Find Us On Social Media :

Timor Timur di Tahun 1974, Dianggap Bakal Jadi 'Duri' Bagi Indonesia oleh Soeharto, Tapi Dianggap Tak Layak untuk Merdeka oleh Australia

By Khaerunisa, Jumat, 18 September 2020 | 17:15 WIB

Gough Whitlam - Soeharto

Intisari-Online.com - Timor Leste pernah menjadi bagian dari Indonesia antara tahun 1975 hingga 1999.

Bergabungnya Timor Leste dengan Indonesia terjadi melalui invansi tentara Indonesia terhadap Bumi Lorosae.

Hal itu dilakukan setelah Portugis meninggalkan Timor Leste, wilayah jajahannya selama ratusan tahun.

Rupanya bergabungnya Timor Leste dengan Indonesia tidaklah melewati keputusan yang mudah.

Baca Juga: Ditembak Lima Kali dalam Pertempuran Timor Leste hingga Rasakan Penjara Indonesia, Inilah Berliku, 'Si Burung Bernyanyi' Penyampai Berita Perjuangan Bumi Lorosae

Melansir The Strategist (28/1/2020), Australia menjadi negara yang terlibat dalam pengambilan keputusan tersebut.

Hal itu diungkapkan dalam buku kebijakan Canberra, dari invasi hingga kemerdekaan, dipamerkan dengan dirilisnya catatan kabinet pemerintahan Howard untuk tahun 1998 dan 1999 oleh National Archives of Australia .

Awal ceritanya adalah di Australia dan bergabungnya Timor Portugis dengan Indonesia tahun 1974–1976.

Merupakan sebuah buku, laporan dan kiriman setebal 900 halaman, yang menunjukkan perdana menteri yang kuat, Gough Whitlam, memaksakan kehendaknya sementara Departemen Luar Negeri menderita dan resah.

Baca Juga: Menyoal Kapan Berakhirnya Pandemi Covid-19, Mari Buka Sejarah Mengenai Bagaimana 5 Pandemi Terburuk dalam Sejarah Berakhir

Diceritakan bahwa dalam pertemuan dengan Soeharto pada bulan September 1974, Whitlam meninggalkan catatan peringatan yang menyatakan bahwa Timor Timur harus berintegrasi dengan Indonesia.

"Timor Portugis terlalu kecil untuk merdeka. Secara ekonomi tidak layak. Kemerdekaan tidak diinginkan di Indonesia, Australia, dan negara-negara lain di kawasan" ujarnya.

Menurut catatan laporan itu, Whitlam menawarkan dua pemikiran dasar.

Pertama, dia percaya bahwa Timor Portugis harus menjadi bagian dari Indonesia.

Baca Juga: Temukan Benda Terbungkus Alumunium Foil, Pekerja Kontruksi Ini Ketakutan Bukan Main Setelah Membukanya, Melihat Benda yang Lebih Mengerikan daripada Mayat Manusia

Kedua, hal tersebut harus terjadi sesuai dengan keinginan rakyat Timor Portugis yang diungkapkan dengan baik.

Whitlam yang saat itu menjabat sebagai Perdana Menteri Australia menekankan bahwa ini belum menjadi kebijakan Pemerintah (Australia) tetapi kemungkinan besar akan menjadi seperti itu.

Sementara itu, diungkapkan bahwa Soeharto menjawab dengan pendapat lain.

Menurutnya, Timor Timur bisa menjadi 'duri di mata Australia dan duri di punggung Indonesia'.

Baca Juga: Pandemi Tak Menghalangi Permusuhan Mereka, Kim Jong-un Lakukan Hal Ini Gara-gara Tak Sudi Warga Korut Pakai Masker yang Diduga Buatan Korsel

Duta Besar Australia untuk Jakarta, Richard Woolcott, menulis bahwa Canberra harus memutuskan antara 'idealisme Wilsonian dan realisme Kissingerian'.

Sementara Duta Besar Australia di Portugal, Frank Cooper, mempertanyakan kerugian akibat mengorbankan Timor Lorosa'e ke Indonesia kepada Australia.

"Pertanyaan yang akan ditanyakan banyak orang bukanlah apakah kita dapat hidup dengannya tetapi apakah kita dapat hidup dengan diri kita sendiri," katanya.

Keinginan Whitlam agar Timor Leste bergabung dengan Indonesia dan tidak berdiri sebagai sebuah negara sendiri bukan tanpa alasan.

Baca Juga: Sering Disajikan dalam Mie Panjang Umur, Ini Manfaat Telur Puyuh, dari Cegah Penyakit Kronis Hingga Tingkatkan Kesehatan Jantung

Kepala Urusan Luar Negeri, Alan Renouf , menulis bahwa Whitlam mengubah posisi Australia dengan mengadopsi kebijakan dua cabang ketika dua poin tidak dapat didamaikan.

"Whitlam tentu tidak ingin ada lagi negara mini yang dekat dengan Australia di Asia Tenggara atau Pasifik Selatan . Karena itu, dia tidak menginginkan Timor Timur merdeka; merger dengan Indonesia adalah satu-satunya jawaban," ungkapnya.

Sementara itu, sebulan kemudian, mayor jenderal yang bertanggung jawab atas operasi khusus Indonesia menyatakan bahwa sampai kunjungan Whitlam ke Jakarta, mereka masih ragu-ragu tentang Timor.

Namun, dukungan Perdana Menteri Whitlam tentang gagasan penggabungan Timor ke Indonesia telah membantu mereka mengukuhkan pemikiran mereka sendiri dan menjadi sangat yakin akan hal tersebut.

Baca Juga: Bukan Push Up atau Nyapu Jalanan, Warga yang Tak Mau Pakai Masker di Sini Akan Dipaksa Menggali Kuburan untuk Korban yang Meninggal Akibat Covid-19, Masih Mau Melanggar?

Satu paralel antara era invasi dan kemerdekaan adalah peran perdana menteri Australia yang kuat yang mengubah pemikiran Jakarta tidak sesuai dengan yang dimaksudkan, dikutip dari The Strategist.

Ya, bukan hanya terkait kebijakan Indonesia untuk menginvansi Timor Leste, Australia akhirnya juga terlibat dalam lepasnya Timor Leste dari Indonesia, saat era Perdana Menteri John Howard.

Dari Perdana Menteri Whitlam hingga Howard memiliki persamaan, yaitu kebijakan Australia adalah bahwa Timor Lorosa'e harus menjadi bagian dari Indonesia.

Namun, apa perbedaannya?

Baca Juga: Aksinya Bikin Geleng-geleng Kepala, India Punya Rencana Nyeleneh Untuk Bangkitkan 'Senjata' yang Berusia 10.000 Tahun di Daerah Konflik dengan China

Menurut catatan, pada bulan Desember 1998, Howard menulis kepada Presiden Indonesia BJ Habibie, menyarankan Indonesia mempertimbangkan tentang tawaran otonomi kepada Timor Timur.

Menurut Donald Greenlees, surat itu merupakan upaya berisiko tinggi untuk membantu melegitimasi kekuasaan Indonesia.

"Namun itu adalah salah satu intervensi paling menentukan dalam sejarah salah satu hubungan terpenting Australia. Meskipun ada upaya oleh beberapa dari mereka yang terlibat untuk mengklaim secara retrospektif bahwa itu sukses, itu gagal dengan caranya sendiri. Kita tidak boleh melupakan apa yang salah," katanya.

Ketika Habibie menanggapi dengan melakukan sebaliknya, yang akhirnya menjadi pemungutan suara PBB pada tanggal 30 Agustus 1999, Canberra mendapati dirinya menuju krisis karena tujuan strategisnya disulap lalu disesuaikan kembali.

Baca Juga: Penggunaan Kacamata Bisakah Mencegah Penularan Virus Corona? Ini Jawaban Para Ahli

(*)

 

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari