Positif Covid-19 Tapi Tak Punya Gejalanya, Wanita yang Dulunya Sehat Bugar Ini Alami Kelumpuhan hingga Hampir Meninggal, 'Aku Kira Stroke, Tapi Bukan'

Mentari DP

Penulis

Rebecca Wrixon alami mati rasa pada bagian kanan tangan dan kakinya. Namun dia tak mengira bahwa ia terinfeksi Covid-19.

Intisari-Online.com - Beberapa pasien virus corona (Covid-19) ada yang tidak mengalami gejala.

Namun bukan berarti mereka yang tanpa gejala kondisinya tidak parah.

Intip saja kisah wanita bernamaRebecca Wrixon ini.

Dilansirdari tribunnews.com yang mengutip dariInsider pada Sabtu (15/8/2020), Rebecca Wrixon pertama kali dilarikan ke UGD pada pertengahan April 2020.

Baca Juga: Tak Hanya Karyawan Bergaji Minim yang Dapat Bantuan Pemerintah, Pelaku Usaha Kecil Juga Bisa Klaim Rp2,4 Juta dari Pemerintah, Begini Caranya

Saat itu, diamengalami mati rasa pada bagian kanan tangan dan kakinya. Namun Wrixon sama sekali tak mengira bahwa ia terinfeksiCovid-19.

Ia mengira dirinya terkenastroke.

Dokternya di University Hospital Southampton, Inggris,pun berpikir sama.

Terutama saat Wrixon mengalami kesulitan berbicara dan penglihatan yang menurun setelah dibawa ke rumah sakit.

Baca Juga: Sadar Negaranya Kalah Telak dari China, Taiwan Borong Puluhan Jet Tempur Mematikan Ini, Langsung Beli dari Salah Satu Musuh China!

Namun, pengujian tak menunjukkan adanyastroke. Bahkan kondisi Wrixon semakin memburuk.

Dokter kemudian melakukan tes lain, yaitu uji swabCovid-19. KemudianWrixon dinyatakan positif.

"Saya tidak merasa ini ada hubungannya denganCovid-19."

"Karena gejala umumnya biasanya batuk dan panas. Dan saya tidak mengalami keduanya," ujar Wrixon.

Sebelum lengannya mati rasa, Wrixon mengatakan dia mengalami beberapa rasa gatal dan sakit kepala selama sekitar seminggu.

Selama 18 hari dirawat di rumah sakit, Wrixon kehilangan kemampuan untuk berbicara dan melihat dengan jelas.

Ia juga mengalami kelumpuhan pada sisi kanan tubuhnya.

Pertukaran plasma darah yang menghapus antibodi Wrixon yang terlalu aktif menyelamatkan hidupnya

Gejala Wrixon sangat membingungkan.

Karena tes cairan tulang belakangnya menunjukkan bahwa virus tidak langsung menyerang sistem sarafnya.

Baca Juga: Fakta Kelam Negeri Jiran, 9 Bayi Dibuang Setiap Bulannya, Mayoritas Sudah Tewas Saat Ditemukan, Pemerintah Malaysia: Itu Sudah Berlangsung Lama dan Sulit Diatasi

Itu kata Ashwin Pinto, konsultan ahli saraf untuk kasus Wrixon.

Tetapi pemindaian MRI menunjukkan otaknya meradang parah, dan ada sesuatu yang menyebabkan pembengkakan itu.

Pinto menduga bahwa sistem kekebalan Wrixon mungkin pelakunya.

Antibodi bertugas memberi tahu sistem kekebalan tubuh bagaimana menanggapi penyusup sepertivirus corona.

Tetapi terkadang, antibodi mendapatkan pesan yang salah dan menyebabkan tubuh menyerang dirinya sendiri.

"Hipotesisnya adalah bahwa ini adalah fenomena yang dimediasi oleh kekebalan," Pinto.

"Sel darah putih dan antibodi yang membantu kita pulih dari infeksi entah bagaimana mendapatkan akses ke otak dan menyebabkan kerusakan."

Perawatan untuk respons autoimun semacam itu adalah pertukaran plasma darah.

Yaitu dengan mengganti plasma pasien sendiri (yang mengandung antibodi mereka) dengan plasma donor dengan antibodi berbeda.

Dengan "membersihkan" antibodi Wrixon yang terlalu aktif dan menggantinya dengan plasma darah yang sehat, Pinto dan timnya mampu membalikkan peradangan dan menghentikan gejalanya.

Sehari setelah pertukaran plasma, Wrixon bisa menggerakkan jari telunjuknya.

Dalam lima hari prosedur, dia bisa berjalan, berbicara, dan bergerak.

Hampir setengah dari pasien virus corona yang dirawat di rumah sakit mengalami gejala neurologis

Meskipun gejala neurologis COVID-19 yang parah jarang terjadi, kasus Wrixon tidaklah unik.

Baca Juga: Dianggap Lakukan Pendekatan yang Tidak Sopan, Erdogan Beri Peringatan Keras ke Yunani, 'Jika Berani Serang Kapal Turki, Anda Akan Membayar Mahal'

Sebuah tinjauan penelitian yang diterbitkan dalam Annals of Neurology menyimpulkan bahwa COVID-19 menimbulkan "ancaman global bagi seluruh sistem saraf.".

Sekitar setengah dari pasien virus korona yang dirawat di rumah sakit mengalami beberapa gejala neurologis.

Gejala penyakit sistem saraf pusat COVID-19 termasuk mengigau, sulit berkonsentrasi, pusing, kehilangan bau dan rasa, kejang,stroke, lemah, nyeri otot, penurunan kewaspadaan, dan sakit kepala.

Gejala neurologis ini mungkin muncul sebelum masalah pernapasan terjadi.

Jadi penting bagi orang-orang untuk mengetahuinya, kata penulis penelitian dalam siaran pers.

Meskipun penyakit Wrixon ternyata bukan stroke, beberapa pasien virus corona mengalami strokeakibat pembekuan darah atau penurunan aliran oksigen ke otak.

Saat virus merusak jantung dan paru-paru, kekurangan oksigen dapat menyebabkan masalah di seluruh tubuh.

"Ini penyakit luar biasa yang menyebabkan sejumlah besar manifestasi berbeda, yang tampaknya sangat bervariasi dari satu pasien ke pasien lainnya," kata Pinto.

Studi lain yang diterbitkan pada bulan Juli menemukan bahwa bahkan pasien dengan kasus COVID-19 "ringan", yang berarti mereka tidak memerlukan oksigen tambahan atau ventilator, dapat mengalami gejala neurologis.

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

(Artikel ini telah tayang diTribunnews.comdengan judul "Wanita yang Dulu Sehat Ini Terkena Covid-19 Tanpa Gejala Umum, tapi Ia Lumpuh dan Hampir Meninggal")

Baca Juga: Berkaitan dengan ISIS, Densus 88 Tangkap 15 Terduga Teroris di Bogor, Total Sudah Tangkap 72 Orang di 8 Provinsi se-Indonesia Hanya dalam 3 Bulan Saja

Artikel Terkait