Penulis
Intisari-Online.com - Dimulai dari Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan kemudian Maroko, semakin banyak negara Arab yang menormalisasi hubungan dengan Israel.
Bahkan, Bhutan yang tak terkait langsung dengan upaya Israel untuk menormalkan hubungan dengan negara-negara Arab juga turut membuka hubungan diplomatik dengan Israel.
Para pemimpin Amerika dan Israel mengatakan mereka mengharapkan lebih banyak negara untuk bergabung dalam gelombang perjanjian untuk menormalisasi hubungan dengan Israel.
Tak terkecuali Indonesia.
Bahkan, pemerintahan Trump rela menggelontorkan sejumlah uang untuk Indonesia agar bersedia mengikuti langkah beberapa negara Arab tersebut.
Bulan lalu, muncul laporan bahwa pemerintahan Trump bersedia menawarkan dorongan keuangan yang besar kepada Indonesia sebagai imbalan untuk secara resmi mengakui bangsa Israel.
Dalam sebuah wawancara dengan Bloomberg yang diterbitkan pada 22 Desember, Adam Boehler, CEO dari Perusahaan Keuangan Pembangunan Internasional AS, mengatakan bahwa Indonesia dapat memperoleh hingga $ 2 miliar lebih banyak dalam bantuan pembangunan jika meresmikan hubungan dengan Israel.
“Kami sedang membicarakannya dengan mereka,” kata Boehler. “Jika mereka siap, mereka siap, dan jika mereka siap maka kami akan dengan senang hati bahkan mendukung lebih banyak secara finansial daripada yang kami berikan sebelumnya.”
Seperti banyak negara berpenduduk mayoritas Muslim di dunia, dan sebagian besar Timur Tengah, Indonesia tidak pernah memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, karenaperlakuan Israel terhadap Palestina.
Namun selama enam bulan terakhir, pemerintahan Trump telah mendorong agar negara-negara Arab dan Muslim secara terbuka mengakui Israel.
Dan seperti diketahui, sejauh ini berhasil meyakinkan Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, Maroko, dan Sudan untuk melakukannya.
Setiap pengakuan tentunya diiming-imingi dengan tawaran yang menggiurkan.
UEA telah dijanjikan armada jet tempur siluman dan Maroko mendapatkan pengakuan resmi AS yang telah lama dicari atas pendudukannya di Sahara Barat.
Sementara itu, Sudan telah dihapus dari daftar negara pendukung terorisme AS.
Saran yang diajukan Boehler datang seminggu setelah laporan pers Israel bahwa Indonesia, bersama dengan Oman, adalah negara berikutnya yang kemungkinan besar akan mengakui pemerintah Israel.
Namun,Pemerintah Indonesia dengan cepat membantah laporan tersebut.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan bahwa Indonesia "tidak berniat untuk membuka hubungan diplomatik dengan Israel."
Retnomenambahkan, "Indonesia akan terus mendukung kemerdekaan Palestina berdasarkan solusi dua negara dan parameter internasional yang disepakati lainnya."
Untuk saat ini, masih mustahil untuk Indonesia mengakui Israel.
Melansir The Diplomat, Kamis (14/1/2021), penolakan Indonesia tersebut jugadidukung oleh organisasi Islam yang mencakup spektrum politik Indonesia, yang telah lama memprotes tindakan Israel di Wilayah Pendudukan.
Keputusan apa pun untuk memperluas pengakuan diplomatik ke Israel pada saat ini kemungkinan akan semakin mengobarkan sentimen Islam radikal, serta mendorong penentangan dari organisasi Islam nasional yang berpengaruh seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.
Seperti komentar Syed Huzaifah Bin Othman Alkaff dari Nanyang Technological University (NTU) Singapura dalam sebuah makalah minggu ini, "Unsur-unsur Islam radikal dalam negeri akan sangat menonjol dalam proses pengambilan keputusan di Indonesia tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan dengan Israel."
Mengingat biayanya, juga dipertanyakan apakah pengakuan formal akan sepadan.
Alkaff menambahkan bahwa untuk membuatIndonesia mengakui Israel "kemungkinan akan membutuhkan kesepakatan yang akan memberikan keuntungan politik, ekonomi atau militer yang strategis yang tidak hanya akan menenangkan kaum nasionalis tetapi juga sebanding dengan masalah dengan kelompok-kelompok Islam."
Sulit untuk melihat tawaran apa yang akan memberi keseimbangan itu.
Untuk saat ini, pemerintah Jokowi akan puas dengan melanjutkan formula yang sudah terbukti: oposisi retoris terhadap Israel, di samping sub rosa interaksi ekonomi dan politik.