Penulis
Intisari-Online.com - Merupakan salah satu negara tetangga Indonesia, bahasa apa yang digunakan di Timor Leste?
Rupanya, seperti halnya Indonesia, bahasa di Timor Leste pun beragam.
Ada banyak bahasa yang digunakan oleh penduduk Timor Leste, kira-kira sekitar 30 bahasa atau lebih.
Namun, Bahasa Portugis dan Bahasa Tetum atau Tetun, merupakan bahasa resmi di Bumi Lorosae.
Baca Juga: Ratusan Tahun Dijajah Portugis, Inilah Fakta-fakta tentang Timor Leste
Tak heran Bahasa Portugis menjadi salah satu bahasa yang digunakan di Timor Leste.
Pasalnya, selama beratur-ratus tahun Timor Leste menjadi negara jajahan Portugis.
Sementara itu, Timor Leste yang pernah menjadi bagian dari Indonesia juga menggunakan Bahasa Indonesia, setidaknya ada orang-orang di sana yang menggunakannya.
Bukan hanya itu, meski hanya ada dua bahasa resmi, namun Timor Leste juga masih kaya akan dialek.
Mengutip easttimorgoverment.com, Lingua franca dan bahasa nasional Timor Leste adalah Tetum, yang merupakan bahasa Melayu-Polinesia yang dipengaruhi oleh bahasa Portugis, yang memiliki status yang sama sebagai bahasa resmi.
Selain itu, Fataluku, bahasa Papua yang banyak digunakan di bagian timur negara (seringkali lebih dari Tetum), memiliki pengakuan resmi di bawah konstitusi.
Seperti halnya bahasa asli lainnya, termasuk: Bekais, Bunak, Dawan, Fataluku, Galoli, Habun, Idalaka, Kawaimina, Kemak, Lovaia, Makalero, Makasai, Mambai, Tokodede dan Wetarese.
Di bawah pemerintahan Portugis, semua pendidikan dilakukan melalui bahasa Portugis, meskipun ia hidup berdampingan dengan Tetum dan bahasa lain.
Bahasa Portugis secara khusus mempengaruhi dialek Tetum yang dituturkan di ibu kota, Dili, yang dikenal sebagai Tetun Prasa, sebagai lawan dari versi yang lebih tradisional berbicara di daerah pedesaan, yang dikenal sebagai Tetun Terik.
Tetun Prasa adalah versi yang lebih banyak digunakan, dan sekarang diajarkan di sekolah-sekolah.
Bagaimana dengan Bahasa Indonesia di Timor Leste?
Bahasa Indonesia, atau Bahasa Indonesia, tidak lagi menjadi bahasa resmi, meskipun bersama dengan bahasa Inggris, berstatus 'bahasa kerja' di bawah Konstitusi.
Bahasa ini masih digunakan secara luas, terutama di antara orang-orang muda yang sepenuhnya dididik di bawah sistem Indonesia, di mana penggunaan bahasa Portugis atau Tetum dilarang.
Bagi banyak orang Timor-Leste yang lebih tua, bahasa Indonesia memiliki konotasi negatif dengan rezim Suharto, tetapi banyak orang yang lebih muda telah menyatakan kecurigaan atau permusuhan terhadap pengaktifan kembali bahasa Portugis, yang mereka lihat sebagai 'bahasa kolonial'.
Berbicara tentang bahasa Timor Leste, ada hal unik yang perlu diketahui bagi Anda yang ingin berkunjung ke sana atau berinteraksi dengan penduduk Timor Leste.
Yaitu jangan sekali-kali menyapa gadis Timor Leste dengan sebutan 'nona', kenapa?
Pasalnya, meski dalam bahasa Indonesia 'nona' adalah sebutan yang biasa digunakan, sebutan itu justru bermakna negatif di Timor Leste.
Itu seperti yang disampaikan Dr. Nurkukuh, ia mendapat kesempatan ikut serta dalam tim kesehatan Timor Timur yang merupakan kerjasama Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro dengan badan-badan yang memberi bantuan disana yaitu CRS dan OXFAM.
Saat itu Timor Leste atau Timor Timur masih menjadi bagian dari Indonesia.
Kisah pengalamannya mengunjungi Timor Timur diterbitkan di Majalah Intisari edisi September 1980, dengan judul Kampanye Mandi di Tim-tim.
Menurut keterangan, kira-kira ada 33 macam bahasa yang sangat berbeda dipakai sehari-hari di seluruh wilayah Timor Timur.
Di tengah banyaknya bahasa di Timoe Leste, jangan heran jika ada persamaannya dengan-bahasa Jawa, misalnya anjing di Timtim = asu, rumah = omah, lalat juga lalar, tiga diterjemahkan tolu, tujuh adalah vitu dan delapan = walu.
Untuk arti kata 'nona' di Timor Leste yaitu pelacur. Sehingga bagi kita orang Indonesia yang datang ke sana perlu berhati-hati dalam penggunaan sapaan ini.
Lalu, apa sebutan untuk gadis di Timor Leste?
Rupaya, sebutannya 'manina'. Ingat sebutan ini ya...
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik disini