Penulis
Intisari-Online.com -Surabaya sempat heboh disebut-sebut sebagai 'zona hitam' lantaran saking banyaknya kasus positif corona di sana, meski kemudian diklarifikasi bahwa warna di peta adalah merah tua.
Sebagian besar kasus Covid-19 di Jawa Timur ada di Surabaya, yang bertambah setiap harinya.
Di balik memprihatinkannya kondisi Surabaya, ada kisah pilu datang dari sebuah keluarga.
Keluarga di Surabaya yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak, meninggal dunia dengan status pasien dalam pengawasan (PDP) dan pasien positif Covid-19.
Sang anak yang tengah mengandung diketahui meninggal dengan status pasien positif Covid-19.
Sementara, orang tuanya yang tinggal dalam satu rumah dengan sang anak juga meninggal dalam waktu yang hampir bersamaan.
Orang tua dari ibu hamil ini meninggal dengan status pasien dalam pengawasan (PDP).
DW, anak bungsu atau adik dari ibu hamil tersebut menceritakan kronologi meninggalnya sang kakak, ayah, serta ibunya.
Pada 26 Mei 2020, kakaknya dinyatakan positif Covid-19 dan dirawat di Rumah Sakit PHC Surabaya.
Sehari setelahnya, ia mendapatkan kabar bahwa kakaknya menggunakan ventilator untuk alat bantu pernapasan.
"Saat itu tim dokter juga memberi kabar bahwa jantung janin yang dikandung kakak saya sudah berhenti berdetak," tutur DW dikutip dari Kompas.com, Kamis (4/6/2020).
Kemudian, kakak DW meninggal dunia pada 31 Mei 2020 dini hari, sehari setelah menjalani operasi untuk mengeluarkan janin.
Baca Juga: Obat Tradisional Penurun Panas pada Anak, Berendam di Cuka Sari Apel
DW mengatakan, ia tidak tahu pasti di mana sang kakak bisa tertular virus corona.
Namun, pada pertengahan Mei, kakaknya didampingi suami memeriksakan kandungan di sebuah rumah sakit di Kecamatan Semampir Surabaya.
Sepulang dari rumah sakit, suami kakaknya sakit.
Setelah suami kakaknya sembuh, gantian sang kakak yang sakit.
Baca Juga: Hadapi Corona ; 7 Tips Hentikan Pemborosan Makanan, Selamatkan Bumi!
"Kakak saya sempat dibawa ke Rumah Sakit Puri Raharja Surabaya, sempat di-rapid test hasilnya negatif," ujar DW yang tinggal di Kecamatan Gubeng Surabaya ini.
Karena belum juga sembuh ditambah mengalami sesak napas, kakak DW dibawa ke Rumah Sakit PHC Surabaya.
Di sana kakak DW dinyatakan positif Covid-19.
Saat kakaknya dirawat, DW juga disibukkan mengurus ibunya yang juga sakit saat perayaan Idul Fitri, 24 Mei 2020.
Ibu DW kemudian dibawa ke Rumah Sakit RKZ Surabaya dan diputuskan untuk rawat jalan dan melakukan isolasi mandiri.
"Besoknya tanggal 25 Mei, ayah saya yang punya penyakit diabetes dan jantung juga ikut sakit," aku DW.
Pada 29 Mei 2020, ayah dan ibunya dibawa ke Rumah Sakit Islam Surabaya dan diisolasi di satu ruang perawatan.
Saat itu, ayah DW tiba-tiba kehilangan kesadarannya dan mengalami diare.
Baca Juga: WHO Beri Kabar Melegakan Dunia, Sebut Virus Corona Tidak Bermutasi Menjadi Lebih Berbahaya
Sementara, ibu DW mengalami meriang, batuk, dan sesak nafas.
Sehari setelah menjalani perawatan di rumah sakit tersebut, DW harus menerima kenyataan pahit bahwa ayahnya meninggal dunia pada Sabtu (30/5/2020).
Sementara, pada Selasa (2/6/2020) ibu DW juga meninggal menyusul ayahnya.
"Ayah dan ibu saya belum sempat di-swab, jadi statusnya PDP," ujarnya.
Meski demikian, DW tak menampik bahwa keluarganya terpapar virus corona.
Namun, ia keberatan bila ibu dan ayahnya dianggap meninggal karena positif Covid-19.
DW mengaku pasrah atas apa yang terjadi pada keluarganya karena semua merupakan takdir dari Tuhan.
DW juga mengingatkan kepada siapapun agar tidak meremehkan Covid-19.
"Virus ini benar-benar nyata. Saya berpesan kepada semuanya agar selalu menjaga kesehatan dan patuhi protokol kesehatan," ucap DW.
Terkait meninggalnya tiga warga Surabaya itu, Wakil Koordinator Hubungan Masyarakat Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Surabaya M Fikser menjelaskan, sampai hari ini hasil tes swab belum keluar.
Karena itu, ia belum bisa memastikan status kedua orang tua dalam satu keluarga tersebut meninggal karena terpapar Covid-19 atau tidak.
"Dari hasil rapid test, mereka negatif dan sudah dites swab. Hanya memang belum keluar hasil swabnya dan meninggal," ujar Fikser.
Sementara itu Gubernur Jawa Timur (Jatim) Khofifah Indar Parawansa khawatir dengan persebaran virus corona atau Covid-19 di Kota Surabaya.
Menurutnya, penularan sering kali terjadi pada keluarga yang tinggal satu rumah.
Artinya, ketika ada salah satunya yang positif Covid-19, hal ini sangat rentan menularkan ke anggota keluarga lainnya.
"Saya khawatir sekali karena memang ada basis keluarga yang satu keluarga terkonfirmasi positif semua, hal itu terutama terjadi di surabaya," kata Khofifah saat wawancara dengan Kompas TV, Kamis (4/6).
"Bahkan ada keluarga yang akhirnya empat anggota keluarga yang akhirnya tidak tertolong semua," sambungnya.
Hal inilah yang membuat Khofifah memberi perhatian khusus untuk Kota Surabaya.
Apalagi tidak semua rumah memiliki ruang maupun kamar yang cukup untuk isolasi mandiri.
Bahkan ada pula warga yang tidurnya berdesakan karena keterbatasan tempat.
Hal inilah yang membuat seseorang rentan menularkan virus ke anggota keluarga lainnya dalam satu rumah.
Baca Juga: Diduga Tak Mau Antre, Seorang Pengendara Motor Tampar Pegawai SPBU, Videonya Viral di Media Sosial
"Tidak semua warga memiliki rumah yang cukup luas, yang setiap anggota keluarga memiliki kamar sendiri. Saya dari awal memang khawatir ini akan menyebar ke tiap anggota keluarga dalam satu rumah itu, nah di dalamnya termasuk anak-anak," ungkap Khofifah.
Diketahui, Jawa Timur secara konsisten berada pada peringkat 3 besar provinsi dengan tambahan kasus harian terbanyak se-Indonesia.
Hingga Rabu (3/6/2020) sore, kasus Covid-19 di Jatim totalnya mencapai 5.310 kasus.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 3.727 pasien sedang dalam masa perawatan, 1.091 pasien telah dinyatakan sembuh, sementara 437 pasien dinyatakan meninggal dunia.
Surabaya pun sempat memasuki zona merah tua, bahkan sempat disebut zona hitam karena tingginya kasus corona.
Artikel ini telah tayang di Wartakota.tribunnews.com dengan judul Cerita Satu Keluarga di Surabaya Meninggal Diduga Terkait Corona, Pemkot Tunggu Hasil Tes Swab