Di sisi lain, AS sebenarnya juga paham jika militer Rusia tidak segera melancarkan serangan balasan karena jika terjadi perang terbuka antara Rusia dan AS, situasi perekonomian dunia akan kacau balau.
Pasalnya medan perang akan meluas tidak hanya di Suriah saja. Negara-negara yang terlibat pertempuran juga makin banyak serta bisa memicu PD III bahkan perang nuklir.
Baca juga: (Foto) Tragisnya Nasib Anak-anak yang Diserang Gas Beracun di Perang Suriah
Oleh karena itu untuk melokalisir medan perang, AS juga sangat memperhitungkan Rusia.
Dalam serangan rudal ke Suriah, Pentagon sudah menjelaskan bahwa serangan rudal ke Suriah sama sekali tidak ditujukan ke pangkalan-pangkalan militer Rusia di Suriah dan prinsip itu memang dibuktikan.
Atas sikap militer AS dan sekutunya yang masih menghormati kehadiran militer Rusia di Suriah itu, cukup masuk akal jika Rusia masih memilih belum bereaksi secara militer.
Presiden Putin sebagai mantan anggota KGB yang paham betul akal bulus AS pun kemudian lebih memilih langkah diplomatik untuk menangangani gempuran rudal Sekutu melalui PBB.
Putin memilih mempengaruhi PBB untuk membahas masalah serangan senjata kimia dan serangan rudal Sekutu di Suriah, karena Putin sendiri tidak yakin adanya serangan senjata kimia.
Putin memang telah memerintahkan para ahli senjata kimia Rusia untuk melakukan investigasi di lokasi serangan (Ghouta Timur) tapi tidak berhasil menemukan bukti.
Sebagai mantan agen KGB yang juga paham betul cara kerja CIA, Putin sebenarnya curiga serangan senjata kimia itu justru merupakan rekayasa AS dan sekutunya.
Di media massa internasional Putin bahkan kerap menyatakan bahwa aksi terorisme di dunia 75% karena ‘ulah CIA’.