Kisah Ketika Bung Karno Ditembak Saat Salat Dari Jarak 7 Meter Tapi Meleset, Penembak: Bayangan Bung Karno Bisa Pindah-pindah Posisi

Muflika Nur Fuaddah

Penulis

Intisari-Online.com -Melihat catatan sejarah puluhan tahun silam, upaya penyerangan terhadap tokoh-tokoh pemerintahan kerap terjadi.

Bahkan Presiden pertama Republik Indonesia Soekarno berkali-kali menjadi target pembunuhan.

Namun penyerangan terhadap Sang Putra Fajar berkali-kali pula gagal.

Salah satu upaya pembunuhan itu saat Soekarno melaksanakan sholat Idul Adha.

Baca Juga: Dikarenakan Pasien Positif Virus Corona di Indonesia Bertambah, Fatwa MUI: Boleh Tidak Salat Jumat di Daerah Rawan Covid-19

Dalam bukuSoekarno Poenja Tjeritaterbitan Bentang tahun 2016, penyerangan itu terjadi pada 14 Mei 1962.

Kala itu Sanusi diperintah Kartosoewiryo yang merupakan pimpinan Negara Islam Indonesia (NII) untuk membunuh Soekarno.

Kartosoewiryo sendiri sebenarnya adalah teman Soekarno saat masih kos di Gang Peneleh, Surabaya.

Mendapat perintah, Sanusi menunggu momen yang tepat untuk melaksanakannya.

Baca Juga: Statusnya Pasien dalam Pengawasan Corona, Wanita Ini Malah 'Dilepas' dan Harus Cari Rumah Sakit Rujukan Sendiri, 'Rumah Sakit Itu Enggak Tahu Harus Ngapain'

Dia memilih momen Idul Adha karena diketahui penjagaan Istana tidak begitu ketat.

Sehari sebelum upaya pembunuhan Soekarno

Dalam autobiografi Mangil berjudulKesaksian tentang Bung Karno, 1945-1967, Minggu pagi 13 Mei 1962 Mangil Martowidjojo, Komandan Kawal Pribadi Soekarno kedatangan Komandan Pengawal Istana Presiden, Kapten CPM Dachlan.

Kapten Dachlan menyampaikan ada upaya pembunuhan dari kelompok Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) terhadap Presiden Soekarno di Hari Raya Idul Adha.

Baca Juga: Sempat Kunjungi Tiga Tempat Wisata di Bali yang Pandemi Corona, 205 Siswa SMP 24 Cerme Gersik yang Nekat Pergi Study Tour Kembali Namun Orang Tua Hanya Bisa Melihat dari Jauh dan Tak Boleh Bermain dengan Teman Sebaya

Pasalnya pada 14 Mei 1962 Soekarno akan melaksanakan sholat Ied di halaman Istana dengan beberapa tokoh agama, dan terbuka bagi siapa saja.

14 Mei 1962

Pagi buta, Mangil sudah datang ke tempat Soekarno akan melaksanakan sholat berjamaah, semua sudut diperiksa Mangil dan anak buahnya.

Mangil merencanakan enam pos dengan masing-masing ditempati dua pengawal demi mengantisipasi serangan bersenjata dari luar.

Baca Juga: Sedang Hamil, Vanessa Angel Ditangkap atas Dugaan Narkoba: Ini Dampak Buruk Narkoba bagi Ibu Hamil dan Janin

Peserta sholat Ied mulai berdatangan dan baris atau saf diatur.

Disebutkan Mangil mendapat informasi dari Kepala Rumah Tangga Istana Soehardjo Hardjowardojo siapa saja yang ada di barisan pertama hingga keempat.

Baris pertama diisi oleh Soekarno dan personel Angkatan Darat. Begitu pula baris kedua hingga keempat diisi personel militer dan kepolisian.

Sementara anak-anak buah Mangil tersebar berselang-seling di belakang Soekarno.

