Find Us On Social Media :

Didi Kempot Populerkan Lagu Campursari di Kalangan Milenial, Ini Sejarah Lagu Campursari yang Dimulai oleh R.M Samsi dan Manthoes, 'Lord' Didi Beri Warna Berbeda

By Khaerunisa, Selasa, 5 Mei 2020 | 15:41 WIB

Didi Kempot

Intisari-Online.com - Duka tengah dirasakan oleh masyarakat Indonesia, khususnya para sobat ambyar, sebutan untuk para fans Didi Kempot.

Selasa (5/5/2020) pagi, legenda musik campursari, Didi Kempot, menghembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit Kasih Ibu, Solo, Jawa Tengah.

Menurut Kakak Kandung Didi Kempot, Lilik, akhir-akhir ini sang adik kelelahan karena banyak kegiatan.

"Kalau saya prediksi ya begitu, kecapekan," ungkap Lilik dalam wawancara dengan Kompas TV.

Baca Juga: Sebelum Meninggal Dunia, Didi Kempot Nyanyikan Lagu Khusus untuk Hibur Para Sobat Ambyar yang Tidak Bisa Mudik Lebaran Tahun Ini

Namun, menurut Lilik, selama ini penyanyi yang akrab disapa 'Lord' Didi tersebut tidak pernah mengeluh sakit.

"Dia enggak bilang kalau ngomong sakit betul, enggak ngomong," kata Lilik.

Lilik juga mengungkapkan jika sang adik tidak memiliki riwayat penyakit apapun.

Didi Kempot kini telah tiada, banyak orang mengenang sosoknya.

Baca Juga: Hadapi Corona: Ini Cara Memulai Penyimpanan dan Persiapan Makanan Rumah untuk Jangka Panjang Saat Hadapi PSBB

Melalui media sosial, masyarakat Indonesia menyampaikan duka mendalam untuk Sang Legenda Campursari ini.

Nama Didi Kempot pun menghiasi berbagai media sosial, seperti Instagram dan Twitter.

Dari yang tua hingga muda mengucapkan bela sungkawanya.

Tak heran, belakangan Didi Kempot memang tengah kembali merengkuh popularitasnya, terutama di antara para kawula muda.

Baca Juga: Belum Usai Masalah Virus Corona, Indonesia Harus Bersiap Hadapi Masalah Kemarau dan Kekeringan, 'Hampir 30% Wilayah!'

Lagu-lagu patah hatinya kini menemani 'kegalauan' mereka.

Konser-konser Didi Kempot penuh dengan penonton anak muda.

Julukan 'The Godfather of Broken Heart' pun disematkan kepada Didi Kempot.

Fenomena Didi Kempot di kalangan anak muda tentu akan selalu di kenang.

Baca Juga: Sebelum Meninggal Dunia, Didi Kempot Nyanyikan Lagu Khusus untuk Hibur Para Sobat Ambyar yang Tidak Bisa Mudik Lebaran Tahun Ini

Bukan hanya dikenang sebagai 'Legenda Campursari', namun Didi Kempot juga akan dikenang sebagai sosok yang mempopulerkan lagu campursari di kalangan milenial.

Berbicara tentang lagu campursari, rupanya genre musik yang satu ini memiliki sejarah yang cukup panjang.

Melansir Kompas.com, Sebelum muncul sosok Didi Kempot sebagai 'The Godfather of Broken Heart', ada almarhum Manthous yang cukup terkenal dengan grup campursarinya.

Merujuk dari etimologi (bahasa), campursari dibentuk dari 2 suku kata bahasa jawa, yakni campur dan sari.

Istilah campur mempunyai banyak pengertian, sementara sari diartikan sebagai inti sari, atau yang terbaik dari sesuatu.

Baca Juga: Usia Masjid Ini Capai 1.200 Tahun dan Ditemukan di Tengah Gurun Israel, Diklaim Sebagai Masjid Tertua Sejak Kedatangan Islam Setelah Penaklukan Arab

Menurut penelitian Tri Laksono dari ISI Yogyakarta, yang berjudul "Perspektif Historis Campursari dan Campursari ala Manthous" disebutkan, Campursari merupakan perpaduan instrument gamelan dan instrument Barat yang tentu juga terkait dengan penggabungan tangga nada pentatonis dan diatonis.

Semisal pencampuran alat musik tradisional dengan modern.

Sementara itu, sesuai dengan jurnal dari Universitas Semarang tentang Jejak Campursari (The History of Campursari) yang ditulis oleh Joko Wiyoso, campursari pertama kali diperkenalkan pada tahun 1953 oleh R.M Samsi yang tergabung dalam kelompok Campursari RRI Semarang.

Awalnya tidak banyak yang mereka lakukan selain secara rutin mengisi siaran RRI Semarang setiap Rabu Malam.

Baca Juga: Covid-19 Membuat Lebih dari 300.000 Warga Inggris Berhenti Merokok, Alasannya karena Bisa Memperburuk Infeksi Virus Corona? Ini Penjelasan Ahli

Era pertama campursari

Seperti yang telah disebutkan di atas, campursari pertama diperkenalkan oleh R.M Samsi tahun 1953.

Pada 1978, kemlompok campursari besutannya berhasil menembus perusahaan swasta bernama Ira Record Semarang.

Dalam kurun waktu 1978-1980, kelompok campursari tersebut mampu menghasilkan 9 album rekaman.

Meski sudah mampu menciptakan 9 album, namun tidak membuat kelompok campursari RRI ini bertahan eksistensinya. Bahkan keberadaannya masih belum dikenal secara luas oleh masyarakat.

Selanjutnya, kemunculan Manthous membawa perubahan di campusrasri.

Musisi kelahiran Playen, Gunungkidul, Yogyakarta tersebut mencoba menghidupkan kembali campursari yang sudah lama tenggelam.

Salah satu caranya yakni membuat format yang berbeda.

Hal itu diawali kesuksesannya melempar lagu-lagu pop jawa di Jakarta, semisal "gethuk" yang dinyanyikan oleh Nur Afni Octavia, dan disusul kesuksesan Evie Tamala yang membawakan lagu pop jawa, di antaranya "kangen" pada 1992.

Baca Juga: Sempat Hampir Tidak Selamat, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson Beberkan Rencana Dokter 'Jika Ia Meninggal Karena Covid-19'

Campursari mulai dikenal

Tahun 1993 Manthous membentuk kelompok atau grup musik campursari yang diberi nama Campursari Gunung Kidul atau CSGK.

Dengan biaya sendiri, Manthous berspekulasi dengan memboyong seluruh anggota grupnya ke Jakarta untuk rekaman.

Mereka menawarkan album berjudul Kanca Tani kepada rekannya di Semarang yang kebetulan memiliki saudara yang mengelola studio rekaman Pusaka Record.

Ternyata album mereka diterima untuk digandakan dan dijual ke pasar.

Di luar dugaan, ternyata pasar menyambut positif dengan ditandai terjualnya album ini hingga ribuan kaset.

Nama Manthous pun semakin dikenal luas setelah album keduanya keluar.

Dari album tersebut, orang mengenal lagu “Nyidam Sari" dan musik campursari mulai digemari dan digandrungi masyarakat serta eksistensinya mulai diakui sebagai sebuah genre musik setara dengan genre musik yang lebih dulu eksis seperti pop, dangdut, rock, keroncong dan genre lainnya.

Baca Juga: Minum Es Atau Minum Air Hangat Saat Buka Puasa, Mana yang Lebih Baik?

Kemunculan Nama Didi Kempot

Setelah era era R.M Samsi dan Manthous barulah muncul nama Didi Kempot.

Namun, Didi Kempot mengusung warna campursari yang berbeda.

Campursari Didi Kempot tidak menggunakan musik gamelan Jawa seperti halnya campursari ala Manthous.

Hal itu mengemuka dari Jurnal "Campursari Musik Etnis Jawa Populer antara Karya Manthus dan Didi Kempot" yang dibuat oleh Wadiyo, September 2002 silam.

Dari Jurnal yang diterbitkan oleh Universitas Negeri Semarang tersebut mengambil sampel lagu campursari "Sewu Kutho" milik Didi Kempot untuk menggambarkan perbedaan campursari Manthous dan Didi Kempot.

Meski telah memulai kariernya sebagai musisi jalanan pada 1984, namun Didi Kempot baru meluncurkan album pertamanya pada 1989.

Salah satu lagu andalan di album tersebut adalah 'Cidro'.

Lagu itulah yang kini banyak dinyanyikan oleh kalangan milenial, meski sebelumnya Didi Kempot lebih dikenal dengan lagu 'Stasiun Balapan'.

Dalam perjalanan kariernya, musisi yang telah merilis sekitar 700 lagu ini telah meraih berbagai penghargaan.

Salah satu yang terbaru, ia mendapatkan pengharagaan di di Anugerah Musik Indonesia pada 2013 kategori Solo, Duo/Grup Dangdut Berbahasa Daerah.

Sementara pada tahun 2019, Didi Kempot mendapatkan Penghargaan Khusus Maestro Campursari dari Indonesia Dangdut Awards pada tahun 2019.

Baca Juga: Bak Angin Segar di Tengah Pandemi Virus Corona, Kita Bisa Dapat Uang Rp600.000 Per Bulan dari Pemerintah, Begini Caranya

 

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari