Find Us On Social Media :

Punya Militer Terlemah di Dunia, Negara Ini Malah Jadi Negara Paling Bahagia di Dunia, Tak Punya Lampu Merah dan Perdana Menterinya Jadi Dokter saat Akhir Pekan

By Ade S, Rabu, 7 Oktober 2020 | 16:17 WIB

Punya Militer Terlemah di Dunia, Negara Ini Malah Jadi Negara Paling Bahagia di Dunia, Tak Punya Lampu Merah dan Perdana Menterinya Jadi Dokter saat Akhir Pekan

Intisari-Online.com - Sebuah negara yang diklaim memiliki militer terlemah di dunia malah dilabeli sebagai negara paling bahagian di dunia.

Menariknya lagi, negara ini bahkan memiliki sebuah kota tanpa satu pun lampu lalu lintas, penjualan tembakau dilarang, dan siaran televisi dilaporkan hanya diizinkan pada 1999

Bahkan saat hampir semua negara di dunia menjadikan pertumbuhan ekonomi sebagai rapor keberhasilan, negara ini malah menggunakan indeks kebahagiaan.

Termasuk di dalamnya adalah menjaga lingkungan dengan menjadikan konservasi lingkungan sebagai pilar negara.

Baca Juga: 'China Tidak Bisa Jadi Lebih Baik dari India', Berkat Kekuatan yang Dimiliki India Ini, Para Pimpinan Militer Yakin Mereka Dapat Menaklukkan Tiongkok dalam Pertempuran

Terbukti, negara ini dilaporkan mendapat skor negatif dalam urusan emisi karbon, dengan konstitusi negara mewajibkan 60 persen dari wilayah tetap berupa hutan.

 

Negara ini juga dikenal karena akowisata yang besar dengan setiap pengunjung bakal ditarik biaya hingga 250 dollar AS, sekitar Rp 3,5 juta, saat puncak kunjungan.

Belum lagi fakta bahwa Perdana Menteri negara ini juga kerap bekerja sebagai dokter di akhir pekan. Dengan alasan untuk melepas stres.

Negara apa yang dimaksud? 'Selemah' apa juga militernya? Simak ulasannya berikut ini.

Baca Juga: Pamer Kekuatan Militer dengan Rilis Video Musik 'Heavy Metal', Kekuatan Militer Azerbaijan Justru Disebut Berbeda dengan Nyatanya

Pada sebuah Sabtu di Bhutan, Dokter Lotay Tshering baru saja menyelesaikan operasi pemulihan kandung kemih di Rumah Sakit Nasional Jigme Dorji Wangchuck.

Namun Tshering bukanlah dokter biasa. Pada pekan biasa, dia adalah seorang perdana menteri kerajaan di Himalaya yang dikenal dengan "Kebahagiaan Nasional Bruto (GNH)" itu.

"Bagi saya, ini adalah pelepas stres," ujar PM yang menjabat pada 7 November 2018, dalam pemilu ketiga sejak Bhutan mengakhiri monarki absolut pada 2008.

"Ada yang melepas stres dengan bermain golf. Ada yang berkuda. Bagi saya, pelepas stres dengan berpraktik sebagai dokter," ujar Tshering dilansir AFP via Asia One Kamis (9/5/2019).

Tidak ada yang terkejut ketika sang PM yang juga dokter itu berjalan di koridor rumah sakit sambil mengenakan jas kerja. Perawat maupun staf bekerja seperti biasa.

Sang pasien, pria 40 tahun bernama Bumthap berkata dia sangat puas dengan pengobatan yang diberikan Tshering. "Setelah saya dioperasi PM yang merupakan dokter terbaik, saya lega," pujinya.

Berlatih di Bangladesh, Jepang, Australia, dan AS, Tshering memulai karir politik pada 2013. Namun, partai yang dipimpinnya saat itu kalah dalam pemilu.

Raja Jigme Khesar Namgyel Wangchuck kemudian memerintahkan Tshering untuk memimpin tim dokter dengan bantuan kerajaan ke desa terpencil guna menyedikan pengobatan gratis.

Baca Juga: Dikira Bakal Compang-camping Pasca Uni Soviet Runtuh, Justru Militer Rusia Jadi Semakin Kuat, Bahkan Punya Lebih Banyak Nuklir Mematikan daripada AS dan Inggris!

Kini setelah menjadi perdana menteri, dia menghabiskan Sabtu dengan mengobati pasien.

Kemudian Kamis dia memberi konsultasi medis untuk dokter dan peserta pelatihan.

Adapun Minggu merupakan waktunya bersama keluarga. Dia mengatakan saat berkampanye, dia berjanji bakal fokus kepada peningkatan layanan kesehatan.

Thimphu mengalami peningkatan grafik di sektor harapan hidup, penurunan kematian pada bayi, maupun pencegahan pada banyak penyakit menular.

Meski begitu, PM berusia 51 tahun itu menuturkan masih ada tantangan seperti diabetes dan kecanduan alkohol yang merupakan penyakit gaya hidup masih tetap tinggi.

"Meski terkesan lambat, saat ini kami sudah mulai memberikan perhatian kepada layanan kesehatan di tingkat kedua maupun yang bersifat tersier," terang dia.

Politik, kata Tshering, seperti dunia medis. Jika dalam dunia kedokteran dia memindai dan mengobati pasien, di politik dia meninjau layanan kesehatan dan berusaha meningkatkannya.

"Saya bakal melaksanakan peran ini hingga saya meninggal atau tidak bisa lagi menjalankannya dan bakal merindukan momen seperti ini lagi," tukas dia.

 

Baca Juga: Sempat Jadi 'Biang Kerok' Konflik di Mediterania Timur, Turki Ternyata Pernah Masuk 3 Besar Kekuatan Udara Dunia Setelah AS dan Inggris, Inilah Pesawat Tempur yang Pernah Dimiliki Turki hingga Kini

Lalu bagaimana dengan militernya? Di tengah dunia yang dipenuhi perselisihan bahkan peperangan, negara ini seolah tak berniat untuk benar-benar mengembangkan militernya.

Meski memiliki 75.000 personel militer, negara ini tidak memiliki satupun tank dan pesawat tempur.

Anggaran militernya? Hanya 10 juta dollar AS atau Rp 140,9 miliar.

Bandingkan dengan anggaran pertahanan Indonesia pada 2020 yang mencapai Rp140 triliun.

Dengan kata lain, anggaran pertahanan negara Bhutan hanya 0,1 % dari anggaran militer Indonesia.

Maka tak aneh, jika negara ini berada di posisi paling buncit (136) dalam daftar kekuatan militer dunia versi Global Firepower 2018.

Tapi, untuk apa militer kalau pada akhirnya negara ini bisa menjamin warganya bahagia bukan?

 

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Saat Akhir Pekan, Perdana Menteri Bhutan Ini adalah Seorang Dokter", Klik untuk baca: https://surabaya.kompas.com/read/2019/05/10/08272301/saat-akhir-pekan-perdana-menteri-bhutan-ini-adalah-seorang-dokter?page=all.Penulis : Ardi Priyatno UtomoEditor : Ardi Priyatno Utomo