Penulis
Intisari-Online.com -Konflik Turki-Yunani membuat Laut Mediterania memanas selama berminggu-minggu.
Kini konflik mulai sedikit mereda setelah Turki menarik pulang kapal survei Oruc Reis dari perairan sengketa.
Ditariknya Oruc Reis dari Laut Mediterania disambut baik oleh pemerintah Yunani.
Pasalnya kapal survei Oruc Reis yang penelitiannya di daerah sengketa di Mediterania timur telah menjadi akar permasalahan antara Ankara dan Athena.
Bahkan bisa berujung bentrokan bersenjata akibat Oruc Reis.
Kini kapal survei seismik itu telah kembali ke perairan dekat Turki di bagian selatan dan Yunani menilai itu adalah langkah pertama yang positif.
Terlepas dari konflik tersebut, Turki ternyata pernah menjadi kekuatan tiga besar dunia.
Pasca-Perang Dunia II, Turki memutuskan bergabung dengan NATO (1952). Sejak itu, kekuatan udaranya semakin berkembang, bahkan menjadi kekuatan tiga besar dunia setelah AS dan Inggris.
Pesawat tempur yang dimiliki AU Turki saat itu antara lain T-33A, F-84 F Thunderstreaks, F-100 Super Sabre, F-102 Delta Dagger, dan F-104 Starfighter.
Setelah menahan diri untuk tidak berperang, secara tak terduga pada 1974, pasukan Turki yang didukung penuh AU Turki menyerbu dan berhasil menguasai Cyprus Utara. Sebuah kawasan strategis yang diklaim oleh Yunani sebagai kedaulatannya.
Akibat invasi Turki itu, hingga saat ini dua negara yang sama-sama menjadi anggota NATO itu saling bersitegang dan menggelar alat-alat tempur masing-masing.
Salah satu kekuatan yang digelar Turki adalah puluhan jet tempur F-16 yang secara rutin berpatroli di atas laut Aegea.
Sementara untuk kekuatan daratnya Turki menyiapkan 4.000 tentara dan ratusan tank.
Memasuki 1980-an, ketika generasi pesawat jet tempur ketiga mulai dioperasikan AS dan Uni Soviet, AU Turki juga tak mau ketinggalan.
Selain membeli ratusan jet tempur generasi ketiga seperti F-16, angkatan udara Turki juga melaksanakan reorganisasi serta mengembangkan pabrik pesawat. Namanya Turkey Aircraft Industry (TAI), tujuannya untuk memproduksi F-16 Fighitng Falcon Block 30, 40, dan 50.
Berdasar lisensi dari AS, TAI, juga pembuat pesawat F-16 Turki versi lokal.
TAI ternyata tak hanya memproduksi F-16 di dalam negeri namun juga diizinkan oleh AS untuk mengekspornya.
Paling tidak sebanyak 46 unit F-16 buatan TAI telah dibeli Mesir.
Dengan mendapat lisensi dari Lockheed Martin, Turki menjadi lima besar negara di dunia yang bisa memproduksi F-16 Fighting Falcon sekaligus sanggup memperkuat kekuatan udaranya dengan ratusan F-16.
Selain memiliki ratusan F-16 dan kemampuan meng-upgrade lewat pabrik pesawat TAI, Turki masih mempunyai ratusan pesawat tempur keluaran tahun 1965, seperti 200 unit F-5 yang dibeli dari berbagai negara seperti AS, Norwegia, Belanda, Libia, dan Taiwan.
Turki berminat membeli F-5 dalam jumlah ratusan karena pesawat-pesawat tempur buatan AS bisa di-upgrade ke teknologi F-16 di pabrik pesawat TuAF.
Sementara sekitar 200 unit F-4 E yang pernah diterima Turki sejak 1974 juga menjalani program upgrade dan sanggup dioperasikan di medan tempur modern hingga tahun 2020.
Ratusan F-4 E yang sudah merekaupgradekemudian dinamai F-4E 2020 Terminator.
Dengan kesiapan pesawat tempur yang maksimal, pada 1995 AU Turki dipercaya oleh PBB untuk menjalani misi tempur Operation Deliberate Force bersama pesawat-pesawat NATO di Bosnia.
Tahun 1999 dua skuadron jet tempur F-16 Turki kembali dikirim ke Bosnia lewat operasi tempur bersandi Operation Allied Force hingga 2006.
Pada tahun itu juga pemerintah Turki kembali mengucurkan dana sebesar 150 juta dolar AS untuk memperkuat kekuatan udaranya dengan membeli pesawat-pesawat baru.
Persenjataan dan jet tempur terbaru memang sangat dibutuhkan Turki mengingat pada 1998, militer Cyprus mulai menempatkan rudal antipesawat buatan Soviet, S-300.
Memasuki tahun 2010-an, Turki makin menggencarkan program modernisasi pesawat tempurnya.
Mereka bekerja sama dengan Lockheed Martin untuk menggarap jet tempur paling mutakhir F-35 Joint Strike Fighter (JFS).
Investasi Turki untuk turut dalam program pembuatan F-35 sekitar 75 juta dolar AS dan penandatangan program kerja sama yang akan dilanjutkan pemebelian 150 F-35 itu telah dilakukan pada Juli 2002.
Tak hanya fokus pada produksi dan peningkatan jet tempur, industri pesawat terbang Turki, Turkish Aerospace Industries, lewat program Phoenix II, juga memproduksi helikopter tempur AS 532 Cougar.
Pada tahun itu pula Turki menandatangani kontrak membeli empat pesawat peringatan dini senilai 1 milliar dollar AS, bernama Boeing 737-700 Airborne Early Warning & Control.
Satu unit Boeing 737 AEW & C dikirim telah dikirim ke Turki pada 4 Juni 2008.
Pada 2018 ini, Turki seharusnya sudah mulai menerima pesawat-pesawat F-35 dari AS yang terkenal sangat canggih itu.
Tapi karena sedang menghadapi masalah politik dan ekonomi dengan AS, untuk sementara pengiriman F-35 menjadi tertunda.
Namun demikian meski belum bisa mendapatkan F-35, kekuatan udara Turki masih sangat mematikan jika dipergunakan dalam pertempuran di kawasan Eropa dan Timur Tengah.
Agustinus Winardi