Find Us On Social Media :

Akan Butuh Respons Militer yang Jauh Lebih Besar Dibanding di Afghanistan dan Irak, Apa Sebenarnya yang akan Terjadi Jika Kim Jong-un Benar-benar Meninggal Dunia?

By Ade S, Jumat, 24 April 2020 | 16:36 WIB

Disebut akan Butuh Respons Militer yang Lebih Besar Dibanding di Afghanistan dan Irak, Apa Sebenarnya yang akan Terjadi Jika Kim Jong-un Benar-benar Meninggal Dunia?

Intisari-Online.com - Rumor yang beredar bahwa pemimpin Korea Utara Kim Jong Un sedang berada dalam kondisi sakit kritis telah memicu kekhawatiran.

Kondisi ini tidak hanya memicu kekhawatiran tidak hanya di kalangan rakyat Korea Utara, tapi juga pemerintah Korea Selatan, AS dan sekutunya.

Bahkan, muncul sebuah dorongan untuk agar militer menyiapkan respons yang sangat luar biasa jika sampai sang pemimpin tutup usia.

Memang apa yang akan terjadi jika sang diktator meninggal dunia? Simak ulasannya berikut ini.

Baca Juga: Terbongkar Kelakuan Dikator Korea Utara 'Kim Jong Un' Semasa Bersekolah di Negara Ini: Koleksi Sepatu Basket, Bikin Contekan Hingga Simpan Majalah Dewasa

Pertanyaan tentang kesehatan diktator tersebut mencuat setelah ia melewatkan peringatan ulang tahun ke-108 kakeknya, pendiri Kerajaan Hermit Kim Il Sung, pada 15 April lalu.

Pada hari Rabu, media pemerintah Korea Utara menerbitkan beberapa komentar lama dari Kim tanpa menyebutkan keberadaannya saat ini.

Sementara saingannya Korea Selatan mengulangi bahwa ada perkembangan tidak biasa yang terdeteksi di Utara.

Tetapi bahkan jika sosok kejam berusia 36 tahun yang kelebihan berat badan itu tidak kritis, ia memang memiliki masalah kesehatan.

Baca Juga: '2 Minggu Saja Selesai Negara Dinasti Kim Itu,' Inilah 6 Deret Persenjataan Usang Korea Utara yang Harusnya 'Dimuseumkan', Masih Berani Nantangin Amerika?

Jika sampai pemerintahannya berakhir, hal itu akan menciptakan kekacauan, kata para ahli kepada Military Times.

Meskipun Kim tidak memiliki penerus atau pewaris bernama, adik perempuannya - pejabat senior partai berkuasa Kim Yo Jong - tampaknya merupakan kandidat yang paling mungkin untuk turun tangan.

Namun, beberapa ahli percaya bahwa kepemimpinan kolektif, yang dapat mengakhiri aturan dinasti keluarga, juga dapat dimungkinkan.

Kurangnya ahli waris yang ditunjuk berarti akan ada "kekacauan, penderitaan manusia, ketidakstabilan," kata pensiunan kepala operasi khusus Korea Selatan Letjen Chun In-Bum kepada Military Times.

"Ini berita buruk bagi semua orang."

David Maxwell, pensiunan kolonel Pasukan Khusus dan rekan senior di lembaga think tank Yayasan Pertahanan Demokrasi, mengatakan kepada bahwa reaksi militer Amerika dan Korea Selatan terhadap pergolakan semacam itu dapat membutuhkan upaya luar biasa.

Bahkan upaya tersebut bisa jadi akan jauh lebih besar dibandingkan apa yang dilakukan di Afghanistan dan Irak.

"Tidak diketahui apakah Kim Jong Un telah menunjuk pengganti," kata Maxwell.

Baca Juga: Terbongkar Keadaan Mengerikan Kehidupan Penjara di Korea Utara, Pria Ini Mengaku Memilih Mati daripada Menjadi Tahanan yang Dibombardir Siksaan

"Kita dapat berspekulasi bahwa mungkin saudara perempuannya Kim Yo Jong telah ditunjuk sebagai penggantinya berdasarkan promosi terakhirnya dan fakta bahwa dia telah mulai membuat pernyataan resmi atas namanya mulai bulan lalu."

Tetapi tidak diketahui, ia menambahkan, "apakah seorang wanita, meskipun menjadi bagian dari garis keturunan Paektu bisa menjadi pemimpin rezim keluarga Kim."

Kurangnya penerus yang jelas dapat menyebabkan keruntuhan rezim yang harus disiapkan AS dan Korea Selatan untuk ditangani, kata Maxwell.

Maxwell juga menambahkan bahwa perencana militer, termasuk dirinya sendiri, telah lama memberi pengarahan kepada para pemimpin senior tentang apa yang bisa terjadi.

Ada "bencana kemanusiaan yang akan terungkap di Korea Utara," menambah pergolakan yang ditimbulkan oleh pandemi coronavirus, Maxwell mengatakan kepada Military Times.

"Korea Selatan, Cina, dan Jepang (melalui kapal) akan harus berurusan dengan arus pengungsi skala besar," katanya.

“Unit Tentara Rakyat Korea Utara akan bersaing untuk sumber daya dan kelangsungan hidup. Ini akan menyebabkan konflik internal antar unit dan dapat meningkat menjadi perang saudara yang meluas.”

Dan meskipun mengalami kekacauan internal seperti itu, militer Korea Utara akan terus berjuang untuk membela negara, katanya.

Baca Juga: Pembelot Korea Utara Ditembak Setelah Mencoba Melarikan Diri Ternyata Positif Terinfeksi Virus Corona, Terungkap Begini Perlakukan Korut Pada Pasien Covid-19

“Karena Korea Utara adalah Dinasti Gerilya yang dibangun di atas mitos perang partisan anti-Jepang, kita dapat mengharapkan sejumlah besar militer (1,2 juta tugas aktif dan 6 juta cadangan) untuk melawan intervensi asing di luar negeri termasuk Korea Selatan,“ Maxwell mengungkapkan.

Masalah rumit, tambahnya, AS dan Korea Selatan harus siap untuk mengamankan program "senjata pemusnah massal, nuklir, kimia, senjata biologi dan cadangan, fasilitas manufaktur, dan infrastruktur manusia (ilmuwan dan teknisi) yang ada di Pyongyang.”

Chun sebagian besar mendukung prediksi Maxwell yang suram tentang pengungsi dan kemungkinan perang saudara di utara, tetapi tidak melihat serangan militer AS-Korea Selatan melewati Paralel ke-38.

"Apa yang akan kita lakukan? Berbaris di sana? Biarkan orang Cina melakukannya,” kata Chun.

“DPRK adalah negara berdaulat. Siapa pun yang masuk ke sana, termasuk orang Cina, akan gila. ROK-AS memiliki rencana buruk dengan asumsi buruk. Itu akan membawa kita ke perang nuklir,” tambahnya.