Find Us On Social Media :

Meski Rajanya Dilindingi Hukum yang Ketat dan Memiliki Status Seperti Dewa, Iniah Alasan Rakyat Thailand Murka Hingga Berani Melakukan Aksi Protes dan Tak Lagi Menghormati Raja Thailand

By Afif Khoirul M, Jumat, 23 Oktober 2020 | 14:15 WIB

Raja Thailand Vajiralongkorn dan ratu Suthida.

Dalam beberapa tahun terakhir, PBB telah meminta Thailand untuk mengamandemen undang-undang lèse-majesté yang kejam, tetapi hasilnya kecil.

Para pembangkang sekarang berisiko 'menghilang' sama sekali.

Ketika Raja Maha akhirnya kembali ke istana, minggu lalu, dia disambut oleh lebih dari 10.000 pengunjuk rasa, yang berbaris di Bangkok menuntut konstitusi baru.

Puluhan orang melecehkan Raja Maha dalam Rolls-Royce putihnya saat melewati jalan.

Raja Maha berang dan segera mengumumkan keadaan darurat.

Di matanya, demonstrasi ituadalah perubahan haluan yang mengejutkan bagi sebuah negara di mana orang-orang diajari sejak lahir untuk menyembah raja, memplester rumah, dan bangunan umum dengan gambarnya, merayakan Hari Ayah pada hari ulang tahunnya dan melompat berdiri untuk menyanyikan lagu kebangsaan.

Karena meski secara teknis, Thailand (seperti Inggris) adalah monarki konstitusional, dalam praktiknya struktur kuno masih ada.

Di bawah pemerintahan ayah Raja Maha, Raja Bhumibol, yang memerintah dari tahun 1946 hingga kematiannya pada tahun 2016, hal ini lebih mudah untuk diterima.

Bhumibol mungkin adalah raja terkaya di dunia, dengan gaya hidup yang serasi, tetapi rakyatnya percaya bahwa dia adalah pria yang baik dan semakin menghormatinya ketika, pada tahun 2005, dia membuka diri untuk dikritik dan berkata bahwa dia juga tidak sempurna.

"Saya juga harus dikritik," katanya.

"Saya tidak takut jika kritik itu menyangkut kesalahan saya. Raja bisa melakukan kesalahan."

Namun, ini tidak berlaku bagi putra satu-satunya yang menggantikannya.

Baca Juga: Peran Amerika di Balik Kebangkitan China: Amerika Tidak Membuat Apa-apa, Label 'Made in China' di Mana-mana