Penulis
Intisari-online.com -Buntut dari disahkannya UU Cipta Kerja oleh DPR RI, pihak yang 'kecewa' mau menjual Gedung DPR RI tersebut lewat situs belanja terkenal.
Menyikapi itu, Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar berharap Kepolisian melakukan penindakan tegas kepada pihak yang menjual gedung DPR di Online shop.
Indra menilai, penjualan gedung DPR di online shop hanya sebatas jokes atau lelucon dari proses pendewasaan masyarakat dalam menyikapi sesuatu keputusan.
Namun, hal tersebut tidak lazim karena gedung DPR merupakan Barang Milik Negara (BMN).
"Menurut saya Kepolisian juga harus mengambil tindak tegas. Ini kan BMN. Jadi jokes-jokes semacam itu saya kira tidak pada tempatnya," kata Indra di gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (7/10/2020).
Indra mengaku, tidak akan melaporkan pihak yang menjual gedung DPR dan menyerahkan persoalan tersebut kepada Kementerian Keuangan, sebagai bendahara umum negara.
"Jadi kalau ada yang melakukan informasi yang semacam itu, ya Kemenkeu dan Kepolisian yang menindaklanjuti," paparnya.
Di sisi lain, Indra memahami jika ada pihak yang kecewa dengan keputusan DPR mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang.
Tetapi, Indra menyebut ada juga pihak yang pro dengan undang-undang tersebut.
"Yang kecewa barangkali ada, yang mendukung juga ada," ucap Indra.
Diketahui, sejumlah online shop seperti Shopee, Bukalapak, dan Tokopedia dengan harga mulai Rp 2.500 sampai Rp 123 juta.
Penjualan gedung DPR ini menyusul keputusan DPR yang mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang. (Tribunnews.com)
Sejarah gedung DPR/MPR
Masa menjelang reformasi pada tahun 1998, Gedung DPR diduduki oleh mahasiswa yang berasa dari berbagai kampus.
Total dari 54 kampus ribuan mahasiswa turun dan menduduki gedung DPR/MPR RI untuk melengserkan Presiden Soeharto pada reformasi 18 Mei 1998 silam.
Gedung ini menjadi saksi bisu lahirnya reformasi dan tumbangnya orde baru di Indonesia.
Masih berdiri kokoh di Senayan, gedung ini sudah berumur 54 tahun.
Bung Karno menjadi pencetus pembangunan gedung yang beratap hijau.
Kala itu, Presiden Soekarno berencana menggelar Conference of the News Emerging Forces (CONEFO), yang merupakan wadah dari semua News Emerging Forces.
Conefo dimaksudkan sebagai saingan terhadap Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).
Adapun beberapa anggotanya berasal dari berbagai negara, antara lain negara-negara di Asia, Afrika, Amerika Latin, negara-negara sosialis, negara-negara komunis, dan semua Progressive Forces dalam kapitalis.
Proyeknya digarap pemenang sayembara, yaitu tim dari Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik yang dipimpin Sujudi Wirjoatmodjo, arsitek jebolan Technische Universitat Berlin Barat.
Pemancangan tiang pertama pada 19 April 1965.
Pembangunan terhenti karena meletus peristiwa Gerakan 30 September 1965.
Pada 9 November 1966, Soeharto sebagai ketua Presidium Kabinet Ampera, menginstruksikan untuk melanjutkan proyek pembangunan gedung CONEFO, tetapi peruntukkannya akan menjadi gedung parlemen.
Keputusan ini diambil setelah proyek gedung DPR GR di Lapangan Banteng terhenti.
CONEFO sendiri dibubarkan oleh Suharto pada tanggal 11 Agustus 1966.
Melalui proses pembangunan yang cukup lama, akhirnya pembangunan Gedung MPR/DPR RI bisa diselesaikan pada 1 Februari 1983.
Gedung DPR/MPR RI memiliki luas sekitar 80.000 meter persegi.
Kompleks parlemen terdiri dari lima gedung.
Gedung-gedung dalam kompleks parlemen dulunya dinamai dari bahasa Sansekerta.
Tak jarang, nama-nama ruangan ini salah diucapkan oleh anggota parlemen.
Baca Juga: Dari Domba Hingga Merak, Inilah 6 Hewan yang Jadi Kendaraan Para Dewa dan Dewi
Akhirnya pada 14 Desember 1998 memutuskan penggantian nama gedung-gedung DPR/MPR.
Gedung-gedung yang menggunakan bahasa Sansekerta pun berubah: Grahatama menjadi Gedung Nusantara, Lokawirasabha Tama (Gedung Nusantara I), Ganagraha (Gedung Nusantara II), Lokawirasabha (Gedung Nusantara III).
Selain itu, Pustakaloka (Gedung Nusantara IV), Grahakarana (Gedung Nusantara V), Samania Sasanagraha (Gedung Sekretariat Jenderal DPR RI), dan Mekanik Graha (Gedung Mekanik).
Gedung DPR yang berdiri tegak di kawasan Senayan kini masih menjadi tempat kerja para wakil rakyat.
Gedung DPR/MPR juga dijadikan sebagai tempat pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih.
Salah satunya yang hari ini dilakukan yaitu melantik Joko Widodo dan Ma'ruf Amin.
Gedung DPR juga menerima para pengunjung untuk melakukan studi wisata.
Pengunjung mesti melakukan sejumlah prosedur untuk bisa masuk.
Selama melakukan tour building pengunjung diberikan penjelasan tentang sejarah DPR RI, sejarah gedung dan arti hiasan – hiasan atau ornamen yang terdapat pada gedung DPR RI. (Yana Gabriella Wijaya)
Artikel ini telah tayang di Tribunjabar.id dengan judul "Viral Gedung DPR RI Dijual di Toko Online, Harganya Rp 2.500 sampai Rp 123 Juta"dan "Sejarah Gedung DPR/MPR, Tempat Pelantikan Presiden 2019"
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini