Penulis
Intisari-Online.com -Banyak kita dengar cerita tentang penolakan yang dilakukan warga terhadap pasien maupun jenazah korban Covid-19, namun hal berbeda terjadi di Sulawesi Barat.
Keluarga yang berduka karena orang tersayangnya harus menjadi korban meninggal Covid-19 tentu merasakan begitu banyak kesedihan.
Kehilangan anggota keluarga, tidak bisa melihatnya untuk terakhir kali, dan tak bisa memakamkannya seperti biasa. Hal itu saja sudah cukup menciptakan banyak kesedihan.
Namun, tak berhenti di situ, ada juga yang harus mendapatkan penolakan dari tetangga atau warga di tempat tinggalnya.
Tak semua warga mau menerima dengan tangan terbuka jika tetangganya terpapar virus corona.
Bahkan saat meninggal dunia karena suspect virus corona, ada warga yang menolak.
Di Tasikmalaya, Jawa Barat, ada seorang warga meninggal akibat positif corona saat dikarantina di salah satu rumah sakit swasta sempat tertahan di mobil ambulans selama 24 jam.
Ia ditolak warga dan pihak Krematorium di Kecamatan Kawalu, Kota Tasikmalaya, Senin (30/3/2020) dini hari.
Jenazah terpaksa disimpan di mobil ambulans yang terparkir di kantor BPBD Kota Tasikmalaya, sembari menunggu koordinasi pelaksanaan kremasi dan berkomunikasi dengan masyarakat setempat serta pemilik krematorium.
Padahal, jenazah positif corona tersebut diketahui meninggal sekitar pukul 01.00 WIB, Minggu (29/3/2020) dini hari dan baru bisa dikremasi serta dikuburkan pada Senin (30/3/2020) dini hari.
Namun hal itu berbeda dengan yang dilakukan warga Majene, Sulawesi Barat.
Kejadian ini berawal dari sebuah video viral yang memperlihatkan warga memberi dukungan pada warga positif corona yang dijemput menggunakan ambulans viral di media sosial.
Di video tersebut terdengar warga yang berteriak "semangat" dari kejauhan saat pasien dievakuasi ke ambulans.
Video tersebut diambil di Majene, Sulawesi Barat pada Minggu (29/3/2020).
Dikutip dari Kompas.com, Pasien positif corona adalah remaja 14 tahun salah satu santri di pondok pesantren di Bogor, Jawa Barat.
Ia pulang dan tiba di Bandara Sultan Hasanuddin pada Rabu (25/3/2020) sore.
Saat screening, suhu tubuh remaja tersebut mencapai 38,5 derajat celsius.
Tak hanya itu, ia juga batuk, flu, dan mengeluh gatal pada tenggorokan.
Menurut Kepala Dinas Kesehatan Sulawesi Barat Muhammad Alif, pasien langsung dirawat di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar.
Karena kondisinya membaik, ia pun diperkenankan pulang ke Majene.
Ia pulang menggunakan mobil pribadi dengan lima anggota keluarganya.
Baca Juga: Saat Kasus Corona AS Tertinggi di Dunia, Beginilah Kehidupan Keluarga Donald Trump Setelah Lockdown
Mereka tiba di rumahnya pada Sabtu (28/3/2020 malam.
Tak lama kemudian, Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar mengeluarkan data bahwa pasien 14 tahun itu positif corona.
"Iya, betul. Pasien yang dari Majene dinyatakan positif," ungkap Kepala Dinas Kesehatan Sulawesi Barat Muhammad Alif.
Alif pun meminta agar Tim Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Majene mendatangi rumah pasien dan memintanya untuk tidak keluar rumah.
Sementara itu Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Majene, Rahmat Malik, warga yang dijemput itu merupakan temuan pertama orang terinfeksi virus corona di Majene.
"Dia tiba di rumahnya Sabtu (28/3/2020) malam. Kami minta untuk tidak keluar rumah sambil menunggu tim medis dari provinsi menjemputnya," ujarnya.
Saat ini empat keluarga pasien tersebut diisolasi mandiri di rumahnya dan diawasi oleh tenaga medis.
Bupati Majene mengatakan selama masa isolasi, seluruh kebutuhan hidup keluarga ditanggung oleh pemerintah kabupaten.
"Keluarga ditangani tim gugus, akan terus dimonitor," ucap Fahmi. (*)
Artikel ini telah tayang di Wiken.grid.id dengan judul Satu Warga PDP Virus Corona dan Dijemput Ambulans, Tak Diduga Reaksi Tetangganya Malah Seperti Ini