Jadi boleh dikata, bakso bola tenis tidak diciptakan orang Indonesia di Senayan, melainkan di Raleigh, AS, pada awal tahun-tahun enam puluhan.
Keadaan seperti itu masih tertahankan buat kami. Yang merasuk nyeri dalam kalbu ialah rasa kehilangan suasana kehangatan yang biasanya terjalin antara sesama anggota keluarga.
Baru setelah pulang ke Indonesia, dan kemudian memimpin keluarga yang terdiri atas anak- istri, saya dapat menyadari rasa kehilangan yang melanda setiap orang Indonesia yang harus merayakan Lebaran sendirian, jauh dari tanah air.
Di Indonesia, selama sebulan penuh seisi rumah selalu berusaha berbuka puasa dan makan sahur bersama. Salat isya selalu dapat kami lakukan berjamaah, dilanjutkan salat tarawih.
Saat kami anak-beranak serta seluruh penghuni rumah lainnya saling bersalam-salaman sangat tidak ternilai maknanya.
Mengantar zakat fitrah kepada yang berhak pun merupakan suatu peristiwa yang penuh hikmah, karena penyerahannya dapat dilakukan dengan ijab kabul.
Saat-saat setelah selesai menunaikan salat Id pun merupakan peristiwa yang syahdu, karena semua anak-cucu berkumpul di rumah nenek untuk memohonkan maaf dan saling bermaaf-maafan.
Mengeratkan kekeluargaan
Kalau saya mengenang kembali masa-masa merayakan Lebaran sendirian, jauh dari sanak- saudara, barulah saya memahami hikmah yang kita peroleh sebagai bangsa Indonesia dengan merayakan Idul Fitri sebagai Lebaran yang meriah.