Penulis
Intisari-online.com -Bukan Donald Trump namanya jika tidak lakukan hal yang menggunakan kekuasaannya.
Banyak warga AS yang sudah takut jika Presiden AS ke-45 tersebut akan terapkan hal yang sama dalam pilpres AS 2020 ini.
Disadur dari Kompas.com, selama berminggu-minggu menjelang pemilu, Donald Trump telah mengatakan ia akan lakukan sesuatu jika selisih perolehan suara dalam pemilihan presiden tipis.
Ia akan terapkan cara licik layaknya preman kampungan, menuduh lawannya melakukan kecurangan pemilu dan berusaha mencuri kemenangan darinya.
Pada Rabu (04/11/2020) dini hari, dia melakukan itu: kendati jutaan surat suara yang sah belum selesai dihitung, ia mengumumkan kemenangannya sebelum waktunya.
"Kami sudah bersiap-siap untuk memenangkan pemilihan ini. Terus terang, kami sudah memenangkan pemilihan ini," kata Trump dalam pidato di Gedung Putih.
Tanpa memberikan bukti apapun, ia melanjutkan dengan klaim bahwa telah terjadi "kecurangan" pemilu.
"Ini penipuan besar-besaran di negara kita. Kita ingin hukum digunakan secara tepat.
Baca Juga: Heboh Netizen Sebut Jika Trump Menang Bakal Ada Perang Sipil Lagi, 'Aku Bebas Berbuat Apa Saja'
"Jadi, kita akan pergi ke Mahkamah Agung AS.
"Kita ingin semua pemungutan suara dihentikan."
"Memalukan, belum pernah terjadi, tidak benar"
Para pendukung Demokrat dan bahkan beberapa pendukung sang presiden segera merespons.
Saingan Trump dari Partai Demokrat, Joe Biden, mengatakan pemilu belum berakhir "sampai setiap surat suara dihitung".
"Kami berada di jalur untuk menang," tegasnya.
Manajer kampanye Biden, Jen O'Malley Dillon, menyebut pernyataan Trump "keterlaluan, belum pernah terjadi, dan tidak benar".
"Itu keterlaluan karena jelas-jelas merupakan upaya untuk merampas hak-hak demokrasi warga Amerika," katanya.
"Ini pertama kalinya terjadi karena belum pernah dalam sejarah kita seorang presiden Amerika Serikat berusaha untuk melucuti suara rakyat Amerika dalam pemilihan nasional."
Alexandria Ocasio-Cortez dari Partai Demokrat, yang memenangkan pemilihan kembali untuk kursinya di Kongres, mengecam klaim Trump sebagai "tidak sah, berbahaya, dan otoriter".
"Hitung suara. Hormati hasilnya," ujarnya dalam sebuah cuitan di Twitter.
Bahkan beberapa pendukung partai Trump sendiri, Partai Republik, menyuarakan kekhawatiran.
Salah satunya mantan Senator Republik dari Pennsylvania, Rick Santorum.
Santorum berkata ia "sangat terganggu" dengan komentar Trump.
"Menggunakan kata penipuan ... menurut saya itu salah," ujarnya di CNN.
Dan Ben Shapiro, komentator berhaluan konservatif dan kritikus Trump, dalam sebuah twit menyebut komentar Trump "sangat tidak bertanggung jawab".
Baca Juga: Agar Tidak Bingung, Berikut Panduan Sederhana Memahami Pilpres AS 2020 3 November Besok
Setelah Trump berbicara, Wakil Presiden Mike Pence mencoba menghaluskan ucapannya, menolak untuk mendeklarasikan kemenangan dan menegaskan bahwa semua suara yang diberikan secara sah akan dihitung.
"Sudah terlanjur"
Akan tetapi kerusakan sudah terlanjur terjadi, kata wartawan BBC di Amerika Utara, Anthony Zurcher.
"Terlepas Trump pada akhirnya menang atau kalah, ia telah mempermasalahkan pemilihan ini, karena ia mempertanyakan mesin demokrasi Amerika itu sendiri," kata Zurcher.
Pandemi virus corona menyebabkan lonjakan dalam jumlah pemilih AS yang memilih untuk memberikan suara mereka lebih awal lewat pos, yang memperpanjang waktu yang dibutuhkan untuk menghitung surat suara.
Di beberapa negara bagian, penghitungan surat suara mungkin perlu waktu berhari-hari.
Anthony Zurcher berkata pemilu AS kini memasuki "skenario kiamat yang ditakuti banyak warga Amerika, ketika presiden Amerika Serikat sendiri - dari Gedung Putih - memperkeruh penghitungan suara."
Trump telah mengatakan ia akan menolak untuk mengakui kekalahan jika ia kalah dalam pemilihan.
Dalam beberapa pekan terakhir, ini telah menyebabkan perdebatan yang sangat tidak biasa mengenai apakah angkatan bersenjata, dinas rahasia atau polisi akan dipanggil untuk secara paksa menurunkan presiden AS yang dibarikade di dalam Gedung Putih.
Khawatir kerusuhan
Persaingan ketat kini mengerucut pada segelintir negara bagian: Arizona, Wisconsin, Michigan, Pennsylvania, dan Georgia.
Setiap gugatan hukum harus melalui pengadilan negara bagian terlebih dahulu, sebelum diteruskan ke Mahkamah Agung.
Artinya, hasil pemilihan presiden AS 2020 berpotensi perlu waktu berhari-hari untuk diketahui.
Sementara itu, ada kekhawatiran bahwa ketidakpastian hasil bisa menimbulkan keresahan dalam bentuk protes dan bentrokan.
Bahkan saat hari pemilihan hampir berakhir, ada bentrokan dan ketegangan dalam protes yang diadakan di beberapa bagian negara, termasuk di depan Gedung Putih.
"Skenario terburuk mulai terwujud, dengan Biden mengklaim ia dalam jalur menuju kemenangan dan Trump melontarkan tuduhan tidak berdasar tentang penipuan dan kecurangan pemilu," kata Zurcher.
"Ini resep untuk perselisihan dan persengketaan di pengadilan yang berlarut-larut, berakhir dengan pendukung di pihak yang kalah merasa marah dan tertipu." (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pilpres AS: "Skenario Kiamat" yang Ditakutkan Rakyat Amerika Mulai Terwujud"
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini