Find Us On Social Media :

Polemik Wacana Pelonggaran PSBB: 'Apa yang Mau Dilonggarkan? Ini Sudah Longgar Banget Pelaksanaan PSBB Karena Dari Awal Tidak Ada Indikatornya'

By Maymunah Nasution, Rabu, 20 Mei 2020 | 10:59 WIB

Pelanggar PSBB.

Intisari-online.com - Meski Presiden Joko Widodo menegaskan belum akan melonggarkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dalam dua pekan ke depan, ancang-ancang untuk memulai pelonggaran sudah disiapkan.

Bahkan, rapat terbatas antara Kepala Negara dengan para menterinya, Senin (18/5/2020), secara khusus membahas persiapan menuju kondisi keadaan normal baru ( new normal) di tengah pandemi.

Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengakui, rapat itu membahas upaya untuk melakukan relaksasi atau pelonggaran PSBB.

Relaksasi ini dilakukan dalam rangka untuk meningkatkan atau memulihkan produktivitas ekonomi.

Baca Juga: Lintasi Zona Demiliterisasi Dengan Jip Curian Kemudian Merangkak Ke Korea Selatan, Isi Perut Tentara Korea Utara Ini Penuh Dengan Cacing, Dokter Jelaskan Penyebabnya

Namun, belum diputuskan kapan relaksasi akan dilaksanakan.

Muhadjir menambahkan, Presiden Jokowi meminta masyarakat bersiap untuk menghadapi era normal baru.

Kondisi ketika masyarakat bisa kembali beraktivitas secara normal, tetapi harus tetap memperhatikan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran virus corona atau Covid-19.

"Bapak Presiden menekankan pentingnya kita harus bersiap siaga untuk menghadapi era normal baru, kehidupan normal baru," kata Muhadjir usai rapat dengan Presiden, Senin.

Baca Juga: Usai Asap Hitam Mengepul Tanpa Henti dari Krematorium yang Membakar Mayat Korban Covid-19, Hujan Es Bentuk Corona Menghantam Kota: 'Pesan dari Tuhan untuk Tetap di Rumah'

"Di mana kita akan berada dalam situasi yang beda dengan normal sebelumnya," lanjut dia.

Hidup pada era normal baru sebelumnya juga sempat disampaikan langsung oleh Presiden Jokowi.

Ia menegaskan bahwa masyarakat harus hidup berdampingan dengan Covid-19 karena sampai saat ini vaksin penyakit itu belum ditemukan.

Tak ada yang mengetahui pasti kapan pandemi akan berakhir.

Baca Juga: Tidak Mau Kalah, AS ke Iran: Jaga Jarak 100 Meter Dari Kapal Perang Kami, Kalau Tidak...

"Kebutuhan kita sudah pasti berubah untuk mengatasi risiko wabah ini. Itu keniscayaan, itulah yang oleh banyak orang disebut sebagai new normal atau tatanan kehidupan baru," kata Presiden Jokowi pada Jumat pekan lalu.

Penularan Masih Tinggi

Adapun, ancang-ancang pemerintah untuk pelonggaran PSBB dinilai tidak tepat lantaran tingkat penularan Covid-19 di Tanah Air masih tinggi.

Hal itu terlihat dari kurva penambahan kasus harian di situs resmi pemerintah, yakni covid-19.go.id.

Baca Juga: Pilu, Masih Buka Sasana Olahraga, 112 Pengunjung yang Berolahraga di Ruang Tertutup Ini Kini Positif Covid-19

Dalam sepekan terakhir, bahkan sempat terjadi puncak penambahan kasus harian pada 13 Mei dengan penambahan pasien positif mencapai 689 orang.

Apabila dirata-rata, jumlah penambahan kasus harian di Indonesia dalam sepekan terakhir sebanyak 534,6 orang.

Jumlah itu lebih tinggi dibandingkan rata-rata penambahan kasus harian di pekan sebelumnya, yakni 382,6 orang.

Karena itu, pakar epidemiologi dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono mengatakan, sedianya PSBB baru bisa dilonggarkan setelah angka penularan sudah menurun.

Baca Juga: (Video) Sambil Tunjukkan 9 Liang Lahat yang Sudah Disediakan untuk Korban Covid-19, Petugas Satpol PP: Terserah Kalian, Sesuka Kalian Saja

Lalu bagaimana jika era normal baru diterapkan saat penularan masih tinggi dan masih perlu diterapkan PSBB?

"Ya siap-siap saja. Siap-siap saja akan menghadapi gelombang kedua yang lebih berat," ujar Pandu Riono dilansir dari Kompas.com, Senin (18/5/2020).

"Mau ada bencana yang lebih hebat? Ya sudah, silakan (lakukan new normal)," kata Pandu.

Pandu menjelaskan, era normal baru bisa dilakukan apabila pemerintah sudah melakukan pelonggaran PSBB.

Baca Juga: Dulu 600 Orang Jadi Korban Selama 1 Tahun, Sekarang Inggris Diprediksi Akan Diselimuti Teror oleh Makhluk Penghisap Darah Ini

Namun demikian, pelonggaran itu juga harus memenuhi beberapa syarat yang telah ditentukan.

Syarat yang dimaksud, yakni mulai dari jumlah tes dan contact tracing yang bertambah, jumlah orang yang semakin sadar untuk beraktivitas di rumah saja bertambah, aktivitas cuci tangan bertambah, serta penggunaan masker bertambah.

Kemudian, indikasi lain adalah berkurangnya jumlah kasus dan kematian yang diduga akibat Covid-19 dalam kurun waktu paling sedikit 14 hari.

Peningkatan kapasitas ICU, tenaga kesehatan (nakes), jumlah alat pelindung diri (APD) memadai juga perlu jadi perhatian.

Baca Juga: Jika Berlanjut di Tengah Pandemi, Kondisi Memprihatinkan Para Pekerja Ini Bisa Memperparah Risiko Penularan Virus Corona

"Seharusnya tuh di mana-mana kalau ada kriteria pelonggaran, pelonggaran itu mulai kapan indikatornya terpenuhi. Kalau indikatornya terpenuhi, nanti baru ada pelonggaran tahap pertama, tahap kedua, tahap, ketiga," ujar Pandu.

Pandu menjelaskan, pembukaan sektor usaha dalam arti era normal baru yang dimaksud pemerintah bisa saja dianggap sebagai pelonggaran PSBB.

Namun, pelonggaran di sektor usaha dan fasilitas umum seharusnya dilakukan secara bertahap.

"Itu adalah implentasi pelonggaran. Nanti pelonggaran seperti apa, enggak sekaligus. Seharusnya seperti itu," ucap Pandu.

Baca Juga: Covid Hari Ini 20 Mei 2020: Penambahan 486 Kasus Baru dan 30 Kematian Baru di Indonesia, Berikut Persebarannya

Belum Waktunya Dilonggarkan

Sementara itu Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai, belum waktunya bagi pemerintah untuk mewacanakan merelaksasi PSBB dalam waktu dekat.

Sebab, masih rendahnya angka tes Covid-19 di Indonesia sehingga jumlah pasien positif saat ini belum merepresentasikan jumlah pasien sesungguhnya yang terjangkit virus corona.

Bahkan, sejauh ini angka tes Covid-19 di Indonesia masih di bawah rata-rata apabila dibandingkan negara-negara di ASEAN.

Baca Juga: Pecinta Ketupat Lebaran Harus Tahu! Ini Cara Agar Ketupat Tidak Cepat Basi, Cukup Lakukan 3 Langkah Mudah Ini

Kepala Desk Politik Walhi Khalisa Khalid menyebut, tingkat tes di Indonesia adalah 628 per 1 juta penduduk.

Angka tersebut masih jauh di bawah negara tetangga.

Misalnya, Singapura yang rata-rata 30.000 per satu juta penduduk dan Malaysia yang mencapai 7.500 per 1 juta penduduk.

Kondisi tersebut juga diperparah dengan belum siapnya sejumlah provinsi untuk memiliki laboratorium dan tenaga untuk melakukan pengetesan.

Baca Juga: Jarang Disadari, Puasa Bisa Meningkatkan Imunitas Tubuh Loh!

"Rendahnya rasio pengetesan ini bisa menyulitkan kita untuk memeriksa apakah sebetulnya sudah melewati titik puncak pandemi atau belum secara nasional," kata Khalisa.

Khalisa menambahkan, pemerintah juga patut memperhatikan tingkat kedisiplinan masyarakat di sebuah daerah yang menerapkan PSBB.

Menurut dia, tingkat kedisiplinan dan pelaksanaannya di tiap daerah bervariasi.

Termasuk adanya perbedaan waktu pelaksanaan seperti DKI Jakarta yang sudah mulai lebih dulu.

Baca Juga: Inilah Pentingnya Kode OTP Agar Terhindar Dari Tindak Kejahatan Siber

Kemudian Jawa Barat dan Gorontalo memulainya belakangan.

Tak hanya itu, lanjut Khalisa, buka tutupnya kebijakan transportasi publik turut memberi andil akan perbedaan kualitas PSBB di berbagai daerah.

Oleh karena itu, tak bisa menyamakan situasi Indonesia dengan negara-negara lain yang sudah jauh lebih dulu menerapkan PSBB dengan disiplin.

"Berdasarkan alasan tersebut, kami menolak pelonggaran PSBB dan kembali mendesak pemerintah untuk tetap melakukan tes masif dan tracing yang agresif, sembari meningkatkan dukungan sosial ekonomi bagi warga yang terdampak Covid-19," kata dia.

Baca Juga: Ramalan Zodiak Kesehatan Hari Ini 20 Mei 2020, Ikuti Kebugaran Virtual

(Rakhmat Nur Hakim)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Wacana Pelonggaran PSBB di Tengah Tingginya Penambahan Kasus Covid-19"

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini