Advertorial
Intisari-online.com -Aspek utama dalam membicarakan ekonomi salah satunya adalah kebebasan ekonomi suatu negara.
Kebebasan ekonomi adalah hak dasar dari semua manusia untuk mengatur caranya bekerja dan properti yang ia miliki.
Kebanyakan di komunitas dengan perekonomian yang bebas, masing-masing individu bebas untuk bekerja, menciptakan sesuatu, mengkonsumsi apa yang ia mau dan berinvestasi sebagaimana yang mereka mau.
Pada negara dengan perekonomian yang bebas pemerintah juga memperbolehkan para buruh, pemilik perusahaan dan hasil produksi untuk bergerak secara bebas.
Melansir analisis ekonomi yang dilakukan situs organisasi heritage.org, ada 5 grup yang membedakan masing-masing negara atas kebebasan ekonominya.
Grup tersebut antara lain kelompok ekonomi bebas, sebagian besar bebas, rata-rata bebas, sebagian besar tidak bebas, serta tertekan.
Kelompok negara yang ekonominya tergolong bebas antara lain menurut heritage.org Singapura, Hong Kong, Selandia Baru, Australia, Swiss dan Irlandia.
Sementara di deretan negara dengan ekonomi tertekan ada Korea utara, Timor Leste, Venezuela, dan 16 negara lainnya.
Rupanya Timor Leste berada di posisi tersebut tidak tanpa alasan.
Timor Leste mendapatkan nilai kebebasan ekonomi sebesar 45,9 dan ekonomi negaranya berada di urutan ke-171 untuk Index tahun 2020.
Nilai tersebut telah naik sebanyak 1,7 poin setelah meningkatnya skor hak properti.
Sementara itu, Timor Leste mendapatkan peringkat ke-40 di antara 42 negara di wilayah Asia-Pasifik, dan nilai keseluruhannya di bawah rata-rata regional dan dunia.
Ada sebab-sebab mengapa Timor Leste mendapatkan posisi di kelompok ekonomi tertekan.
Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) negara tersebut telah tumbuh dengan lemah semenjak tahun 2009.
Ekonomi Bumi Lorosa'e telah semakin bergantung kepada dana pemerintah, yang didapatkan dari Pendanaan Minyak dan Gas.
Salah satu kendala kebebasan ekonomi Timor Leste yang lain adalah korupsi besar-besaran, yang melemahkan integritas pemerintah dan membuat sistem yudisial tidak efektif.
Sayangnya, Komisi Anti-Korupsi tidak memiliki kedaulatan hukum untuk menangkap para pelaku korupsi, dan proses pengusutan kasus di masyarakat terus-terusan tidak jelas.
Semenjak Timor Leste merdeka dari Indonesia tahun 2002 silam, Bumi Lorosa'e memang kesulitan mencapai stabilitas politik.
Pasukan penjaga kedamaian PBB masih diperlukan di negara itu sampai 2012 lalu.
Presiden yang sekarang menjabat, Fransisco Guterres dan Perdana Menterinya Taur Matan Ruak telah bersitegang memperebutkan kekuatan politik.
Baca Juga: Salah Satunya Negara Asia Tenggara Ini, Berikut Daftar 10 Negara Paling Korup di Mata Warga Dunia
Timor Leste tetap menjadi satu negara termiskin di Asia dan sangat membutuhkan bantuan dari luar negeri.
Liberasisasi ekonomi selalu dihancurkan.
Minyak dan gas menyumbang lebih dari 95 persen pendapatan pemerintah, tapi diserahkan ke Dana Perminyakan yang memiliki aset 16,93 miliar Dolar AS pada akhir Juni 2018 lalu.
Aset tersebut senilai dengan 26.000 Triliun Rupiah.
Sayangnya, industri minyak dan gas tidak memberikan imbas banyak dalam penyediaan lapangan kerja.
Rezim hukum yang mengatur kepemilikan tanah dan properti di Timor Leste masih belum jelas.
Ketidakpastian tersebut diperparah oleh undang-undang pemerintahan yang bertentangan dari era Portugis, Indonesia dan pasca-kemerdekaan.
Kerangka hukum negara tersebut terlalu kompleks, seperti dituliskan dari laporan analisis heritage.org, dan mencerminkan silsilah membingungkan yang sama. Pengadilan pun tidak independen.
Korupsi dan nepotisme terus-terusan dilakukan, karena badan antikorupsi kekurangan dana untuk beroperasi secara efektif.
Sementara itu, pendapatan pribadi paling tinggi dan tarif pajak perusahaan adalah 10%.
Pemerintah mendapatkan penghasilannya sebagian besar dari proyek minyak dan gas lepas pantai di Laut Timor.
Keseluruhan beban pajak setara dengan 13.1% dari pendapatan domestik total.
Pemerintah sendiri telah menghabiskan 56.2% dari PDB selama 3 tahun terakhir, dan defisit dana rata-rata sebesar 23.7% dari PDB.
Utang publik setara dengan 5.4% dari PDB.
Undang-undang yang tidak lengkap, tidak jelas, dan tidak ditegakkan secara merata menyebabkan masalah bagi bisnis.
Pasar tenaga kerja tetap terbelakang, dan ekonomi formal belum melakukan diversifikasi di luar pengeboran minyak dan gas lepas pantai.
Ada rencana awal untuk mengembangkan fasilitas produksi pemrosesan gas.
Pendapatan minyak bumi memungkinkan pemerintah untuk merangsang konsumsi dalam negeri melalui subsidi langsung atau tidak langsung, tetapi diperlukan manajemen fiskal yang lebih baik.
Nilai total ekspor dan impor barang dan jasa sama dengan 121,0 persen dari PDB.
Tingkat tarif yang diterapkan rata-rata adalah 2,5 persen, tetapi lapisan hambatan nontarif tersebar luas.
Pembatasan kepemilikan tanah asing dan birokrasi yang bergerak lambat menghalangi investasi asing.
Sektor keuangan masih dalam tahap perkembangan yang baru.
Akses ke kredit tetap terbatas, dan sektor perbankan komersial tetap sangat kecil.
Catatan lain, dari total 1.3 juta penduduk, ada 3% penduduk menganggur, dengan tingkat inflasi Timor Leste sebesar 2.3%.
Perlu diingat, data ini berdasarkan analisis dari indeks kebebasan ekonomi yang mengacu dari heritage.org.
Data kemungkinan memiliki sedikit perbedaan dengan analisis ekonomi lainnya.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini