Militer China Sangat Agresif! Jepang Lalu Meresponnya dengan Ubah Arah Kebijakan Serangan Darat: 'Alasan Utama Tindakan Kami Adalah China'

Muflika Nur Fuaddah

Penulis

Intisari-Online.com - Beberapa bulan sebelum mengundurkan diri, Perdana Menteri Shinzo Abe untuk pertama kalinya mengubah kebijakan militer, yang memungkinkan dilakukkannya serangan darat ke China dan bagian lain Asia.

Melansir Reuters pada Jumat (11/9/2020), Pasukan Pertahanan Diri Jepang diarahkan untuk menghentikan penyerang di udara dan laut.

Perubahan kebijakan tersebut akan mengarahkan militer menciptakan doktrin untuk menargetkan situs darat musuh, sebuah misi yang membutuhkan pembelian senjata jarak jauh, seperti rudal jelajah.

Jika diadopsi oleh pemerintah berikutnya, kebijakan tersebut akan menandai salah satu perubahan paling signifikan dalam sikap militer Jepang sejak akhir Perang Dunia II.

Baca Juga: Telan Pil Pahit Gelar Militernya Dicopot, Siapa Sangka Pangeran Harry Ternyata Seorang Pasukan Antiteror hingga Pernah Ikut Misi Buru Pasukan Taliban

Ini mencerminkan dorongan lama Abe untuk membangun militer yang lebih kuat dan kepedulian Tokyo yang semakin dalam tentang pengaruh China di wilayah tersebut.

Pemerintah Jepang khawatir dengan meningkatnya aktivitas militer China di sekitar pulau kecil di Laut China Timur yang disengketakan.

“Alasan utama tindakan kami adalah China."

"Kami belum terlalu menekankan hal itu, tetapi pilihan keamanan yang kami buat adalah karena China," kata Masahisa Sato, anggota parlemen dari Partai Demokrat Liberal (LDP), yang berkuasa dan pernah menjabat sebagai wakil menteri pertahanan serta wakil menteri luar negeri, dalam sebuah wawancara.

Baca Juga: Upaya Dekati Indonesia Gagal Total, China Dekati Negara Tetangga Indonesia Ini, Berkedok Tawarkan Keamanan di Laut China Selatan

Jepang mencabut haknya untuk berperang setelah Perang Dunia II, perubahan kebijakan untuk membuat target serangan di darat, menjadi perdebatan bagi tetangga Asia, terutama China.

Abe mengatakan pada bulan lalu, bahwa dia mengundurkan diri karena kesehatan yang memburuk.

Kepala Sekretaris Kabinet Yoshihide Suga, yang dianggap kurang agresif dibandingkan Abe, tetapi sangat dekat dengannya, diharapkan memenangkan suara untuk menggantikannya sebagai pemimpin partai dan menjadi perdana menteri.

Kebijakan pemerintah

Baca Juga: Memang Dasarnya Serakah, Tak Puas Rebut Pulau Spratly dan Paracel, Pulau Di Bawah Austalia Ini Juga Diincar China, Bikin Australia Meradang Hebat!

Pada Juni, Abe menginstruksikan pembuat kebijakan pertahanan senior membuat proposal LDP untuk militer yang mencakup doktrin atau serangan darat.

Menurut 2 orang dalam, termasuk penjabat Sekretaris Jenderal LDP Tomomi Inada, bahwa usulan itu akan menjadi kebijakan pemerintah, jika dimasukkan dalam strategi pertahanan nasional yang direvisi.

“Saya tidak berpikir ada banyak oposisi di LDP,” kata Inada kepada Reuters.

"Arah itu tidak berubah bahkan dengan perdana menteri baru," ungkapnya.

Baca Juga: Galang Kekuatan Besar untuk Lawan China, India dan Jepang Tandatangani Kerjasama Militer, Inggris dan Rusia Bakal Menyusul

Militer sudah bisa menggunakan rudal jarak jauh untuk menyerang kapal.

Ia menganggap rencana seperti itu dibenarkan karena harus mampu menghancurkan senjata yang mengancam Jepang.

