Penulis
Intisari-Online.com - Ketika AS dan sekutunya menyerang Suriah Sabtu dini hari (14/4/2018), radar Rusia sebenarnya berhasil mendeteksi pesawat-pesawat tempur dan kapal perang AS.
Jet-jet tempur AS, Perancis, dan Inggris yang digunakan dalam serangan rudal, bagi Rusia mudah dideteksi karena jet-jet tempur generasi keempat seperti Tornado, Rafale, F-15 dan F-16 itu bukan merupakan pesawat berteknologi siluman (stealth).
Tapi militer Rusia ternyata tidak meluncurkan serangan untuk mencegat jet-jet tempur Sekutu seperti ancaman yang sebelumnya pernah dilontarkan oleh Presiden Vladimir Putin sendiri.
Jika mau Rusia sebenarnya bisa menyerang jet-jet tempur dan kapal perang sekutu dengan cara menerbangkan jet-jet tempurnya yang sudah berada di Suriah.
Baca juga:Seberapa Buruk Dampak Perang Suriah? Simak Saja Foto-foto 'Before-and-After' Berikut Ini
Atau meluncurkan rudal jarak jauh penghancur pesawat dan kapal perang dari armada kapal-kapal perang Rusia yang berada di Laut Hitam.
Ketika menggempur pangkalan ISIS di Suriah, Rusia pernah meluncurkan rudal jarak jauh dari Laut Hitam dan tepat menghantam sasarannya.
Gempuran jarak jauh oleh Rusia dari Laut Hitam itu sebenarnya secara militer sengaja dilakukan untuk menggertak militer AS yang tidak serius saat menggempur ISIS di Suriah.
Tapi gempuran rudal itu sekaligus juga memberikan peringatan kepada AS, bahwa Rusia sebenarnya bisa menghantam sasaran militer AS di Suriah dan tempat lainnya kapan saja.
Militer AS bukannya tidak siap untuk menghadapi serangan balasan Rusia dan sudah menyiagakan kapal-kapal perang di Laut Mediterania dan Teluk Arab yang bertugas mencegat rudal-rudal Rusia jika jadi diluncurkan.
Tapi rupanya ancaman serangan Rusia jika AS dan sekutunya menyerang Suriah rupanya ‘kurang serius’.
Pasalnya sebagai reaksi untuk menunjukkan Rusia telah membela Suriah, Rusia hanya menembakkan sejumlah rudal untuk merontokkan rudal-rudal AS dan sekutunya.
Perlawanan Rusia itu pun tidak dilakukan secara terang-terangan mengingat Rusia sendiri menyatakan bahwa yang meluncurkan serangan balasan adalah militer Suriah sendiri.
Sikap Rusia itu menunjukkan bahwa Putin sebenarnya tidak ingin berperang melawan AS dan sekutunya secara terbuka di Suriah.
Karena putin sendiri tidak yakin menang dan secara material serta finansial akan mengalami kerugian besar.
Baca juga:AS Luncurkan Tomahowk di Serangan Pertama ke Suriah, Biayanya Setara 30 Km Jalan Tol di Indonesia
Pasalnya misi utama Rusia membantu Suriah adalah agar Presiden Bashar al Assad tetap berkuasa dan minyak-minyak Suriah pun lancar dikirimkan ke Rusia.
Tujuan Rusia ke Suriah untuk cari uang dan bukan berperang bahkan ditunjukkan melalui pengiriman pasukan bayaran Rusia yang bertempur melawan pasukan pemberontak Suriah.
Pasukan bayaran Rusia yang dibayar oleh Suriah itu sejumlah di antaranya bahkan telah tewas oleh serangan udara AS.
Atas serangan udara yang mengakibatkan tewasnya sejumlah tentara bayaran itu, Rusia tidak bisa berbuat banyak mengingat tentara bayaran Rusia statusnya bukan militer resmi tapi sukarelawan.
Apalagi selama misi tempur untuk mendukung Suriah, Rusia sedikitnya telah kehilangan dua pesawat tempur, satu jet tempur Su-25 rontok ditembak jatuh pemberontak dan satu lagi pesawat transpor militer jatuh ‘karena masalah teknis’.
Dengan kerugian-kerugian material dan korban jiwa tentaranya yang sudah dialami, maka Rusia tampaknya sengaja menghindari perang terbuka melawan AS di Suriah karena tidak yakin memenangkan peperangan.
Apalagi tujuan utama Rusia di Suriah bukan menguasai negara itu .
Tetapi selain minyak, Rusia juga berambisi memiliki pangkalan militer yang bisa digunakan untuk memberikan pengaruh di Timur Tengah yang notabene telah dijadikan ‘tambang minyak’ oleh Rusia.
Di sisi lain, AS sebenarnya juga paham jika militer Rusia tidak segera melancarkan serangan balasan karena jika terjadi perang terbuka antara Rusia dan AS, situasi perekonomian dunia akan kacau balau.
Pasalnya medan perang akan meluas tidak hanya di Suriah saja. Negara-negara yang terlibat pertempuran juga makin banyak serta bisa memicu PD III bahkan perang nuklir.
Baca juga:(Foto) Tragisnya Nasib Anak-anak yang Diserang Gas Beracun di Perang Suriah
Oleh karena itu untuk melokalisir medan perang, AS juga sangat memperhitungkan Rusia.
Dalam serangan rudal ke Suriah, Pentagon sudah menjelaskan bahwa serangan rudal ke Suriah sama sekali tidak ditujukan ke pangkalan-pangkalan militer Rusia di Suriah dan prinsip itu memang dibuktikan.
Atas sikap militer AS dan sekutunya yang masih menghormati kehadiran militer Rusia di Suriah itu, cukup masuk akal jika Rusia masih memilih belum bereaksi secara militer.
Presiden Putin sebagai mantan anggota KGB yang paham betul akal bulus AS pun kemudian lebih memilih langkah diplomatik untuk menangangani gempuran rudal Sekutu melalui PBB.
Putin memilih mempengaruhi PBB untuk membahas masalah serangan senjata kimia dan serangan rudal Sekutu di Suriah, karena Putin sendiri tidak yakin adanya serangan senjata kimia.
Putin memang telah memerintahkan para ahli senjata kimia Rusia untuk melakukan investigasi di lokasi serangan (Ghouta Timur) tapi tidak berhasil menemukan bukti.
Sebagai mantan agen KGB yang juga paham betul cara kerja CIA, Putin sebenarnya curiga serangan senjata kimia itu justru merupakan rekayasa AS dan sekutunya.
Di media massa internasional Putin bahkan kerap menyatakan bahwa aksi terorisme di dunia 75% karena ‘ulah CIA’.
Dengan sikap seperti itu Putin sebenarnya bersikap lebih bijaksana dibandingkan Presiden Trump, yang ternyata sangat menginginkan perang sekaligus menghambur-hamburkan anggaran militer AS.
Namun, terkait serangan rudal Sabtu dini hari, Rusia telah berjanji untuk memasok rudal-rudal S-300 ke Suriah secara gratis guna menghadapi serangan AS dan sekutunya jika dilancarkan lagi.
Untuk serangan rudal AS dan sekutunya yang diprediksi masih bisa terjadi, rupanya Rusia tidak akan tinggal diam.
Apalagi jika serangan ke Suriah itu masih dengan alasan penggunaan senjata kimia yang oleh Rusia dianggap ‘hanya rekayasa’ militer AS dan CIA.
Dengan pertimbangan seperti itu dan didukung niat Rusia memberikan rudal-rudal S-300 ke Suriah secara gratis, maka perlawanan Rusia kepada militer AS dan sekutunya akan ‘serius’.
Pasalnya Rusia yang sudah naik pitam tidak akan memperhitungkan untung rugi lagi.