“Sekarang lagi Covid-19 nih, katanya berjemur itu bagus untuk kesehatan. Tapi alih-alih berjemur untuk menghilangkan Covid-19, bagaimana kita kalau ternyata kita menghirup polutan,” ungkapnya.
Bondan menyebutkan bahwa kualitas udara selama April 2020 ternyata berada di level yang kurang baik dengan rata-rata konsentrasi polutan PM2.5 per harinya berada pada angka 15-20.
Data tersebut didapatkan dari dua stasiun pemantauan kualitas udara milik US Embassy yang berlokasi di Monas, Jakarta Pusat dan Blok M, Jakarta Selatan.
Pemberlakuan PSBB, lanjut dia, memang berhasil mengurangi polusi udara di Jakarta yang dihasilkan oleh emisi kendaraan.
Kendati demikian, banyak sumbangan polutan PM2.5 dari sumber tidak bergerak yang berada di luar Jakarta membuat kualitas udara di Ibu Kota tidak sepenuhnya membaik.
“Jakarta katakanlah transportasi sudah berkurang signifikan. Tapi kalau transportasi sebenarnya secara polutan kalau tidak salah itu signifikan mengurangi NO2-nya, tapi PM2.5-nya masih tinggi,” ujarnya.
Sementara kondisi udara di Jakarta menyebabkan tingginya kematian akibat Covid-19, kondisi udara di Benua ini justru mampu selamatkan belasan ribu jiwa.
Mengutip The Guardian, Kamis (30/4/2020), sebuah penelitian mengungkap peningkatan kualitas udara selama sebulan terakhir dari lockdown virus corona telah menghasilkan 11.000 kematian lebih sedikit dari polusi di Inggris dan di tempat lain di Eropa.