Advertorial
Intisari-online.com - Baru-baru ini seorang bupati asal Bengkulu Selatan terekam video menyamar sebagai seorang pedagang sayuran di pasar tradisional.
Bupati tersebut terlihat mengenakan face shield dan masker, sembari menjajakan dagangannya.
Dengan wajah yang tertutup rapat, tak ada yang mengetahui bahwa dia adalah orang nomor satu di Kabupaten Bengkulu Selatan.
Meski demikian lapaknya tetap diserbu pembeli, dia pun menawarkan beberapa sayuran yang ada di lapaknya.
Menurut Kompas.com Senin (8/6/20), saat sedang menjajakan dagangannya, seorang pedagang tiba-tiba menghampiri lapak bupati tersebut.
Dia protes dan heran mengapa pembeli tidak ada yang belanja di lapaknya, tapi pembeli tak menggubrisnya.
Pembeli justru mengingatkan pedagang itu untuk mengenakan masker selama berdagang di kala pandemi Covid-19 ini.
Transaksi pun selesai, pedagang yang mengenakan face shield tersebut berhasil menjajakan 1 kilogram sayuran di lapaknya.
Siapa sangka tak banyak yang tahu jika orang di balik face shield tersebut adalah Bupati Bengkulu Selatan, Gusnan Mulyadi.
Menurutnya, ternyata aksi yang dilakukan Gusnan itu memiliki maksud tertentu.
Gusnan menjelaskan, bahwa dia melakukan hal itu dalam rangka kampanye protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran Covid-19 di pasar tradisional.
"Ini sebenarnya salah satu kampanye kita kepada pedagang dan pembeli untuk mematuhi protokol Covid-19, pedagang yang tidak memakai Face Shield kita minta pada pembeli untuk tidak membeli dagangannya," katanya, pada Kompas Minggu (7/6).
Pemerintah Kabupaten Bengkulu mengajak mayarakat dan pedagang untuk mematuhi protokol kesehatan, Seperti memakai masker dan menjaga jarak.
"Kami tegaskan pada masyarakat, jangan membeli dari pedagang yang tidak mengenakan masker dan pelindung wajah," katanya.
Gusnan juga telah mengatur jarak antara pedagang dan pembeli di pasar tradisional, sekitar 1,5 meter, selain itu pedagang diwajibkan mengenakan face shield.
Sementara menurut Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Ferry Juliantoro menyampaikan, realisasi protokol kesehatan di pasar tradisional tidaklah mudah.
Keterbatasan lahan menjadi kendala utama untuk menerapkan protokol kesehatan seperti jaga jarak.
"Masing-masing pedagang terlalu berdempetan, kita sudah usul supaya lahan parkir itu jadi penambahan lapak atau kios, supaya jarak antar pedagang dan pembeli bisa terjaga," jelasnya.
APPSI menyayangkan pemerintah tidak benar-benar memberi perhatian serius untuk pasar tradisional, padahal berpotensi menjadi klaster baru Covid-19.
Ferry mencotohkan DKI Jakarta misalnya sampai 140 pasar yang ada hanya 10 sampai 20 pasar, dilakukan penyemprotan desinfektan.
APPSI berharap pemerintah memberikan perhatian lebih pada pasar agar protokol kesehatan bisa dilaksanakan dengan lebih ketat.
"Faktanya kesadaran itu kalah oleh tuntutan orang yang mau berdagang dan orang yang mau beli atau belanja," katanya.
Sementara itu Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Donny Gahral Adian menyampaikan pemerintah secara adil memberikan perhatian tidak hanya pada ritel modern tapi pasar tradisional.
Donny mengatakan, Presiden RI pernah membuat pernyataan tentang pasar tradisional yang ramah sehingga perlu adanya jaga jarak.
"Seperti di Bogor kemarin, ramai menjelang lebaran, Presiden minta protokol kesehatan tetap diperhatikan supaya tidak menjadi klaster," katanya.