Memang Dasarnya Serakah, Tak Puas Rebut Pulau Spratly dan Paracel, Pulau Di Bawah Austalia Ini Juga Diincar China, Bikin Australia Meradang Hebat!

May N

Penulis

Negara ini mudah saja tergiur bualan China terkait menjawab tantangan perubahan iklim sampai tak sadar sudah dimanfaatkan jadi pangkalan militer

Intisari-online.com -Republik Kiribati adalah salah satu negara kepulauan di tengah Pasifik yang memiliki garis pantai yang rendah.

Pulau ini terancam tenggelam karena meningkatnya level air laut dan perubahan iklim.

Selama ini orang-orang kurang memperhatikan pulau tersebut, tapi tidak setelah Beijing mulai mengincar pulau ini juga.

Mengutip The Strategist, Beijing telah mengajukan proposal pengerukan skala besar.

Baca Juga: Bahasa di Timor Leste: Ada Lebih dari 30 Bahasa, Beberapa Kata Mirip dengan Bahasa di Indonesia, Tapi Jangan Sekali-kali Gunakan Sapaan 'Nona'

Tujuannya adalah untuk merebut kembali tanah agar tidak tenggelam dan menaikkan ketinggian pulau tersebut.

Namun Beijing tidak menawarkan bantuan itu secara cuma-cuma.

Beijing berniat untuk ciptakan lahan pengembangan industri, termasuk membangun dua pelabuhan utama.

Pekerjaan besar-besaran kemungkinan besar akan dilakukan oleh armada kapal keruk yang sama digunakan oleh China untuk membangun pulau-pulau buatan dalam ekspansi agresifnya ke Laut China Selatan.

Baca Juga: Galang Kekuatan Besar untuk Lawan China, India dan Jepang Tandatangani Kerjasama Militer, Inggris dan Rusia Bakal Menyusul

Hampir pasti pekerjaan tersebut akan sebabkan kerusakan parah yang sama pada terumbu karang di Kiribati.

Padahal, pulau Kiribati terletak di pusat geografis di Samudera Pasifik yang luas, melintasi khatulistiwa dan garis bujur 180 derajat.

Kiribati merupakan satu-satunya negara di dunia yang menjangkau keempat belahan bumi.

Terdiri dari 32 atol karang dan satu pulau karang terangkat, Kiribati memiliki tiga kelompok pulau yang berbeda: Kepulauan Gilbert di sebelah barat, Kepulauan Line di timur dan Kepulauan Phoenix di tengah.

Baca Juga: Kisah Pasien yang Sembuh dari Virus Corona, Kuncinya Cuma Satu Saat Mengetahui Positif Covid-19, Apa Itu?

Ketiganya memiliki zona ekonomi eksklusif terpisah.

Secara gabungan ZEE ketiganya mencakup 3,5 juta kilometer persegi, ukuran separuh dari ZEE Australia.

Pulau di bawah pengawasan Australia ini menampung beberapa stok tuna dan ikan migran lain yang masih lestari.

Mineral dasar lautnya pun juga kaya.

Baca Juga: Akhirnya Yang Ditunggu-Tunggu Telah Tiba! Pertemuan Dua Menteri Luar Negeri India dan China Capai Kata Damai Untuk Ketegangan Lembah Galwan, 'Ini Baru Satu, Akan Ada yang Lain'

Luas daratan dari semua pulau yang digabungkan hanya 800 kilometer persegi, sedangkan jumlah penduduk sekitar 120 ribu.

Karena pulau ini masih kawasan Australia, Australia berada dalam posisi yang sulit.

Pasalnya, tawaran China untuk meningkatkan permukaan garis pantainya sungguh menggiurkan, tapi hal tersebut merusak lingkungan pulau Kiribati.

Sedangkan pemerintah Kiribati sendiri telah beralih urusan diplomasinya dari Taiwan ke China pada September 2019 lalu, di tengah tuduhan China sudah 'membeli' negara tersebut.

Baca Juga: Sok Keras Musuhi China, Ternyata Amerika Masih Bergantung Hal Ini Pada China, Bahkan Amerika Bisa Kena Pukulan Telak Andaikan China Tega Lakukan Hal Ini

Juni tahun ini, Partai Tobwaan Kiribati (TKP) mengamankan posisi penting di pemerintahan yaitu 4 tahun lagi.

Banyak yang menuduh mereka mencurangi pemilu Kiribati sendiri.

