Advertorial
Intisari-Online.com - Timor Leste merupakan salah satu negara termiskin di dunia, yang juga harus menghadapi dampak pandemi Covid-19 seperti negara-negara lain.
Namun, di tengah upaya Timor Leste menangani pandemi, para anggota parlemennya justru terlibat ketegangan satu sama lain.
Mereka saling berebut kursi untuk bicara dan menyebabkan kerusakan.
Peristiwa yang terjadi pada Mei lalu itu pun sampai membuat Uskup Agung Virgilio do Carmo da Silva angkat bicara.
Uskup Agung mengungkapkan keprihatinan atas perpecahan yang terjadi di parlemen Timor Leste ketika orang-orang mencoba menangani pandemi Covid-19.
Melansir ucanews.com (20/5/2020), Uskup Agung Virgilio do Carmo da Silva dari Dili telah meminta anggota parlemen Timor-Leste untuk menyelesaikan perbedaan mereka setelah bentrokan pecah di parlemen.
Anggota parlemen seharusnya tidak membebani orang-orang yang mencoba menangani pandemi Covid-19, katanya.
Seruan uskup agung itu muncul setelah badan legislatif mengalami kekacauan setelah beberapa anggota parlemen menuntut pencopotan Ketua DPR Arao Noe Amaral.
Baca Juga: Nomor 1 Hampir Tidak Punya Apa-apa, Ini 10 Militer Paling Miskin di Dunia
Mereka menuduh Amaral berusaha menghalangi kerja pemerintah koalisi baru negara itu dengan tidak menjadwalkan rapat pleno.
Bentrokan terjadi pada 18 Mei ketika wakil presiden parlemen Maria Sarmento mencoba untuk menduduki kursi ketua.
Keesokan harinya suasana semakin memanas ketika sejumlah meja dan kursi di ruang tersebut rusak disertai saling dorong.
Amaral kemudian digulingkan sebagai pembicara dalam pemilihan dadakan yang membuat Aniceto Guterres dari partai Fretelin koalisi yang berkuasa menggantikannya.
Kekacauan politik menuai kecaman dari uskup agung, ia mengatakan bahwa pemimpin harus menjadi panutan bagi generasi baru, dan bukannya menimbulkan masalah, terlebih di tengah pandemi.
"Mereka harus membawa perdamaian kepada masyarakat, bukan menimbulkan kekesalan saat orang menderita pandemi Covid-19," kata Uskup Agung da Silva.
"Pemimpin kami harus menemukan solusi untuk menyelesaikan divisi ini," imbuhnya.
Sementara itu, Amaral menyatakan pemilihan ketua DPR yang baru “tidak sah”.
Aturan mengatakan bahwa pembicara harus mengadakan pemilihan di parlemen.
"Perubahan harus dilakukan sesuai dengan aturan yang ada," kata Amaral kepada wartawan.
Juga menambahkan bahwa dia akan membawa masalah ini ke pengadilan untuk mendapatkan keputusan tentang masalah tersebut.
Sementara itu, pembicara baru menolak klaimnya.
"Saya mengumpulkan 40 suara, dan itu sah," kata Gutterres.
Keprihatinan juga datang dari Pastor Domingos Maubere, seorang pastor paroki di Dili.
Ia mengatakan sedih dengan kekerasan itu, menambahkan dia pergi ke gedung parlemen untuk meminta ketenangan.
"Saya pergi ke sana untuk menunjukkan kepada mereka kesedihan orang-orang yang menyaksikan kekacauan dan meminta anggota parlemen untuk segera menyelesaikan perbedaan mereka dan tunduk pada hukum," kata Pastor Maubere.
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik dihttps://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari