Advertorial
Intisari-online.com -Rasanya baru-baru ini saja militer China bisa jauh lebih kuat dari militer AS.
Jika mengingat 30 tahun yang lalu, militer China masih tertinggal jauh dari militer AS.
Lantas apa yang menyebabkan militer China bangkit begitu kuat?
Rupanya hal ini berkaitan dengan kejadian 30 tahun yang lalu.
Hari Senin ini menandai 30 tahun peringatan Operasi Petir Gurun.
Operasi ini terjadi di Timur Tengah kala pasukan koalisi yang dipimpin AS menyerang Irak.
Segera hal itu menjadi Perang Teluk yang tunjukkan 30 tahun kekacauan di negara kuat Timur Tengah.
Siapa sangka Perang Teluk justru menjadi pembangkit kekuatan militer China.
Dengan teknologi dan senjata api yang ada saat konflik, pengeboman yang tepat sasaran, arahan satelit, serangan rudal, serangan udara untuk hancurkan tank, perang elektronik, transparansi satu arah di medan perang, dan jet tempur, Perang Teluk adalah 'serangan nuklir psikologi' kepada China, seperti dikatakan oleh para ahli.
Mengutip South China Morning Post, Perang Teluk telah membantu memulai modernisasi militer China dan menuntun Tentara China (PLA) bisa mengejar ketertinggalan mereka dengan militer AS.
Hal ini begitu mengejutkan sampai sekarang hal ini dinilai sebagai "ancaman strategis".
Petir Gurun, yang berlangsung selama 6 bulan, menandai dimulainya revolusi medan perang, dan tunjukkan kekurangan PLA saat itu sampai-sampai keamanan nasional negara mulai terancam.
"Hal itu tunjukkan kepada China bagaimana perang seharusnya dilakukan dan memaksa militer China melewati tahapan mekanisme dan langsung lompat ke pengembangan teknologi informasi, ujar Ni Lexiong, ahli militer di Shanghai.
"Dari teori militer sampai membangun pasukan, senjata dan peralatan sampai teknologi yang relevan, kami sadar kami sangat jauh tertinggal berjarak puluhan tahun dengan AS."
Antony Wong Tong, analis militer di Makau, mengatakan doktrin lama PLA seperti "perang rakyat" terbukti ketinggalan zaman setelah melihat Perang Teluk.
Ditunjukkan juga setelah 4 Juni 1989, hari pembantaian mengerikan di Tiananmen Square, China telah menjadi musuh imajiner AS, sebuah penambah masalah bagi Beijing.
"Sejak tahun 1990-an PLA telah berubah menuju jalan profesionalisme dan modernisasi," ujarnya.
Tahun 1991 dunia juga ditunjukkan oleh hancurnya Uni Soviet dan berakhirnya Perang Dingin, dan tekanan militer dan politik China secara dramatis meningkat.
Sadar dengan kerentanan dan kelemahan mereka, China mengadopsi pendekatan "menjaga citra sosok sederhana dan menunggu waktu yang tepat" untuk diploamasi mereka sembari fokus pada pengembangan militer.
Setelah Perang Teluk berakhir, mantan pemimpin China Jiang Zemin mulai mempromosikan ide jika PLA seharusnya fokus dalam membangun "kemampuan perang regional modern di bawah kondisi teknologi canggih", "Melengkapi dualisme tugas bersejarah dan mekanisasi serta kemajuan informasi" dan "mencapai modernisasi militer dengan loncatan ke depan".
Hal itu disampaikan oleh Tang Zhichao, yang ahli dalam studi Timur Tengah di Chinese Academy of Social Sciences.
Kemudian menurut komentator militer di Hong Kong Song Zhongping, China menggunakan senjata canggih AS yang mereka lihat di perang, seperti rudal preissi, rudal pertahanan dan jet tempur siluman.
Senjata-senjata itu mereka gunakan sebagai acuan pengembangannya.
Taktik seperti operasi gabungan antara pasukan yang berbeda dan organisasi serta teknologi yang diperlukan untuk menyadarkan mereka juga diberikan porsi perhatian yang besar.
Pensiunan Mayor Jenderal PLA Jin Yinan berbicara dampak perang kepadanya yang masih ia ingat.
"Di suatu waktu, kami menerjemahkan banyak sekali aturan operasional militer AS dan laporan militer lalu mulai membangun militer kami dengan menyalin model dan standar mereka."
Di bawah pimpinan Jiang, PLA memangkas 700 ribu pasukan di tahun 1990-an dan 2000-an.
Kemudian di tahun 2015, presiden Xi Jinping memotong lagi 300 ribu dan menginisiasi restrukturisasi besar-besaran serta reformasi rantai komando.
Anggaran militer segera meningkat pesat di tahun 1999 dengan pertumbuhan dobel digit untuk lebih dari 10 tahun, sejalan dengan ekonomi China yang makin kuat.
Di tahun 2019, anggaran pertahanan tahunan China adalah anggaran terbesar kedua di dunia mencapai 176 miliar Dolar AS, dibandingkan dengan anggaran AS sebesar 732 miliar Dolar AS.
Beijing mengalokasikan dana sebesar 178,6 miliar Dolar AS untuk 2020 mendatang.
Militer China tahun lalu umumkan kelengkapan dari mekanisasi Angkatan Daratnya.
Namun sebelumnya PLA sudah mengungguli militer AS di beberapa sektor, seperti pembangunan kapal, rudal darat konvensional dan sistem pertahanan udara lanjutan seperti laporan Pentagon tahun 2020 "China Military Power Report".
Angkatan Laut PLA adalah angkatan laut terbesar kedua di dunia setelah AS jika melihat total penempatannya.
Angkatan Laut ini memiliki 350 kapal dan kapal selam termasuk lebih dari 130 kapal perang permukaan, sementara Angkatan Laut AS hanya memiliki 293 kapal saja.
Lebih jauh lagi, sebagian besar kapal terbaik China dibangun setelah 2010 sehingga fiturnya tidak ketinggaalan zaman.
Untuk perbandingan di tahun 1991 Angkatan Laut PLA adalah pasukan pertahanan dekat garis pantai dengan kapal terbesarnya kapal penghancur Tipe 051 sebesar 3600 ton.
Kini pasukan Angkatan Udara PLA adalah AU terbesar ketiga di dunia, lebih dari 2500 pesawat dan 2000 jet tempur, sebagian besar adalah pesawat tempur generasi ketiga dan keempat, dibandingkan dengan AD negara Barat.
China adalah satu dari dua negara di dunia yang telah mengembangkan jet tempur generasi kelima, J-20.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini