Penulis
Intisari-Online.com - Meskipun terus bersitegang dan berkonflik terbuka dengan pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, China lebih memilih kembali terpilihnya Trump dalam pemilihan presiden AS, ketimbang saingannya, Joe Biden.
Di bawah jargon "America first"-nya, Mr Trump telah menggambarkan China sebagai ancaman terbesar bagi AS dan demokrasi global.
Dia telah meluncurkan perang dagang besar-besaran yang telah merugikan China miliaran dolar, menekan perusahaan teknologi China dan meletakkan semua kesalahan pandemi virus corona kepada Beijing.
Namun demikian kemenangan Trump pada bulan November mendatang, akan memiliki keuntungan bagi China ketika Presiden Xi Jinping berusaha untuk mengukuhkan kebangkitan bangsanya sebagai negara adidaya global.
“Kepemimpinan China dapat menjadi kesempatan untuk meningkatkan kedudukan globalnya sebagai juara untuk globalisasi, multilateralisme, dan kerja sama internasional", kata profesor hubungan politik dan internasional dari Bucknell University di Pennsylvania, Zhu Zhiqun, seperti dilansir AFP, Rabu (21/10/2020).
Trump telah menarik Amerika dari kesepakatan komersial dan perjanjian iklim Asia-Pasifik yang luas, memberlakukan miliaran dolar tarif pada barang-barang China, dan menarik AS dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada puncak pandemi global.
Di bawah pemerintahan Trump, AS telah mundur, Xi telah melangkah maju di berbagai platform multilateral.
Xi juga membuat China terlihat lebih menyokong perdagangan bebas dan perang melawan perubahan iklim.
Presiden Xi telah mempresentasikan negaranya sebagai juara perdagangan bebas dan pemimpin dalam memerangi perubahan iklim, serta berjanji untuk berbagi vaksin Covid-19 potensial dengan negara-negara yang lebih miskin.
"Masa jabatan Trump kedua dapat memberi China lebih banyak waktu untuk bangkit sebagai kekuatan besar di panggung dunia," kata Prof Zhu.
Philippe Le Corre, seorang pakar China di Harvard Kennedy School di AS, setuju perpanjangan kebijakan “America first” Trump akan menjadi manfaat jangka panjang bagi Beijing.
Ketegangan AS-China mengambil panggung tengah di PBB karena Trump menuduh Beijing terkait 'wabah' Covid-19.
Di PBB, Xi Jinping mengatakan tidak ada niat China untuk melawan negara mana pun
"(Ini) sebagian memutus hubungan Washington dari sekutu tradisionalnya," tambahnya.
“Dan itu memberi China ruang untuk bermanuver.”
Editor Global Times, Hu Xijin mengatakan, nasionalis China telah secara terbuka bersorak, atau mencemooh Trump.
"Anda dapat membuat Amerika eksentrik dan dengan demikian akan membuat dunia akan makin membenci," ujar Hu Xijin, dalam Twitter.
"Anda membantu mempromosikan persatuan dan solidaritas di China."
Namun China tidak akan mungkin memenangkan banyak hal, jika Trump kalah dari penantangnya, Joe Biden.
Beijing khawatir Biden akan memperbarui kepemimpinan Amerika tentang hak asasi manusia, menekan China pada isu-isu Uighur, Tibet dan kebebasan di Hong Kong.
"Biden kemungkinan akan lebih tangguh daripada Trump pada isu-isu hak asasi manusia di Xinjiang dan Tibet," kata Prof Zhu dari Bucknell University.
(AFP/Straits Times)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Mengapa China Lebih Ingin Trump Menang Pilpres AS Ketimbang Biden