Penulis
Intisari-online.com -Hakim Mahkamah Agung Amerika Serikat Ruth Bader Ginsburg meninggal Jumat kemarin.
Sosok wanita pemberani tersebut meninggal karena komplikasi kanker pankreas di usianya yang sudah 87 tahun.
Ginsburg adalah sosok terkenal dan tokoh penting di Mahkamah Agung AS.
Ia ditunjuk pada tahun 1993 oleh Presiden Bill Clinton dan beberapa tahun belakangan ini ia bertugas menjadi anggota paling senior di sayap liberal Mahkamah Agung.
Ia terus-terusan mengirimkan pemilihan progresif dalam isu paling sensitif seperti hak aborsi, pernikahan sesama gender, hak pemilu warga AS, imigrasi, asuransi kesehatan dan aksi afirmatif.
Sosoknya sangat menginspirasi sampai ia menjadi tokoh utama dalam film mengenai dirinya, berjudul On The Basis of Sex, tahun 2018 lalu.
Ginsburg muda dalam film itu diperankan oleh Felicity Jones, sedangkan suaminya, Martin D. Ginsburg, diperankan oleh aktor Amerika Armie Hammer.
Tidak dipungkiri, kematiannya sangat berdampak pada pemilu AS November mendatang.
Kematian yang kurang 7 minggu dari Pemilu Presiden membuka pertarungan politik mengenai masa depan Mahkamah Agung, itu satu hal.
Satu hal lagi, kematiannya akan menentukan apakah liberalisme di Amerika akan selamanya ikut terkubur bersamanya dan Amerika hancur karena Donald Trump, atau bisa bangkit kembali.
Mengutip CNN, Pemimpin Anggota Mayoritas Senat Mitch McConnell mengatakan jika calon hakim selanjutnya pilihan Presiden Donald Trump akan dipilih di kantor Senat AS.
Namun Ginsburg meminta kepada cucunya ia ingin penggantinya dipilih oleh presiden baru.
Pentingnya Mahkamah Agung dalam Pemilu AS
Pertarungan pemilihan Presiden AS memasuki babak baru dengan absennya Ginsburg.
Mahkamah Agung adalah satu institusi yang diperlukan dalam pemilu AS untuk memilih presiden yang baru.
Suara liberal Ginsburg kini bisa dibungkam oleh Donald Trump, dia bisa segera mencalonkan hakim-hakim pengganti Ginsburg atau tetap membuka kursi untuk periode kepresidenan berikutnya.
Dengan ini Trump mendapat keuntungan sebagai salah satu presiden paling signifikan dalam masa depan Amerika, baik ia memenangkan masa jabatan kedua atau tidak.
Pasalnya, Trump bisa melantik tiga hakim Mahkamah Agung dalam masa jabatan pertamanya, sepanjang sejarah sosok yang pernah melakukan itu adalah Presiden Richard M. Nixon.
Trump bisa menutup kekalahan terakhir di era liberal yang dimulai dari pemerintahan Roosevelt dan berjalan sampai pemerintahan Obama.
Mahkamah Agung yang dikuasai oleh Partai Republik pastinya akan memastikan program liberal apapun yang diajukan oleh Presiden Joe Biden (jika ia menang) atau presiden Demokrat lainnya akan ditolak bahkan sebelum diajukan ke publik.
Namun Trump harus lakukan ini dengan cepat, karena jika menunggu sampai masa jabatannya kedua dan ternyata ia kalah, maka Joe Biden yang akan menunjuk hakim Mahkamah Agung selanjutnya dan Republik akan hilang dari Mahkamah Agung.
Bagaimanapun terdapat banyak sekali implikasinya terhadap pemilihan presiden besok.
Utamanya adalah jika Mahkamah Agung dipanggil untuk memutuskan hasil pemilu AS 2020 seperti tahun 2000.
Jika calon yang didorong oleh Trump berhasil menjabat di kursi hakim Mahkamah Agung, maka ia akan memilih Trump untuk menjalankan masa jabatan kedua.
Sedangkan jika yang memenangkan kursi Mahkamah Agung berikutnya adalah Demokrat, maka kekuasaan mutlak akan jatuh ke Demokrat dan Republik tidak punya suara baik di pemerintahan legislatif maupun eksekutif dan judikatif.
Taruhan ini sangat tinggi, menyebabkan ketidakstabilan Amerika.
Tidak diragukan lagi, pemilu AS November besok adalah pemilu yang paling signifikan dalam puluhan tahun mendatang.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini