Find Us On Social Media :

Hanya Dalam 30 Tahun China Bisa Bangun Militer Terkuat yang Saingi Amerika Serikat, Rupanya Belajar dari Saddam Hussein untuk Bisa Meniru Semua Teknologi AS

By Maymunah Nasution, Senin, 18 Januari 2021 | 10:28 WIB

Perang Saddam Hussein menjadi sebuah panduan bagi China mengembangkan militernya

Intisari-online.com - Militer China kini adalah salah satu militer terkuat di dunia.

Meskipun masih terhitung di bawah militer Amerika Serikat (AS) tapi sudah banyak sektor militer China yang jauh ungguli militer AS.

Melansir South China Morning Post, tentara China (PLA) memiliki Pasukan Roket dengan balistik darat sebanyak 1250 unit.

Ditambah lagi dengan rudal jelajah dengan jangkauan jarak 500 km sampai 5500 km.

Baca Juga: Militer China Dulu Tidak Ada Apa-apanya dan Kini Sudah Hampir Kalahkan Militer AS, Justru Karena Aksi AS di Irak Ini yang Bisa Bangkitkan Militer China

Bahkan rudal jelajah ini AS tidak memilikinya karena Perjanjian Pasukan Nuklir Jarak Menengah.

Pasukan Roket telah ditingkatkan secara besar-besaran serta sudah meningkatkan penyimpanan rudal balistik antarbenua bertenaga nuklir dalam 30 tahun terakhir.

Kini Pasukan Roket telah memimpin dunia dalam peluncuran rudal seluncur hipersonik dengan DF-17.

"Peralatan China mungkin tidak sebagus milik AS dalam beberapa spesifikasi, tapi setidaknya masih di generasi perkembangan yang sama.

Baca Juga: China Disebut Sudah Ciptakan Armor Untuk Digunakan Militernya, Negara Barat Langsung Ketar-Ketir Anggap China Berhasil Ciptakan Iron Man Sungguhan

"Tidak ada jenjang generasi yang dulunya ada di tahun 1990-an," ujar Ni Lexiong, ahli militer di Shanghai.

Rupanya Perang Teluk, sebuah perang di Timur Tengah kala koalisi pasukan AS menyerang Irak, berperan penting dalam perkembangan signifikan ini.

Meskipun televisi nasional China tidak menampilkan laporan langsung di operasi Timur Tengah tersebut, mereka masih mengamatinya dengan detail.

"Seperti saya, prediksi dari sebagian besar personil militer di China di awal perang adalah AS akan mengulangi kegagalan Uni Soviet di Afghanistan," ujar Liu Dingping, petugas dari Komando Artileri Kedua PLA yang sekarang menjadi Pasukan Roket, menulis dalam artikel koran saat itu.

Baca Juga: Lupakan Perang Teluk, Rakyat Irak Peringati Kematian Jenderal Top Iran dengan Sebut AS Sebagai 'Setan Besar'

"Namun…kami salah."

Koalisi yang dipimpin AS tersebut terbangkan lebih dari 100 ribu serangan dan jatuhkan lebih dari 88500 ton bom, yang menghancurkan pertahanan Iran.

Faktanya, koalisi berhasil melakukannya dalam waktu 42 hari, termasuk 100 jam di darat untuk menghapus militer terbesar keempat di dunia saat itu.

"Jika ini adalah kami diserang AS saat itu, hasilnya tidak akan jauh lebih baik," ujar Ni.

Baca Juga: Sudah Jatuh Tertimpa Tangga Lagi, Sudah Kalah Pilpres AS, Kini Donald Trump Terancam Hukuman Mati, Irak Keluarkan Surat Perintah Penangkapan Atas Tuduhan Pembunuhan Berencana

Banyak tentara Irak yang dipimpin Saddam Hussein yang merupakan veteran Perang Iran-Irak dan juga senjata China: tank Tipe 69, pengangkut personel lapis baja Tipe 63 dan pesawat tempur J-7, yang dipersenjatai dengan tank Soviet T-72 dan MiG-25 serta jet tempur MiG-29.

Namun AS lebih unggul dengan miliki jet tempur siluman operasional pertama, F-117, dan jet tempur generasi keempat, F-15, F-16, dan F/A-18.

Keempat jet tempur ini adalah tulang punggung kampanye udara AS.

Lebih jauh lagi, skuadron pengintai, pengawasan, peperangan elektronik, pesawat tanker pengisian bahan bakar udara juga merupakan deretan teknologi yang asing bagi Tiongkok.

Baca Juga: Termasuk Menculik Pengantin Langsung dari Kamar Bulan Madunya, Ini Daftar Aksi Gila Uday, Putra Saddam Hussein yang Selalu Pakai 'Kembaran' Agar Tak Terbunuh

Wong mengatakan PLA tidak pernah membayangkan jika koalisi AS bisa menang hanya menggunakan kekuatan udara saja.

"Hal itu bagaikan bom psikologis untuk militer China, yang masih yakin jika taktik model Soviet dari 1960-an dan 1970-an lebih unggul," ujarnya.

Lalu Wang Yiwei, profesor hubungan internasional di Renmin University of China di Beijing mengatakan konflik itu mengingatkan China tentang hukum rimba: "jatuh tertinggal dan Anda akan kalah."

"China juga belajar dari Perang Teluk jika AS telah menggapai dominansi dan hegemoni melalui kemampuan militernya. AS bisa mengalahkan siapapun yang mereka inginkan," ujarnya.

Baca Juga: Temukan Bukti Kejahatan Perang Pembunuhan Warga Sipil Irak oleh Tentara AS yang Harusnya Jadi 'Polisi Dunia', Jurnalis Ini Harus Membayar Mahal Relakan Kebebasannya, Nasibnya Kini Sungguh Mengenaskan

PLA saat itu juga sadar jika mereka telah kalah dari musuh nomor satunya: Taiwan, dalam urusan teknologi canggih dan persenjataan.

Pergerakan kemerdekaan Taiwan yang telah tumbuh sejak saat itu terutama setelah Krisis Selat tahun 1995 dan 1996, ketika PLA mundur yaitu ketika dua kelompok penyerang kapal induk mulai ikut campur, ujar Song.

"Sehingga melihat akumulasi konstan dari permintaan internal dan eksternal ditambah model dampak dari Perang Teluk, PLA sadar pentingnya memperkuat kemampuan dan meningkatkan kesiapan perang," ujarnya.

Termasuk dari perhatian besar pada Perang Teluk adalah tentara China mempelajari teknologi dan senjata AS lalu menerjemahkan berbagai aturan operasional militer AS serta laporan militer mereka.

Baca Juga: Terkuak Empat Tahun yang Lalu, Ini Dia Bocoran Cara Amerika dan Inggris Cegah Soviet Menangkan Perang Dingin: Hancurkan Sumber Minyak di Wilayah Kaya Akan Minyak Bumi Ini

Mereka juga membangun militer dengan meniru model dan standar yang dimiliki AS.

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini