Penulis
Intisari-Online.com - Warga Indonesia dibuat resah.
Belum usai permasalahan pandemi virus corona (Covid-19), kini mereka juga diduga akan menghadapi bencana alam lainnya.
Kali ini dilaporkan ada potensi tsunami mengancam warga di Selatan Pulau Jawa.
Dilansir dari kompas.tv pada Senin (28/9/2020), potensi tsunami itu diklaim akan setinggi 20 meter dan akan sangat berbahaya jika benar-benar terjadi.
Salah satu mitigasi yang sering disosialisasikan oleh berbagai pihak yakni skema 20-20-20.
Apa itu skema mitigasi 20-20-20?
Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Rahmat Triyono menerangkan, skema 20-20-20 sebagai skema mitigasi bencana gempa dan tsunami telah melalui berbagai riset dan kajian.
"Jadi saya kira ini (skema 20-20-20) masih sangat relevan untuk digunakan," kata Rahmat, Minggu (27/9/2020), sebagaimana dikutip dariKompas.com.
Menurut Rahmat, skema ini adalah pedoman mitigasi bencana bagi masyarakat awam, terutama yang tinggal di kawasan pesisir pantai.
"Prinsip 20-20-20 merupakan skema mitigasi bencana gempa dan tsunami yang mudah diingat dan dipahami masyarakat," ungkap Rahmat.
Skema tersebut menjelaskan jika masyarakat merasakan guncangan selama 20 detik, maka setelah itu harus mengevakuasi diri.
Sebab, dalam 20 menit potensi tsunami akan terjadi.
Selanjutnya, masyarakat diimbau lari menjauhi pantai menuju tempat yang lebih tinggi, dengan ketinggian minimal 20 meter.
"Sosialisasi dan edukasi gempa memang harus dilakukan dengan cara-cara pendekatan yang mudah dipahami seperti dengan skema tersebut."
"Jadi saya kira skema ini masih relevan diterapkan," jelas Rahmat.
Tetap Siaga
Sebelum hasil riset para peneliti di Institut Teknologi Bandung (ITB) dipublikasikan secara resmi, tahun lalu kabar potensi tsunami 20 meter mengintai pulau Jawa telah lama tersiar dan menjadi viral.
Menanggapi kabar viral tersebut, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyampaikan dalam menghadapi potensi bencana gempa dan tsunami, masyarakat diimbau untuk tetap siaga.
Seperti diberitakan Kompas.com pada Minggu (21/7/2019) lalu, Agus Wibowo yang sebelumnya menjabat sebagai Plh Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB mengatakan masyarakat yang tinggal di pinggir pantai dapat menerapkan prinsip 20-20-20.
Apabila tidak ada daerah dengan ketinggian minimal 20 meter, maka dalam proses evakuasi, gedung tinggi di pinggir pantai juga dapat digunakan.
Asalkan bangunan tersebut masih berdiri kokoh setelah gempa berhenti.
Agus yang saat ini menjabat sebagai Direktur Pengembangan Strategi Penanggulangan Bencana BNPB, mengungkapkan, ciri bangunan yang memiliki kualitas tahan gempa yang baik, yakni yang sudah diuji oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Riset ITB Tsunami 20 Meter
Potensi tsunami setinggi 20 meter yang mengancam Selatan Jawa, berdasarkan riset peneliti ITB terjadi akibat potensi aktivitas gempa besar yang terdeteksi berdasarkan data inversi GPS.
Salah satu peneliti riset ITB ini, Endra Gunawan mengatakan, berdasarkan analisis dua aspek studi, seandainya wilayah Selatan Jawa bagian barat, tengah, dan timur, terjadi gempa besar secara bersamaan, maka akan memicu gempa berkekuatan magnitudo 9,1.
"Kemudian dari informasi tersebut, kami modelkan potensi tsunaminya, dan muncullan (potensi tsunami) 20 meter di Jawa bagian barat, dan 10 meter di Jawa bagian tengah dan timur," ungkap dosen Teknis Geofisika ITB ini.
Lebih lanjut Rahmat menjelaskan sejak tsunami Aceh pada 2004 silam, secara langsung telah meningkatkan mitigasi tsunami maupun gempa bumi pada masyarakat, terutama yang tinggal di sekitar pantai.
"Tidak hanya tentang skema mitigasi 20-20-20."
"Sejak tsunami Aceh, masyarakat mulai sadar bahwa begitu ada gempa, yang terpikir adalah tsunami."
"Bahkan, sumber gempa bumi di darat dan BMKG tidak merilis peringatan tsunami."
"Namun warga pesisir pantai langsung akan lari menjauhi pantai," ungkap Rahmat.
(fadhilah)
(Artikel ini sudah tayang di kompas.tv dengan judul "Mengenal Skema 20-20-20 untuk Mitigasi Tsunami Selatan Pulau Jawa, BMKG: Masih Relevan")