Penulis
Intisari-Online.com - Dari beberapa negara yang sedang berkonflik dengan China, kondisi Taiwan bisa dibilang paling berat.
Selain China begitu perkasa dan begitu dekat dengan negara ini, Negeri Panda sangat berambisi untuk menguasai Taiwan.
Tak heran jika pesawat-pesawat China sering mondar-mandir melintasi Taiwan.
Pertanyaannya, jika perang pecah, mampukah Taiwan bertahan atau malah menyerang balik China?
Seorang jenderal Taiwan menjawabnya.
Dia mengungkapkan bahwa negaranya pallng mentok bertahan dua minggu jika terjadi perang melawan China di kawasan selat.
Letnan Jenderal Yeh Jen-wen, perwira angkatan laut selama 32 tahun memberikan peringatan kepada Presiden Tsai Ing-wen agar "tak bermain dengan api".
Dikutip China Review, Dia menyoroti kebijakan pemerintahan Tsai yang meningkatkan belanja senjata dengan Amerika Serikat (AS).
Salah satunya adalah pembelian sistem rudal Harpoon senilai 2,37 miliar dollar AS, atau sekitar Rp 34 triliun, dilansir Newsweek pada Rabu (4/11/2020).
Kemudian pada Selasa (3/11/2020), Kementerian Luar Negeri AS menyetujui penjualan empat drone Reaper dengan harga 600 juta dollar AS (Rp 8,6 triliun).
Ini merupakan transaksi jual beli senjata kesepuluh yang terjadi antara Taiwan dengan AS sejak Presiden Donald Trump berkuasa pada 2017.
Berdasarkan UU Relasi Taiwan, Washington berkewajiban untuk menyediakan senjata yang membuat pulau itu bisa mempertahankan diri.
Tetapi berdasarkan argumentasi Yeh, rudal Harpoon yang bisa menjangkau jarak hingga 241 kilometer bisa dianggap senjata agresif.
"Pembelian terbaru terhadap Harpoon jelas mengancam kapal induk milik China dan upaya mereka untuk mengakses kawasan Pasifik," kata dia.
Mantan wakil komandan di angkatan laut itu menuturkan, pemerintahan Tsai dan Trump secara sengaja sudah "memprovokasi" Beijing.
Yeh mengeklaim jika Harpoon itu sampai didatangkan dan dipasang di lepas pantai, "Negeri Panda" jelas bakal bertindak karena mereka merasa terancam.
Dia menjelaskan dinamika di Selat Taiwan kini bukan lagi masalah strategi, namun psikologi. Dia memprediksi Beijing bakal mengambil tindakan.
Sang jenderal berkata politisi boleh mengucapkan sesuatu yang ambigu.
Namun tidak dengan dunia militer, di mana dia takut perang bisa terjadi kapan saja.
Menteri Pertahanan Yen De-fa menyatakan, mereka bisa menggerakkan sekitar 450.000 personel jika menghadapi perang dengan China di selat.
Yeh mencatat jumlah tersebut mencakup 185.000 tentara aktif dan 260.000 serdadu cadangan.
Tapi dalam pandangannya, mereka masih kalah jumlah.
"Taiwan hanya bisa bertahan selama dua minggu."
"Apakah kita mempunyai cukup pasukan? Kita harus mengajukan langkah hukum jika ingin kompetitif," paparnya.
Yeh juga menyebut laporan terbaru Kementerian Pertahanan AS per September, di mana anggaran militer China lebih besar 15 kali lipat dari Taipei.
Dia bukan satu-satunya pejabat militer yang mengeluhkan kurangnya persiapan mereka jika sewaktu-waktu harus menghadapi gempuran Beijing.
Mayor Jenderal Purnawirawan Hsiao Tien-liu berujar, pasukan mereka begitu kurang dalam hal persenjataan untuk mempertahankan selat.
"Bagaimana seorang prajurit bisa berperang jika dia tak punya cukup peralatan?"
"Apakah mereka harus bertempur dengan sapu?" keluhnya.
(Ardi Priyatno Utomo)
(Artikel ini telah tayang diKompas.comdengan judul "Jenderal Taiwan Sebut Negaranya Hanya Bisa Bertahan 2 Minggu jika Perang dengan China")