Baca Juga: Perhatikan, Ini 4 Hal Sederhana Yang Membuat Penyebaran Virus Corona Semakin Meluas, Apa Saja?

Mangil dan Sudiyomenempatkan diri di depan presiden menghadap orang-orang yang sholat demi keamanan.

Bayangan Soekarno bergeser-geser

Pada rakaat kedua sholat Ied yang awalnya tenang berubah jadi kacau.

Baca Juga: Vanessa Angel dan Suaminya Ditangkap Polisi atas Dugaan Narkoba: Ini Alasan Banyak Artis yang Pakai Narkoba

Saat rukuk, terdengar teriakan takbir disusul suara tembakan. Sanusi menembakkan pistol ke arah Soekarno.

Beruntung, peluru tersebut gagal meluncur ke arah Soekarno.

Kendati demikian, sejumlah jamaah salat Idul Adha mengalami luka akibat tertembak di bahu dan punggung.

"Penembakan yang dilakukan dari jarak sekitar 7 meter (penembak berada di saf ketujuh), meleset," begitu penjelasan dalam buku itu.

Hal ini terlihat mustahil lantaran Sanusi merupakan penembak jitu alias sniper andalan DI/NII.

"Jalan kematian memang bukan kuasa manusia," tulis buku itu.

Namun, berdasarkan pengakuan Sanusi, pandangannya mendadak kabur saat akan menembak.

Baca Juga: Ganas Sampai Bisa Menembak dari Jarak 1900 Meter dan Musnahkan Seluruh Anggota Platon, ini Dia 9 Sniper Paling Mematikan di Dunia

Yang dilihatnya adalah bayang-bayang sosok Soekarno yang bergeser-geser, dari satu posisi ke posisi lain.

"Karena itulah, tembakannya pun menjadi ngawur," tambah buku tersebut.

Dalam sidang, Sanusi Firkat alias Usfik, Kamil alias Harun, Djajapermana alias Hidajat, Napdi alias Hamdan, Abudin alias Hambali, dan Mardjuk bin Ahmad Dijatuhi hukuman mati.

Selain menangkap mereka, pemerintah saat itu juga berhasil menangkap Kartosoewiryo.

Kartosoewiryo ditangkap tentara Siliwangi saat bersembunyi di dalam gubuk yang ada di Gunung Rakutak, Jawa Barat,4 Juni 1962.

Vonis mati dijatuhkan kepada Kartosoewiryo.

Soekarno menolak grasi mantan sahabatnya itu, sehingga Kartosoewiryo pun tetap dieksekusi mati.

Baca Juga: Nasibnya Lebih Memprihatinkan Daripada China, Italia 'Angkat Tangan' Pasien Virus Corona yang Berusia 80 Tahun Lebih Tidak Diberi Perawatan, Apakah Dibiarkan Meninggal?

Meski begitu, Soekarno bertanya kepada regu tembak pasca eksekusi itu dilakukan.

"Bagaimana sorot matanya? Bagaimana sorot mata Kartosoewiryo? Bagaimana sorot matanya?" tanya Soekarno.

Mendapatkan pertanyaan itu mereka pun menjadi bingung.

Meski demikian, seorang ajudan spontan menjawabnya.

"Sorot mata Kartosoewiryo tajam. Setajam tatapan harimau pak," jawabnya.

Mendapatkan jawaban seperti itu, Soekarno lantas bernafas lega, dan melempar tubuh ke sandaran kursi,

Tak lama setelah itu, Soekarno pun mendoakan keselamatan arwah Kartosoewiryo. (Nieko Oktavi S)

Baca Juga: Ketika Soekarno Dilantik Presiden RI Pertama, Istrinya Malah Tidak Tahu Jika Suaminya Jadi Kepala Negara Tapi Juga Tak Kaget Lantaran 'Sudah Diramalkan Bapak'

Artikel Terkait