Proposal serangan darat dilandasi dengan alasan demikian, menurut mantan menteri pertahanan Itsunori Onodera.

Oleh karena itu, para pendukungnya mengatakan, hukum Jepang tidak perlu diubah di era pemerintahan yang baru. Selama 8 tahun menjabat, Abe mendorong revisi Pasal 9 pasifis konstitusi pasca perang, tetapi gagal mencapai tujuannya.

Baca Juga: Tiongkok Tertangkap Basah, Foto Ini Tunjukkan Tiga Pengebom PLA 'Serang' Pangkalan Militer di Tibet Sedangkan Pasukannya Terlibat Langsung Di Latihan Mengerikan Ini

Di dalam pasal tersebut mengatur pelarangan perang oleh negara.

Dewan Keamanan Nasional Jepang, yang dipimpin Abe dan termasuk pejabat kabinet kunci, termasuk Suga, akan bertemu pada Jumat (11/9/2020) untuk membahas strategi pertahanan.

Rudal jelajah BGM-109 Tomahawk buatan AS akan menjadi opsi untuk senjata serangan darat, kata Katsutoshi Kawano, yang hingga tahun lalu adalah perwira militer paling senior Jepang, Ketua Kepala Staf Pasukan Pertahanan Diri.

Tomahawks dapat mencapai target sejauh 2.500 kilometer (1.553 mil).

Baca Juga: Siap Siaga Bertempur Lawan AS di Laut China Selatan, Militer China Tingkatkan Sistem Peringatan Dini, Disebut Lebih Garang dari Milik AS

Itu akan membuat sebagian besar China dan sebagian besar Timur Jauh Rusia berada dalam jangkauan.

“Jepang mungkin bisa memiliki kemampuan menyerang dalam 5 tahun,” kata Kawano.

“Paket serangan penuh termasuk satelit penargetan dan komponen peperangan elektronik, bagaimanapun, akan jauh lebih mahal dan membutuhkan waktu lebih dari 10 tahun untuk mendapatkannya,” tambahnya.

Sementara ini, Jepang harus bergantung pada Amerika Serikat untuk intelijen dan pengawasan militer.

Baca Juga: Indonesia Tak Luput dari 'Permainan' China, Ada 12 Negara yang Dipergunakan Negara Panda Itu untuk Perkuat Logistik Militer Luar Negeri, Pakistan pun Jadi Sasaran!

Politik

Untuk memajukan proposal, pemerintah berikutnya perlu menyelesaikan strategi pertahanan yang direvisi dan rencana pengadaan jangka menengah pada akhir Desember, sebelum kementerian pertahanan mengajukan permintaan anggaran tahunannya.

Hal itu dapat menemui perlawanan dari mitra koalisi LDP, Komeito yang didukung Buddha, yang khawatir langkah seperti itu akan memusuhi China dan mengancam konstitusi Jepang yang menolak perang.

“Itu bisa memicu perlombaan senjata dan meningkatkan ketegangan."

"Secara teknis akan sulit dan akan membutuhkan investasi besar,” kata pemimpin Komeito Natsuo Yamaguchi dalam sebuah wawancara.

Baca Juga: Tentara Pria pun Bakal Mempercayakan Nyawa kepada Mereka, Begini Peran Tentara Wanita dalam Batalion Tempur Caracal, Pasukan Israel yang Sebagian Besar Terdiri dari Wanita

"Ini adalah sesuatu yang harus dipikirkan dengan serius di bawah Perdana Menteri yang baru," ucap Yamaguchi.

Bahkan beberapa pakar keamanan LDP, termasuk salah satu saingan kepemimpinan Suga, mantan menteri pertahanan Shigeru Ishiba, melihat potensi kerugian untuk memperoleh rudal jelajah jarak jauh.

“Apa yang terjadi, jika Amerika Serikat meminta Jepang untuk menyerang mereka (China), dan kita tidak mau?” tanyanya.

(*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Respons Aktivitas Agresif Militer China, Jepang Ubah Arah Kebijakan Serangan Darat"

Artikel Terkait