Advertorial
Intisari-online.com -Setiap kali kita membahas Laut China Selatan, semua setuju jika China terlalu serakah untuk kuasai wilayah kaya itu.
Minyak mentah yang tersimpan di dalam perairan tersebut dan betapa banyak keanekaragaman yang ada di situ membuat China sangat tergiur akan Laut China Selatan.
Perairan sengketa itu bagaikan harta karun bagi mereka, tidak peduli keberatan besar yang digaungkan oleh negara-negara Asean.
Kini, dikutip dari Kontan.co.id, ternyata pada awal tahun ini sejumlah kapal China dan Malaysia terlibat dalam kebuntuan berisiko tinggi.
Selama lebih dari satu bulan terakhir kedua kubu terlibat dalam ketegangan di dekat pulau Kalimantan, di Laut China Selatan.
Pada waktu itu, menurut situs pelacakan Kapal Lalu Lintas Kelautan, kapal Haiyang Dizhi 8 milik China memasuki perairan dekat Malaysia.
Posisinya pada hari Jumat saat itu sangat dekat dengan Capella Barat yang dioperasikan Petronas.
Kapal Vietnam juga tandai wilayah Capella Barat.
Wilayah Capella Barat berdekatan dengan perairan yang diklaim oleh tiga negara: China, Malaysia dan Vietnam.
China mengklaim dengan luas terhadap sebagian besar Laut China Selatan dalam nine dash line berbentuk U yang tidak dikenali oleh tetangganya atau sebagian besar dunia.
Namun, juru bicara Kementerian Luar Negeri China mengatakan Haiyang Dizhi 8 hanya melakukan kegiatan 'normal'.
Sumber keamanan Malaysia mengatakan Haiyang Dizhi 8 diapit pada satu titik pada hari Jumat oleh lebih dari 10 kapal dari Tiongkok.
Dari 10 kapal itu ada termasuk milik milisi laut dan penjaga pantai.
Sumber tersebut juga sebutkan adanya kapal Vietnam.
Ketegangan tersebut hanyalah konflik yang China timbulkan dengan Malaysia, padahal China juga berkonflik dengan Vietnam, Filipina dan Indonesia.
Mengutip CNN, ahli politik regional mengatakan kapal-kapal China mengadopsi taktik yang semakin kuat, yang berisiko memicu konflik baru dengan kekuatan regional utama seperti Malaysia dan Indonesia.
Greg Polling, direktur AMTI, mengatakan negara-negara itu lebih penting daripada sebelumnya karena kapal-kapal China memperluas jangkauan mereka di kawasan itu, sebagian besar karena pembangunan lanjutan pulau-pulau buatan Beijing di Laut Cina Selatan.
"Kepulauan tersebut menyediakan pangkalan depan untuk kapal-kapal China, secara efektif mengubah Malaysia dan Indonesia menjadi negara-negara garis depan," kata Polling.
Dia menambahkan, "Pada hari tertentu, di sana sekitar selusin kapal penjaga pantai tampak di sekitar Kepulauan Spratly, dan sekitar seratus kapal nelayan, siap berangkat."
Laut China Selatan adalah salah satu daerah yang paling diperebutkan di dunia, di mana sejumlah negara mengklaim memiliki wilayah ini.
Mereka adalah China, Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei, Taiwan, dan Indonesia.
Klaim China dengan nine dash line yang mencakup dari pulau Hainan hingga ke puncak Indonesia tidak memiliki dasar di bawah hukum internasional dan dinyatakan tidak sah dalam putusan pengadilan internasional 2016.
Meskipun demikian, sejak sekitar 2015 pemerintah China mulai meningkatkan ambisi teritorialnya dengan membangun pulau-pulau buatan di atas terumbu di Laut China Selatan
Mereka juga mengerahkan pasukan militer mereka di wilayah tersebut, mulai dari pesawat, pelabuhan, dan fasilitas radar.
"Pulau-pulau ini penuh dengan radar dan kemampuan pengawasan, mereka melihat semua yang terjadi di Laut China Selatan," kata Polling kepada CNN.
"Di masa lalu, China tidak tahu di mana kamu melakukan pengeboran. Sekarang mereka pasti tahu."
Para ahli mengatakan Beijing telah menciptakan armada penjaga pantai dan kapal penangkap ikan Tiongkok yang dapat dikerahkan di Laut China Selatan untuk mengganggu kapal negara lain atau berlayar di daerah yang sensitif secara politik.
Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul "Kerahkan alat canggih, Beijing tahu semua aktivitas tetangga di Laut China Selatan"
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini