Penulis
Intisari-online.com -Seorang warga Filipina dengan nama Jesse (bukan nama sebenarnya), terkejut saat membaca rincian pesan tentang vaksinasi di ponsel temannya.
Jesse adalah seorang warga Filipina, pekerja baru di operator judi lepas pantai di negara itu.
Ia temukan rincian mengenai vaksinasi di group chat koleganya.
Koleganya mengirimkan rincian vaksinasi "pastikan saat divaksinasi, mereka harus menggunakan baju lengan panjang… untuk tutupi kapas yang digunakan menutup lubang suntik," ujar Jesse, dilaporkan dari The Washington Post.
"Dan Anda seharusnya tidak mengatakan apapun ke pegawai lain."
Hal ini aneh mengingat tidak ada vaksin virus Corona yang sudah disetujui untuk digunakan secara umum di Filipina, ataupun yang diharapkan akan datang secara resmi.
Kabar mengenai vaksinasi di Filipina keluar baru-baru ini yang nyatakan setidaknya Februari akan ada vaksin masuk dari China.
Sehingga, ilegal untuk mengimpor obat-obatan tanpa izin.
Namun rupanya terjadi tuntutan untuk menyediakan vaksin yang menyebabkan bisnis pasar gelap vaksin ilegal mulai merajalela di negara tersebut.
Penyebab meningkatnya permintaan ini tidak lain rupanya berasal dari China juga.
Banyak pekerja China yang sudah pindah dan tinggal di Filipina, yang kemudian menuntut untuk segera disediakan vaksin.
The Washington Post melaporkan para pekerja imigran asal China tersebut dipekerjakan di katering kasino online di Filipina sampai di perjudian China di negara tersebut.
Rekan kerja Jesse tadi juga merupakan pekerja China.
Kabarnya, para imigran ini mengendalikan pasar gelap yang 1 dosis vaksinnya dijual dalam jumlah banyak.
Harga vaksin di pasar gelap tersebut mencapai 30 Dolar sesuai standar harga di China.
Distribusi bawah tanah ini mengekspos ketimpangan pandemi dan masalah imunisasi di tempat korupsi merajalela.
Serta, ada juga masalah mengenai membludaknya pekerja asing asal China yang justru jumlahnya mengalahkan jumlah pekerja dalam negeri.
Di Asia Tenggara, sudah ada jutaan pekerja imigran China, yang mengancam perdamaian panjang antara komunitas lokal dengan populasi China.
Parahnya lagi, pemerintah justru memanfaatkan pasar gelap tersebut sehingga tidak terbatas untuk pekerja China saja.
Akhir Desember, Presiden Rodrigo Duterte mengatakan anggota militer Filipina telah menerima vaksin virus Corona dari Sinopharm, perusahaan farmasi negara China.
Anggota pasukan keamaan juga mengakui mereka sudah mendapatkan suntikan vaksin, membuat berang warga Filipina yang kesulitan menghadapi ledakan kasus tanpa ada akses kesehatan atau vaksin sendiri.
"Waktu dan lagi-lagi, pekerja kesehatan sedang diabaikan," ujar Reigner Antiquera, Presiden Advokat dan Pemimpin Aliansi Perawat Muda.
"Perawat, dokter dan pekerja kesehatan lainnya seharusnya diprioritaskan dalam menerima vaksin-vaksin ini karena mereka memiliki risiko tertular virus Corona yang sangat tinggi.
Pertanyaannya sekarang, bagaimana vaksin tanpa izin bisa sampai di tangan Duterte?
Duterte kejutkan dunia ketika membuat kebijakan lokal berupa perang obat-obatan ilegal.
Menteri Pertahanan Delfin Lorenzana mengkonfirmasi kepada media lokal jika memang diselundupkan tapi hal itu 'diperbolehkan' karena tim keamanan Duterte harus menjaga kesehatan Duterte yang sudah berumur 75 tahun.
Juru bicara kepresidenan Harry Roque, mengatakan jika vaksin itu donasi, tapi tidak mau menyebutkan sumbernya.
Kemudian pada pidato 4 Januari kemarin Duterte mengatakan kepada tim keamanannya untuk "diam" dan tidak membantu jika para Senat mengusut hubungan itu sebagai bagian dari program vaksin pemerintah.
Presiden Senat, Vicente Sotto, mengatakan isu itu tidak ada dalam agenda.
Perkembangan ini membuat banyak pertanyaan semakin muncul yaitu mengenai skala distribusi vaksin ilegal di Filipina dan bagaimana para petinggi negara bisa disuntik lebih dulu daripada para pekerja kesehatan.
Sementara itu Teresita Ang See, pemimpin sipil Filipina-China mengatakan sudah ada 100 ribu warga China di Filipina yang telah divaksinasi, mengutip iklan dari media China dan informasi dari chat group pekerja industri judi.
Sementara itu tercatat dari data imigrasi jika ada kurang dari 500 ribu warga kewarganergaraan China.
Vaksin itu dapat dijual senilai 200-300 Dolar di pasar gelap untuk kedua dosis.
Jesse sendiri mengatakan isi dari pembicaraan chat group itu mengatakan jika kolega Chinanya bisa mendapatkan vaksin Pfizer yang dikirimkan dari China.
China menampik berikan akses khusus untuk pekerja yang bekerja di luar negeri, termasuk personil militer, diplomat, konstruksi dan kru awak udara serta beberapa mahasiswa internasional.
Namun pendistribusian vaksin di seluruh negara berkembang telah menimbulkan kecurigaan jika Beijing bisa menggunakan vaksin untuk urusan politik di mana mereka mencoba melebarkan pengaruhnya.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini