Penulis
Intisari-online.com -Presiden pertama Indonesia Soekarno terkenal memiliki petualangan cinta yang cukup memabukkan.
Dirinya dikenal memiliki banyak istri, bahkan ada istrinya yang merupakan warga negara Jepang.
Orang-orang mengira, Naoko Nemoto adalah satu-satunya wanita Jepang yang dinikahi oleh Soekarno.
Namun sebelum itu, cinta Soekarno rupanya pernah berlabuh di wanita Jepang yang lain.
Siapa sosok tersebut? Dan apa kabarnya sekarang?
Ialah Sakiko Kanase, wanita Jepang yang lebih dahulu mengambil hati Soekarno.
Ia dulunya adalah seorang model, dikenalkan kepada Soekarno di Kyoto pada 1958.
Hal tersebut dituliskan oleh akademisi Universitas Akita, Yoshimi Miyake dalam artikel berjudul Aspek Politik dan Budaya Kompensasi Perang Jepang Kepada Indonesia.
Akhir tahun 1958, Sakiko berangkat ke Jakarta menjadi perempuan simpanan Soekarno.
Ia terdaftar menjadi guru pribadi salah satu anak karyawan perusahaan Jepang bernama Kinoshita Trading Company di Jakarta, dan ia dipanggil sebagai Bu Basuki.
Pernikahan Sakiko bersama dengan Soekarno dilangsungkan di sebuah hotel di Tokyo.
Mengutip Tribunnews dalam laporan jurnalis Richard Susilo yang mewawancarai sahabat ibunda Sakiko Kanase, sahabat tersebut hadir dalam pesta pernikahan tersebut.
Sosok Yoshiko Sawada (80) menceritakan kesaksiannya melihat kedekatan Kanase dengan Soekarno.
Apakah anda kenal baik dengan Sakiko Kanase?
"Saya sahabat baik ibunya Sakiko, jadi kenal sekali dengan anak itu," kata Yoshiko kepada Tribunnews.com, Selasa (18/7/2017).
Apa benar Presiden Soekarno menikahi Sakiko?
"Lha, saya hadir saat pernikahan itu melihat sendiri pesta perkawinan tersebut di Tokyo ketika itu," kata dia.
Tidak salah itu Presiden Soekarno?
"Benar Presiden Soekarno tidak salah."
Di mana pesta nikah itu diselenggarakan?
"Di Hotel Daiichi di Ginza dan saat ini hotel itu juga masih ada di sana," tambahnya.
Lalu bagaimana kelanjutan Sakiko setelah menikah dengan Presiden Soekarno?
"Saya dengar dari ibunya, Sakiko dibawa ke Jakarta Indonesia tahun 1958 lalu berakhir dengan bunuh diri.
"Setelah itu barulah kawin kedua kali dengan wanita Jepang bernama Dewi Soekarno.
"Jadi Dewi adalah wanita Jepang kedua yang dikawini Soekarno," kata dia.
Mengapa sampai bunuh diri
Nasib tragis memang menjemput Sakiko di akhir hidupnya.
Di kediaman elit di bilangan Menteng, Jakarta, Sakiko mengakhiri hidupnya dengan mengiris urat nadinya pada 30 September 1959.
Saat itu ia sudah memeluk Islam dan namanya berubah menjadi Saliku Maesaroh, tapi kenyataannya ia justru mati muda.
Dalam sebuah buku Paradoks Revolusi Indonesia (2010), Lambet Giebels menyebut alasan Sakiko mengakhiri hidupnya adalah "malu lantaran hostesu kedua, Dewi, menjadi istri favorit Soekarno."
Hostes, nama pekerjaan wanita di klub malam. Pekerjaan tersebut sudah membanjir di Jepang, dan terbilang pekerjaan yang cukup mewah untuk para wanita Jepang.
Sakiko menurut majalah Vanity Fair volume 55 (1992: 133) pernah bekerja di klub malam bernama Benibasha di Tokyo, sedangkan Dewi juga pernah bernah bekerja di klub tersebut sebelum akhirnya pindah bekerja di klub Copacabana.
Dari sebuah catatan Masashi Nishihara dalam Sukarno, Ratna Sari Dewi dan Pampasan Perang 1951-1966 (1994), Dewi atau Naoko Nemoto lahir di tahun 1940 di Tokyo, menjadi anak perempuan ketiga dari seorang pekerja bangunan yang tidak begitu baik kondisi keuangannya.
“Naoko harus bekerja sebagai pramuniaga di perusahaan asuransi jiwa Chiyoda sampai dia lulus sekolah lanjutan pertama (SMP) pada 1955, tetapi setahun lebih sedikit sesudahnya, dia mengundurkan diri dan bekerja sebagai hostes klub malam,” catat Masashi.
Copacabana, tempatnya terakhir bekerja sebagai hostes, adalah klub yang kerap dikunjungi orang asing.
Soekarno 'digoyang' dua gundik Jepang
Petualangan cinta Sang Proklamator secara ironis memang menjadi kelemahan yang dilihat oleh pihak Jepang saat itu.
Rupanya, Sakiko dan Naoko merupakan salah dua dari empat perempuan yang disodorkan dua perusahaan Jepang kepada Soekarno usai kesepakatan pampasan perang Jepang kepada Indonesia disepakati.
Perusahaan pertama adalah Kinoshita Trading Companya milik Kinoshita Sigeru, perusahaan kedua adalah Tonichi Trading Company milik Kubo Masao. Kinoshita merupakan perusahaan kelas menengah, sedangkan Tonichi perusahaan kecil yang baru lahir 1952 silam.
Kehadiran kedua perusahaan dinilai janggal sebab proyek perbaikan pampasan perang itu terbilang proyek besar, seharusnya dikerjakan perusahaan sejelas Mitsui, Mitsubishi, Sumitomo Trading dan lainnya.
Nah, keduanya bisa mendekati Soekarno karena tidak hanya mengandalkan kedekatan politik dengan petinggi Jepang, tapi juga memanfaatkan kelemahan Soekarno yang mudah tertarik dengan wanita.
Kinoshita-pun sangat royal menyambut rombongan Soekarno dan partainya di Jepang pada 1958. Ia membelanjakan sekitar 100.000 dollar AS selama mereka tinggal. Akibat pemborosan ini Kinoshita gagal bersaing memperebutkan proyek yang didanai pampasan perang dengan perusahaan Mitsui.
Modal Kinoshita tak hanya perempuan dan hiburan. Perusahaan ini memiliki hubungan erat dengan Perdana Menteri Jepang kala itu, Nobusuke Kishi. Jejak Kishi pada Perang Dunia II cukup kuat. Pada 1944 ia menjadi salah satu menteri di Kabinet Jenderal Tojo. Pasca perang dunia II, ia didakwa sebagai penjahat perang dan dipenjara di Sugamo.
Setelah menghirup udara bebas, Kinoshita mengetahui Kishi tak dapat menduduki jabatan publik hingga 1952. Ia-pun menawarkan jabatan presiden perusahaan. Lantas pada 1952, Kishi duduk sebagai perdana menteri, kontak dengan Sukarno kemudian terjalin.
Berbeda dengan Kinoshita yang memiliki jejaring politik kelas atas, Perusahaan Tonichi bertemu dengan Soekarno dengan cara unik. Salah satu dewan direksinya yang memiliki jaringan dunia bawah tanah, Yoshio Kodama, memberikan perlindungan dengan mengerahkan pengawalan Yakuza ketika Soekarno melakukan kunjungan pribadi ke Tokyo pada 1958.
Keberhasilan ini membuat pemilik Tonichi, Kubo, memiliki akses pribadi kepada Soekarno. Ia-pun memperkenalkan Sukarno kepada Naoko Nemoto, gadis pekerja klub malam. Perkenalan ini dilanjutkan pertemuan dua kali di Hotel Imperial, Tokyo, Jepang.
Setelah Soekarno pulang ke Indonesia, mereka saling berkirim surat. Hingga Soekarno memutuskan mengundang Naoko ke Jakarta dan tinggal selama dua pekan dengan ditemani oleh Kubo. Kubo tahu perempuan adalah salah satu kelemahan Soekarno, ia-pun membawa dua perempuan Jepang lain.
Namun Naoko mengabarkan kepada Sukarno melalui surat yang ia kirimkan bahwa dirinya dimanfaatkan Kubo untuk kepentingan bisnis. Soekarno sendiri sudah terlanjur jatuh hati kepada Nemoto.
Kehadiran Naoko ini membuat Sakiko berkecil hati. Enam belas hari kemudian, dia bunuh diri. Kabar ini sempat membuat Sukarno menangis, namun ia tetap mengawini Naoko pada 1961 yang kemudian bernama Ratna Sari Dewi Sukarno.
Duduknya Dewi sebagai istri Sukarno membuatnya menggenggam bisnis pengusaha Jepang di Indonenesia. Kabarnya, setiap pengusaha Jepang yang ingin berinvestasi harus bertandang ke Wisma Yaso, rumah yang dibangunkan Soekarno untuknya. Wisma itu kemudian menjadi Museum Satria Mandala.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini