Menyandang Gelar Negara Termiskin di Dunia, Kemerdekaan Timor Leste Ternyata Harus Dibayar Sangat Mahal, Sampai-Sampai Ekonominya Besar Pasak Daripada Tiang

Afif Khoirul M

Penulis

Timor Leste yang telah 18 tahun merdeka dari Indonesia tampaknya belum mampu memaksimalkan potensi kekayaan alam yang dimilikinya.

Intisari-online.com - Timor Leste adalah negara yang memilih merdeka dari Indonesia 18 tahun lalu.

Sebagai negara yang mandiri, Timor Leste memiliki masalah yang belum pernah diselesaikan hingga kini.

Masalah tersebut adalah kemiskinan, dan tingkat pengangguran yang cukup tinggi.

Menurut catatan PBB, Timor Leste menyandang gelar negara termiskin di dunia, berada di urutan 152 dari 162 negara di dunia.

Baca Juga: Kelicikan Malaysia Saat Menghambat Pembangunan Mercusuar Tercium Pasukan Katak TNI, Satu Prajurit Kopaskha Tanpa Senjata Nekat Hadapi 2 Kapal Perang Negeri Jiran Seorang Diri, Begini yang Terjadi Selanjutnya...

Hal ini terdengar cukup memprihatinkan, pasalnya negara tersebut sebenarnya memiliki kekayaan alam yang melimpah ruah seperti minyak bumi. di Laut Timor.

Namun, Timor Leste yang telah 18 tahun merdeka dari Indonesia tampaknya belum mampu memaksimalkan potensi kekayaan alam yang dimilikinya.

Bahkan, rakyatnya digambarkan terus hidup dalam kondisi memprihatinkan hingga saat ini.

Menurut UCA News, kebutuhan hidup di Timor Leste ternyata sangat besar, meski dengan pendapatan yang pas-pasan.

Baca Juga: Harganya Capai Rp 17 Juta per Kilo, Nyatanya Makanan Berlendir yang Kelihatannya Menjijikkan Ini Dulunya Pakan Ayam dan Babi, Sekarang Hanya Orang Kaya yang Mampu Beli

Berdasarkan PDB, negara itu menempati urutan 160 di dunia, dihimpit oleh Lesotho dan Sudan Selatan.

Dalam urusan harapan hidup, berada di bawah Guyana pada peringkat ke 165, dengan usia rata-rata penduduk hidup sekitar 65 tahun.

Perekonomian Timor Leste mengalami resesi tahun 2017, dan pengangguran riil di negara tersebut mendekati 80 persen, kata presiden Francisco Gutteres.

Infrastruktur negara tersebut sangat buruk, sementara keuntungan perdamaian setelah perang 24 tahun melawan penduduk Indonesia tak pernah terwujud.

Tanda-tanda perbaikan bisa dilihat di ibu kota Dili, jalan beraspal, internet berfungsi dan ada banyak listrik.

Tetapi penduduk setempat mengeluh jaringannya bobrok dan sering putus, air bersih menjadi masalah dan biaya hidup mahal.

Baca Juga: Harganya Capai Rp 17 Juta per Kilo, Nyatanya Makanan Berlendir yang Kelihatannya Menjijikkan Ini Dulunya Pakan Ayam dan Babi, Sekarang Hanya Orang Kaya yang Mampu Beli

Kemiskinan yang sebenarnya terjadi di pedesaan di mana kerusakan yang ditimbulkan oleh milisi pro-Indonesia.

Setelah negara ini memilih kemerdekaan 20 tahun yang lalu belum juga diperbaiki.

Jalan rusak, mengisolasi anak-anak dari sekolah, perempuan dari rumah sakit dan laki-laki dari pekerjaan.

Sebagai negara yang miskin Timor Leste membutuhkan biaya yang besar untuk menanggung kemerdekaannya.

Salah satu upaya terakhir mereka adalah memperoleh pinjaman dari investor asing.

China berinvestasi besar-besaran di Timor-Leste, mendanai pelabuhan perairan dalam, jaringan listrik, dan jalan raya empat jalur.

Sementara China Railway Construction Corp telah menandatangani kontrak senilai 943 juta dollar AS (Rp3,3 triliun) dengan Celah Timor milik negara untuk membantu menjalankan sumber daya alam cair dan pabrik gas.

Baca Juga: Harga Pangan Naik di Supermarket, Kim Jong Un Ancam Beri Hukuman Serius bagi Warga Korut yang Sisakan Makanan

Itu adalah investasi besar untuk negara yang hanya berpenduduk 1,3 juta orang.

China juga menyumbangkan "tiga bangunan sederhana" ke kantor kepresidenan dan kementerian luar negeri dan pertahanan, ditambah hibah tahunan mungkin dari AS, 7 juta dollar AS(Rp99 miliar).

Timor-Leste mengikuti rencana permainan yang ditulis oleh para pemimpin regional lainnya ketika menerima uang China.

Karena terlalu banyak dari mereka menerimanya membuatnya berakhir dengan kebuntuan dan risiko kehilangan aset nasional setelah meminjam lebih dari yang mampu mereka bayar kembali.

Beijing juga tidak menyukai kritik, terutama dari negara-negara yang lentur dan miskin.

Mereka hanya butuh mengamankan perdagangan dan keuntungan militer di bawah ego besar yang muncul di bawah kepemimpinan tertinggi Xi Jinping .

Artikel Terkait