Penulis
Intisari-online.com -Filipina adalah salah satu negara yang ketat terapkan lockdown di negaranya.
Lockdown tersebut untuk hentikan persebaran Covid-19, dan taktik penanganan yang diterapkan Presiden Rodrigo Duterte sungguh kejam.
Polisi dikerahkan tiap malam untuk tembak mati warga sipil yang langgar aturan jam malam.
Kebijakan lockdown Filipina yang seperti ini bahkan sampai dikhawatirkan membuat warga Filipina sampai terlunta-lunta.
Baca Juga: Masker Lidah Buaya untuk Mengatasi Jerawat, Begini 3 Cara Membuatnya
Namun negara tetangga Indonesia tersebut tidak hanya hadapi pandemi Covid-19.
Sama halnya dengan negara Asean lain, Filipina juga menghadapi tekanan dari China yang berusaha merebut Laut China Selatan untuk keserakahannya sendiri.
Banyak anggapan dari anggota pemerintah Filipina bahwa Duterte akan lebih garang terhadap tindakan sewenang-wenang China.
Pasalnya banyak yang melihat Duterte sangat kejam terhadap warga sendiri, sehingga logis jika banyak yang berpikir ia akan lebih kejam terhadap para pelanggar kedaulatan.
Namun yang terjadi justru jauh dari perkiraan.
Mengutip Kontan.co.id, Mahkamah Agung Filipinasampai perintahkan pemerintah dan badan-badan keamanan untuk lindungi lingkungan sekitar wilayah yang dipersengketakan di Laut China Selatan.
Perintah ini muncul pada hari Jumat akhir Mei lalu, setelah ada keluhan nelayan mengenai tidak adanya tindakan pemerintah terhadap kegiatan ilegal Tiongkok.
Bukannya Duterte sendiri, justru Mahkamah Agung Filipina yang telah mengeluarkan surat perintah menginstruksikan para kepala kementerian utama, penjaga pantai, angkatan laut dan polisi.
Mereka semua diperintahkan untuk menegakkan konvensi internasional dan hukum domestik untuk lindungi terumbu karang dan kehidupan laut di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) 200 mil laut Filipina.
Tindakan ini adalah tantangan langka MA terhadap kepasrahan Duterte pada ekspansi China di Laut China Selatan.
Namun apa pasal Duterte justru lembek terhadap pelanggar kedaulatan yang jelas-jelas rugikan nelayan negaranya tersebut?
Para kritikus menyebut Duterte pasrah kepada tindakan China sebagai imbalan atas bantuan ekonomi, yang sebenarnya belum cair.
Pengadilan Mahkamah Agung tanggapi petisi oleh komunitas nelayan dua provinsi.
Petisi tersebut tuduh bahwa pembangunan pulau oleh negara Tiongkok dan praktik penangkapan ikan oleh China adalah pelanggaran terhadap putusan tahun 2016 oleh Pengadilan Arbitrase Permanen, dalam kasus yang diajukan dan dimenangkan oleh Filipina.
Duterte dituduh menyia-nyiakan keuntungan dari keputusan penting itu dengan menyerah pada tuntutan strategis China.
Rupanya, Presiden Filipina tersebut berharap mendapatkan pinjaman dan investasi miliaran dolar dari China.
Mahkamah Agung perintahkan lindungi tiga wilayah yang disengketakan, Shoal Scarborough, Shoal Thomas Kedua yang diduduki Filipina, dan Karang Mischief.
Karang Mischief adalah salah satu dari tiga karang yang telah dikonversi oleh China menjadi pulau-pulau buatan lengkap dengan radar, bunker dan rudal permukaan ke udara.
Pengadilan tidak memberikan jangka waktu dan tidak mengatakan bagaimana pihak berwenang harus menegakkan hukum.
Menteri kehakiman dan juru bicara presiden tidak segera menanggapi permintaan Reuters untuk mengomentari perintah pengadilan.
Putusan itu menambah apa yang bisa dikatakan sebagai krisis kebijakan luar negeri terbesar Duterte di masa kepresidenannya, ketika China memperketat kontrolnya atas jalur air strategis di mana lebih dari US$ 3 triliun perdagangan berlangsung setiap tahun.
Jajak pendapat secara konsisten menunjukkan bahwa popularitas besar Duterte di antara warga Filipina tidak banyak mengubah perasaan ketidakpercayaan mereka terhadap Tiongkok.
Duterte membantah mengalah ke Beijing tetapi berpendapat tidak ada gunanya dan berbahaya untuk menantang kekuatan militer yang lebih unggul.
Menurut para pembantunya, Duterte sudah bertemu dengan Presiden China Xi Jinping pada pertemuan puncak di China bulan lalu.
Pada pertemuan itu, dia sudah menyuarakan oposisi terhadap gerombolan kapal penangkap ikan Tiongkok di dekat pulau yang disengketakan yang ditempati oleh Filipina.
Abdiel Fajardo, presiden Integrated Bar of Philippines, mengatakan surat itu menegaskan putusan arbitrase dan secara efektif mengingatkan pihak berwenang bahwa mereka memiliki kewajiban untuk mengikuti konstitusi dan hukum domestik.
"Filipina, setidaknya melalui pengadilan, tidak melepaskan haknya atas mereka dengan menyetujui tindakan sepihak negara lain," katanya dalam sebuah pesan teks.
Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul "Duterte lembek, Mahkamah Agung Filipina titahkan untuk melindungi Laut China Selatan!"
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini