Advertorial
Intisari-Online.com - Pentagon menyampaikan bahwa Departemen Luar Negeri (Deplu) Amerika Serikat (AS) telah menyetujui penjualan persenjataan canggih senilai lebih dari 1,8 miliar dolar AS ke Taiwan.
Lembaga tersebut meninggalkan Kongres untuk memberikan otorisasi akhir, lantaran China mengecam kesepakatan itu sebagai aksi provokatif dan memperingatkan akan adanya aksi balasan.
Menurut Badan Kerjasama Keamanan Pertahanan AS yang memberitahu anggota parlemen tentang kesepakatan tersebut, transfer senjata yang diusulkan itu telah disertifikasi oleh Deplu AS pada hari Rabu kemarin waktu setempat.
Dikutip dari laman Russia Today, Kamis (22/10/2020), penjualan tersebut termasuk diantaranya peluncur roket yang dipasang di truk Lockheed Martin, Sistem Roket Artileri Mobilitas Tinggi (HIMARS), rudal udara ke darat jarak jauh yang diproduksi oleh Boeing serta peningkatan sensor untuk jet tempur F-16 Taiwan.
Semuanya sesuai dengan kebutuhan dan mencapai nilai lebih dari 1,8 miliar dolar AS.
Kesepakatan itu muncul di tengah laporan bahwa kesibukan transfer senjata lainnya ke Taiwan sedang dalam berbagai tahapan persetujuan.
Termasuk diantaranya drone MQ-9 Reaper canggih dan sistem pertahanan rudal pesisir, serta senjata lainnya senilai antara 5 hingga 7 miliar dolar AS.
Meskipun pemerintahan sebelumnya telah menandatangani kesepakatan serupa, Presiden AS Donald Trump telah mengawasi peningkatan transfer ke pulau itu.
Ia menjual total senjata senilai 15 miliar dolar AS sejak menjabat, menurut pejabat AS yang dikutip oleh Wall Street Journal (WSJ).
Sementara penjualan tiga sistem senjata pada hari Rabu kemarin masih membutuhkan otorisasi Kongres.
China menegaskan bahwa kesepakatan itu akan secara serius membahayakan kepentingan keamanan negaranya dan melemahkan hubungan antara AS dan China.
Tidak ada tindakan pencegahan khusus yang diusulkan, namun negara yang dipimpin Xi Jinping itu sebelumnya telah menjatuhkan sanksi pada produsen senjata AS setelah penjualan ke Taiwan, termasuk Lockheed Martin.
Transfer juga dilakukan saat AS meningkatkan operasi militernya di Laut China Selatan dan Timur, melakukan unjuk rasa reguler misi kekuatan menggunakan alat pembom jarak jauh, dan penerbangan mata-mata dengan pesawat pengintai serta pelayaran bebas navigasi.
Pekan lalu, sebuah kapal perusak Amerika transit di Selat Taiwan, terkait hal itu Pentagon menyatakan bahwa ini adalah 'misi rutin'.
Menanggapi hal tersebut, China pun memberi ultimatum dan memperingatkan bahwa pasukannya akan tetap dalam posisi 'siaga tingkat tinggi', setelah mengetahui adanya serangkaian operasi serupa di selat itu.
(*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul China Meradang, Deplu AS Beri Lampu Hijau Soal Kesepakatan Senjata dengan Taiwan