Find Us On Social Media :

Pantas Saja Amerika Ketar-ketir, Ternyata Inilah 4 Bukti Keganasan Militer China Bisa Hancurkan Amerika Jika Perang Benar-benar Terjadi

By Afif Khoirul M, Minggu, 16 Agustus 2020 | 14:49 WIB

Militer China ingin dominasi dunia di tahun 2049.

Intisari-online.com - Militer Tiongkok dengan cepat memoderisasi dan berkembang, menghabiskan sejumlah anggaran untuk memperkuat kekuatan militernya.

Tentara China diketahui memiliki tank yang hampir sama banyaknya dengan Amerika.

Sementara angkatan lautnya, memiliki kapal induk, hovercraft besar dan kapal selam nuklir di pangkalan rahasia dengan akses jalur pelayaran penting.

Di luar itu, China masih memiliki senjata yang bahkan tidak dimiliki Amerika.

Baca Juga: Misteri Senapan Jiplakan China dari Militer AS, Tidak Pernah Dikeluarkan untuk PLA namun Muncul di Perang Saudara Suriah dan Sudan, Kok Bisa?

Salah satunya adalah rudal anti-kapal yang menakutkan yang mungkin memiliki keampuan untuk menenggelamkan kapal induk Amerika.

China juga memiliki lebih dari seratus ribu tentara perang dunia maya yang didedikasikan untuk segala hal mulai dari spionase skala besar, peretasan, dan kampanye kotor.

Ditambah dengan ribuan pesawat dan tank menakutkan dimiliki oleh militer China.

Meski demikian, semua itu hanya permukaan saja, berikut ini setidaknya ada 4 bukti keganasan militer China yang bisa membuat Amerika ketar-ketir untuk melawan China.

Baca Juga: India Punya Bom Nuklir, Tapi Tak Didefinisikan Sebagai 'Tenaga Nuklir,' Kok Bisa? Simak Juga Posisi Pakistan yang Dapat Pasokan Nuklirnya dari China

Rudal Anti-Kapal yang bisa menenggelamkan Kapal Induk AS

Rudal balistik anti-kapal China, Dongfeng 21D dikabarkan selama bertahun-tahun sebelum diluncurkan ke publik tahun 2015.

Rudal itu membuat pejabat AS panik, karena secara teoritis memiliki kemampuan untuk diluncurkan dari instalasi darat.

Kemudian menuju orbit dan lacak kapal melalui cakrawala, terbang 10 kali kecepatan suara dan mustahil untuk dihentikan.

Meski demikian, 21D mungkin tidak begitu ditakuti karena hulu ledaknya yang tidak begitu dasyat, selain itu senjata ini mungkin masih bisa dikacaukan dengan pencegahan elektronik.

Baca Juga: Sudah Tau Bukan Wilayahnya Apalagi Lokasinya Amat Jauh dari China, Kapal China Ini Nekat Nylonong di Wailayah Perairan di Negara Amerika Ini, Bahkan Ngotot Tak Mau Disalahkan

Pasukan China lebih banyak dibandingkan AS

Pada tahun fiskal yang berakhir tahun 2016, AS memiliki 1,3 juta personel militer aktif, dan 811.000 di antaranya adalah personel cadangan.

Sebaliknya, AS memperkirakan China memiliki 2,3 jut anggota militer aktif dan setengah juta cadangan.

Banyak dari mereka adalah wajib militer yang tidak berpengalaman, tetapi China memodernisasi program pelatihannya.

Rudal penghancur Satelit

Tahun 2007, China melakukan uji coba rudal anti-satelit pertama yang berhasil.

Senjata itu dikenal dengan SC-19, diluncurkan menggunakan Rudal Balistik DF-31 yang dimodifikasi untuk menembakkan kendaraan pembunuh kinetik ke satelit yang bergerak.

China tampaknya telah menguji senjata kedua SC-19 tahun 2010, sementara puing-puing pertama dikatakan tetap berada di orbit bulan selama beberapa dekade.

Baca Juga: Bersiap Hadapi Ancaman China, Taiwan Naikkan Belanja Militer Sebanyak Ini Untuk Tahun 2021, Tapi Justru Belum Apa-apa Dibandingkan Belanja Militer China Ini!

Kemampuan perang siber China

Strategi militer Tiongkok bergantung pada perebutan kendali atas kemampuan elektronik, melalui aksi ofensif aktif dan spionase.

Untuk mencapai tujuan itu, militer Tiongkok memiliki sebanyak 130.000 orang di berrbagai divisi perang dunia maya.

Kemapuan peperangan elektronik negara itu terselubung dalam kerahasiaan, tetapi diperkirakan mereka dapat mengendalikan elektronik di negara lain.

Seperti menonaktifkan jaringan, mencuri rahasia, meretas database pemerintah, dan bahkan meluncurkan kampanye disinformasi terkoordinasi.

Sebanyak tuga lusinan perusahaan AS termasuk Google, Dow Chemical, dan Northrup Grumman pernah diretas, dan lembaga pemerintah dari seluruh dunia.

Juri Agung Amerika Serikat, mendakwa divisi elit siber China yang melakukan hack terhadap intelijen AS.