Manifesto perkembangan nasional TKP yaitu 'visi 20 tahun Kiribati' jelas-jelas memasukkan Belt and Road Initiative (BRI) China dalam visi mereka.

Sehingga, pemerintah Kiribati sedang memprioritaskan membangun dua pelabuhan besar di negara kecil.

Baca Juga: WFH Bikin Nafsu Makan Jadi Berlebih? Ini 14 Cara Menguranginya Agar Tidak Kegemukan, Salah Satunya Gunakan Piring yang Lebih Kecil

Padahal, Kiribati sendiri tidak memiliki pasar ekonomi untuk fasilitas semacam itu.

Rencananya pelabuhan tersebut akan menghubungkan pemindahan kapal, dan satu penghubung akan ada di ibu kota Tarawa Atol di sebelah barat.

Lokasi tersebut juga merupakan lokasi mendaratnya pasukan AS untuk mengusir Jepang selama Perang Dunia II.

Lokasi kedua berada di Kiritimati Atol di sebelah timur, secara langsung di sebelah selatan Hawaii, yang merupakan salah satu pangkalan militer AS terbesar di Pasifik.

Baca Juga: Meski Menyandang Gelar Permaisuri Raja, Inilah Valeria Messalia, Ratu yang Tergila-gila Berhubungan Intim Sampai Relakan diri Jadi Pelacur Demi Puaskan Nafsunya

Atol atau gundukan karang di Kiribati hanya memiliki luasan yang sempit dan tingginya hanya beberapa meter saja di atas permukaan laut.

Kiribati saat ini terancam dengan meningkatnya level air laut karena perubahan iklim dan dampak lain yang sudah mulai terjadi.

Pemerintah Kiribati tergiur dengan proposal China yang tawarkan reklamasi lahan skala besar untuk 20 tahun mendatang.

Tujuan pemerintah Kiribati adalah untuk perkembangan perdagangan dan industri, serta merespon adaptasi perubahan iklim dengan meningkatkan ketinggian atol.

Baca Juga: Padahal Trump dan Kim Jong Un Sering Ribut, Kini Tiba-tiba Trump Membual Kim Pernah Cerita Ia Memajang Kepala Pamannya Setelah Dieksekusi oleh Regu Tembak

Hal ini mengkhawatirkan Australia, yang sudah paham niat China bisa jadi membangun pangkalan militer China di Kiribati.

Serta, ini menguatkan posisi China di Pasifik, dikabarkan China juga memiliki stasiun pelacakan satelit di Kiribati, yang sekarang dapat diaktifkan kembali.

Fasilitas ini akan memberi China kendali atas tempat penangkapan ikan tuna terbaik dunia ditambah petak sumber daya mineral laut dalam, dan keberadaan di dekat pangkalan AS di Hawaii, Atol Kwajalein, Atol Johnston, dan Pulau Wake.

Mereka juga akan ditempatkan tepat di seberang jalur laut utama antara Amerika Utara dan Australia dan Selandia Baru.

Baca Juga: Tidak Hanya untuk Dibuat Tumisan dan Turunkan Gula Darah, Coba Gunakan Pare Agar Wajah Glowing Bak Artis Korea, Begini Cara Pakainya!

Selama Perang Dunia II, upaya Jepang untuk memblokir jalur yang sama dikalahkan, dimulai dengan Pertempuran Laut Koral dan kemudian pengambilalihan kanal Guadal di Kepulauan Solomon.

Saat ini, China bergerak untuk mencapai kendali atas jalur komunikasi laut trans-Pasifik yang vital dengan kedok membantu pembangunan ekonomi dan adaptasi perubahan iklim.

Negara dan wilayah kepulauan Pasifik yang rentan semakin beralih ke 'bantuan' dari China karena mereka menganggap bahwa kebutuhan pembangunan mereka tidak ditangani oleh mitra lain dan bahwa keprihatinan mereka yang sangat nyata tentang ancaman eksistensial dari perubahan iklim sebagian besar dikesampingkan oleh Australia dan negara-negara lain.

Sementara itu, China secara langsung menanggapi kekhawatiran tersebut dan menyatakan dirinya sebagai pemimpin global dalam perubahan iklim, meskipun sekarang menjadi penghasil gas rumah kaca terbesar di dunia, sungguh ironis.

Baca Juga: Meski Dijuluki Pria Dengan Wajah Terburuk di Dunia, Pria Ini Telah Menikah Sebanyak 3 Kali, Bahkan Orang-orang Terkejut Ketika Melihat Penampilan Sosok Istrinya Secantik Ini

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini

Artikel Terkait