Penulis
Intisari-online.com -Virus Corona telah buat banyak pihak kewalahan.
China sebagai negara yang pertama kali menghadapi wabah virus ini juga hadapi rundungan keras dari berbagai negara.
Disalahkan atas perdagangan hewan eksotis yang mereka makan, penanganan yang kurang cepat sampai muncul banyak teori jika virus itu adalah virus yang sengaja dilepas.
Terlepas dari semua kritik tersebut, China sudah lakukan hal terbaik yang mereka bisa untuk tanggulangi merebaknya virus Corona di negara mereka.
Baca Juga: Ada 6 Pasien Positif Virus Corona, Begini Klaster Penyebaran Virus Corona di Indonesia
Namun, ada banyak halangan yang buat usaha negara tersebut tersandung dan belum berhasil.
Masih terekam dengan baik di ingatan kita saat merebaknya SARS yang juga berasal dari China.
Sejak saat itu, China telah berusaha keras untuk perbaiki sistem kesehatan mereka.
Namun rupanya banyak kebrobokan sistem yang buat usaha tersebut harus dilakukan ekstra keras.
Melansir South China Morning Post, China memiliki sistem kesehatan yang bergaya hampir sama dengan yang dimiliki oleh Uni Soviet sebelum runtuh dan pecah menjadi Rusia dan negara-negara di sekitarnya.
SARS pada tahun 2002 telah menjadi pengujian sistem kesehatan tersebut pertama kali.
Sejak saat itu sistem kesehatan mereka terus menerus diperbaiki.
Pusat penanganan penyakit negeri tersebut dan pusat sistem pencegahannya, 18 tahun kemudian yaitu pada tahun ini, terbukti masih terlalu lemah untuk efektif melawan virus Corona yang lebih ganas dibandingkan SARS.
China telah menghabiskan dana 10 kali lipat dari dana kesehatan yang normal sejak SARS mewabah.
Mereka juga membangun ribuan pusat penanganan dan pencegahan penyakit di berbagai wilayah, layaknya puskesmas di seluruh negara tersebut.
Namun epidemi Covid-19 tunjukkan jika mereka masih terlalu lemah untuk tanggulangi epidemi virus Corona.
Hal ini disebabkan karena rupanya banyak kebobrokan di dalam sistem ekonomi dan pemerintahan China.
Pendanaan per tahun yang tidak stabil, birokrasi yang rumit dan sulit serta pekerja terampil yang tidak seimbang dengan para pekerja yang tidak terlatih rupanya menjadi penyakit sendiri bagi sistem kesehatan China.
Pusat Pencegahan dan Penanganan Penyakit (China CDC) yang mirip dengan Pusat Pencegahan dan Penanganan Penyakit Amerika dikritik habis-habisan akibat terlalu lambat peringatkan orang-orang tentang SARS.
CDC China tidak kabarkan baik dalam bentuk buletin ke rumah sakit bagaimana menahan virus SARS sampai April 2003.
Saat itu sudah lima bulan setelah kasus pertama diidentifikasi.
Baca Juga: Rasakan Sakit di Punggung Bawah, Wanita ini Rupanya Idap Penyakit Langka
Wabah tersebut akhirnya membunuh 349 warga China sebelum akhirnya melemah, menurut WHO.
Kritik yang sama dihadapi CDC China terkait respon mereka terhadap virus Corona pada awal 2020, walaupun dalam kedua kasus, mereka tidak memiliki wewenang untuk membagikan peringatan.
Seorang ahli medis yang terkenal setelah bisa mengobati pasien SARS tahun 2003, menyayangkan jika CDC China masih bukan apa-apa.
Baginya, CDC China hanyalah departemen teknis dan berperan rendah dalam sistem kesehatan selama wabah virus Corona 2020 ini.
Masalahnya, tidak seperti CDC Amerika yang berdiri sendiri, CDC China masih harus melakukan protokol dan menerima pendanaan dari Komisi Kesehatan Nasional, departemen di tingkat Kementerian yang juga mengatur kebijakan jumlah kelahiran di negara tersebut.
Xi Chen, seorang asisten profesor di Kesehatan Masyarakat Yale, menyebut jika CDC China hanyalah badan penelitian.
"CDC China adalah badan penelitian. Mereka hanya kabarkan laporan untuk membantu Komisi Kesehatan Nasional untuk tanggulangi wabah tersebut, tetapi mereka tidak memiliki kuasa untuk umumkan gawat darurat atau lakukan aksi melawan siapa yang sebarkan virus tersebut. Mereka juga tidak memiliki kuasa untuk memindahkan suplai medis atau anggota staff ke area lain di China.
"Pemerintah China dapat lebih proaktif untuk membuat investasi lebih besar di CDC China sehingga perbolehkan mereka pindahkan sumber daya yang lebih mumpuni ke daerah yang lebih terisolasi, demikian juga dengan suplai medis, serta agar mereka bisa memiliki kuasa umumkan kondisi gawat darurat dan bantu pemerintah lokal."
Walau China kelola pusat penanganan penyakit dengan jaringan terbesar di dunia, yaitu 3443 di tahun 2018, 60% dari jumlah itu ada di wilayah perkotaan.
Lebih buruk lagi, pendanaannya rupanya lebih rendah daripada badan yang ada di negara berkembang.
Dari tahun 2002 hingga 2005, investasi pemerintah di kantor CDC Cina dan fasilitas di seluruh negeri meningkat rata-rata 4,4 kali, sementara pembiayaan untuk peralatan meningkat 7,2 kali, menurut sebuah makalah penelitian yang ditulis oleh selusin kepala fasilitas CDC China lokal bersama dengan para sarjana dari Universitas Fudan di Shanghai.
Tetapi pada saat yang sama, pendanaan untuk biaya operasi CDC China hanya meningkat sekitar 40 persen.