Penulis
Intisari-Online.com - Turiyan (57) duduk di atas kayu yang dibentuk seperti mobil mainan, Minggu (8/3/2020) siang.
Kedua kakinya yang lumpuh terpangku di atas kayu itu.
Tangan kanannya memegang tongkat berukuran pendek.
Sedangkan tangan kirinya menyentuh lantai dengan alas sandal.
Kedua tangan itu bergantian mendorong kayu yang didudukinya.
Kayu itu mudah menggelinding karena terdapat empat roda di bawahnya.
Roda itu juga terbuat dari kayu.
Saat itu, Turiyan yang hidup seorang diri hendak keluar dari rumahnya di RT 041 RW 007 Dusun Lepur, Desa Jambangan, Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang.
"Ini saya buat sendiri," kata Turiyan, sambil menunjukan kayu berbentuk mobil mainan yang didudukinya.
Turiyan merupakan warga yang menderita cacat fisik.
Kedua kakinya lumpuh. Bentuk kakinya mengecil dan tidak bisa difungsikan layaknya orang dengan kaki normal pada umumnya.
Kedua tangannya juga tidak normal. Meskipun, tangannya masih bisa difungsikan.
Cerita kelumpuhan Turiyan itu bermula sejak kelas 2 sekolah dasar (SD).
Saat itu, setiap organ tubuhnya masih normal.
Sampai akhirnya, Turiyan yang merupakan anak ketiga dari sembilan bersaudara mengalami kecelakaan.
Ketika itu, Turiyan yang masih berumur sekitar 10 tahun mandi di sungai bersama teman-temannya.
Nahas, dia terjatuh saat melompati bebatuan. Kedua kakinya terperosok di antara batu dan menimpanya.
Sejak saat itu, Turiyan tidak bisa berjalan.
Berbagai pengobatan telah dilakukan, namun hasilnya tidak maksimal.
Kaki Turiyan mulai paha sampai ke telapak kaki lumpuh dan kondisinya mengecil.
"Jatuh di sungai kejepit batu. Ditolong oleh lima orang, tapi tidak bisa," kata dia.
Sejak saat itu, Turiyan berjalan menggunakan tangannya.
Lalu di usia 20 tahun, Turiyan berinisiatif membuat mobil-mobilan dari kayu yang bisa ditumpanginya untuk berjalan.
"Saya buat seperti ini supaya saya lebih cepat (berjalannya)," kata dia.
Hidup mandiri membuat kerajinan bambu
Turiyan tinggal seorang diri di rumahnya. Saudaranya sudah memiliki keluarga dan rumah masing-masing.
Rumah yang ditempatinya adalah rumah keturunan keluarganya terdahulu.
Sehari-hari, Turiyan membuat tampah, alat tradisional dari anyaman bambu yang biasanya dibuat untuk membersihkan beras.
Hal itu dilakukan Turiyan di tengah keterbatasan fisiknya.
"Ada orang pesan dibuatin. Kalau tidak ada ya diam saja. Cuma nyapu-nyapu," kata dia.
Meski tinggal seorang diri, Turiyan bukan berarti menjalani hidup sepenuhnya seorang diri.
Saudaranya yang bernama Paingan (37) masih kerap merawatnya.
Rumah keduanya berdampingan sehingga masih bisa saling membantu.
Selama ini, kebutuhan untuk Turiyan dipenuhi oleh saudaranya itu.
Termasuk untuk kebutuhan hidupnya.
Tidak hanya itu, Paingan juga yang mengambilkan bambu untuk Turiyan supaya dibuat tampah jika ada orang yang memesan.
"Ini rumah orangtua. Dulu, di sini ada kakak saya. Makanya saya buat rumah sendiri."
"Dia (Turiyan) tinggal bersama kakak saya. Tapi kakak saya sudah tidak ada (meninggal)," kata Paingan.
"Kalau nyuci dan buat kopi, kakak saya ini bisa sendiri. Tapi kalau makan, istri saya yang masakin," imbuh dia.
Ketua RT 041 RW 007, Suwardi mengatakan, dirinya selalu berusaha supaya Turiyan mendapat perhatian dari pemerintah setempat.
"Dulu dapat BLT (bantuan langsung tunai). Yang membawa ke balai desa saya, saya gendong," ungkap dia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Turiyan, Alami Lumpuh 47 Tahun, Gunakan Mobil-mobilan Pengganti Kursi Roda"