beberapa kontingen nasional lainnya.
Meski PBB telah mengeluarkan perintah penarikan pasukan Irak dari Kuwait dan situasi makin memanas, namun Saddam dengan tegas menolaknya, bahkan menurutnya Kuwait akan tetap menjadi provinsi Irak.
Kemudian terjadilah serangan militer koalisi sekutu terhadap Irak yang dimulai pada 16-17 Januari 1991, dengan kampanye udara besar-besaran pimpinan AS yang berlanjut selama perang.
Selama beberapa minggu berikutnya, pemboman udara berkelanjutan yang telah dinamai 'Operation Desert Storm' atau 'Operasi Badai Gurun' itu menghancurkan pertahanan udara Irak sebelum menyerang jaringan komunikasinya, gedung-gedung pemerintah, pabrik senjata, kilang minyak, serta jembatan dan jalan.
Pada pertengahan Februari, sekutu telah mengalihkan serangan udara mereka ke pasukan darat depan Irak di Kuwait dan Irak selatan, menghancurkan benteng dan tank mereka.
Itu dinamai 'Operasi Desert Saber' atau 'Operasi Perisai Gurun', merupakan serangan darat sekutu besar-besaran, diluncurkan ke utara dari timur laut Arab Saudi ke Kuwait dan Irak selatan pada 24 Februari.
Dalam waktu tiga hari pasukan Arab dan AS telah merebut kembali kota Kuwait, sementara pasukan Irak hancur.
Pada tanggal 27 Februari, pasukan sekutu telah menghancurkan sebagian besar unit Garda Republik elit Irak.
Presiden George HW Bush mengumumkan gencatan senjata pada 28 Februari, di mana perlawanan Irak benar-benar runtuh.
Diperkirakan peperangan tersebut memakan sekitar 8.000 hingga 50.000 korban dari pihak Irak, dan sekutu kehilangan sekitar 300 tentaranya.
Irak pun mengakui kedaulatan Kuwait dan melepaskan diri dari semua senjata pemusnah massal.
Selain kekalahan, Perang Teluk II juga membawa dampak negatif bagi Irak dan beberapa negera Timur Tengah.
Berikut beberapa dampak Perang Teluk II:
(*)