Advertorial
Intisari-online.com - Pada pagi ini, Selasa (3/3/2020) Gunung Merapi dikabarkan melakukan erupsi.
Tercatat asap kolom erupsi mencapai setinggi 6.000 meter dari atas puncak gunung, namun stastusnya masih Waspada atau Level II.
Erupsi tersebut berlangsung selama 450 detik, dari pengatakan BPPTKG, guguran erupsi mengarah ke hulu di Kali Gendol dengan jarak maksimal 2 km.
Sementara erupsi terjadi, beredar rekaman video kilat menyambar bersamaan dengan erupsi Gunung Merapi.
Menurut BMKG, petir yang muncul pada saat erupsi gunung berapi memang sudah biasa terjadi.
Terlepas dari kabar erupsinya gunung merapi, pernahkan Anda membayangkan tentang bagaimana kisah penjaga gunung tersebut.
Mungkin, mendengar kisah ini Anda akan terkejut dan tak habis pikir tentang pengorbanan mereka untuk menyelamatkan manusia dari bencana gunung berapi.
Seperti kisah Saechani ini, seorang petugas Jawatan Geologi urusan Volkanologi, yang beperan penting dalam menjaga gunung berapi.
Tahu 1961, saat Merapi meletus, ia pernah disangka mati.
Sechani saat itu, bertugas di malam hari, ketika hujan abu tebal dan batuan kecil bertebaran.
"Para penjaga Gung Merapi disangka sudah menjadi mayat semuanya," kisah Saechani, saat itu.
Kebetulan, penjaga Gunung Merapi pada saat itu tidak boleh lari menyelamatkan diri, meski gunung sedang meletus.
Penjaga gunung berapi bertugas mengamati perkembangan gunung, catatan suhu, dan pemetaan kawah.
Pada 1972, Saechani bertugas di Pos Babadan yang lokasinya termasuk dekat dari Puncak Merapi.
Baca Juga: Bepergian Setelah Dipecat, Pemuda Ini Malah Dapatkan Pacar Baru Gara-gara Hal Ini Selama Penerbangan
Tahun itu diiperkorakan siklus merapi mengeluarkan letusan tipe besar.
Menurut keterangan, tahun 1972-1973 Merapi meletus dengan tipe volkanian.
Materi yang dilontarkan membentuk awab bergumpat seperti bungan coal yang tegak menjulang secara vertikal.
Kemudian menghasilkan semburan asap hitam setinggi 3 kilometer.
Disertai hujan pasir, kerikil, dan juga awan pijar guguran ke Kali Batang.
Sementara, pada masa itu mereka hanya mendapatkan gaji Rp10 per harinya jika status gunung dalam keadaan bahaya.
Uang itu dikenal dengan istilah uang bahaya.
Selain gaji, para penjaga ini juga mendapatkan uang makan yang besarnya sesuai jabatannya.
Dalam melakukan tugasnya, Saechani saat itu ditemani dua orang asisten mengurusi kebutuhannya sehari-hari.
Kehidupan Saechani tidak bisa dipisahkan dari gunung berapi. Pasalnya, Saechani sendiri dilahirkan di Gunung Semeru. (Harian Kompas, 15 September 1972)