Penulis
Intisari-online.com -Siapa yang tidak kenal cerita Jurrasic Park?
Film menegangkan mengenai taman hiburan bertema 'kebangkitan dinosaurus' ini ceritakan bagaimana ilmuwan ciptakan hewan yang telah lama punah tersebut.
Film Jurrasic Park yang dimodernisasi menjadi Jurrasic World berasal dari dunia ciptaan Arthur Conan Doyle, penulis misteri seri Sherlock Holmes.
Berjudul 'The Lost World', bukunya pertama kali dipublikasikan pada 1912, menceritakan kisah sudut asing di Amerika Selatan tempat dinosaurus dan makhluk kolosal lain masih hidup di muka bumi.
Ketika semua pembacanya mengira jika The Lost World adalah fiksi, tetapi kisah karangan Conan Doyle tersebut terinspirasi dari eksplorasi yang temukan tiga koloni Eropa kecil di perbatasan Brazil sebagai ujung Amerika Selatan.
Ketiga koloni tersebut adalah Guiana Inggris, Guiana Belanda dan Guiana Perancis.
Kini, ketiga koloni tersebut sering dikenal dengan negara Guyana, Suriname, dan wilayah milik Perancis bernama Guyana.
Pada sebagian besar abad ini, dua dari ketiga negara tersebut telah dikenal oleh dunia, dengan Clive Lloyd, seorang legenda olahraga kriket berasal dari Guyana dan Guyane terkenal atas peluncuran roket Ariane.
Namun selama ini, wilayah Guyane telah menghilang dari radar global.
Hingga akhirnya, ketiganya telah beranjak dari bayang-bayang saat keajaiban alam, sejarah dan budaya mereka ditemukan oleh pelancong yang mempertanyakan dunia baru untuk dieksplorasi.
Tentu saja, tidak ada dinosaurus di sana, tetapi kekayaan hayati yang ada lebih membahayakan daripada dinosaurus.
Wilayah ketiganya masih tercakup dalam hutan hujan Amazon, penuh dengan kehidupan liar yang sangat bervariasi.
Tercatat ada berang-berang sungai raksasa dan pemakan semut raksasa, serta ular anakonda yang mencapai 8.5 meter.
Selain itu, masih ada laba-laba sebesar tangan manusia, ikan arapaima berupa ikan karnivor yang membuat piranha terlihat lucu.
Kekayaan Budaya
Guyana dinamai berdasarkan kata asli Amerika yang berarti "Tanah dengan Air yang Banyak".
Namun sejarah mencatat, di tempat tersebut lebih banyak orang dari berbagai macam bahasa.
Guyana menggunakan bahasa Inggris, Suriname gunakan bahasa Belanda sebagai bahasa nasional dan bahasa Perancis sebagai bahasa ibu di Guyane, ketiganya menjadi negara tanpa bahasa Spanyol atau Portugis sebagai bahasa resmi di Amerika Selatan.
Guyana awalnya menjadi koloni Belanda selama 2 abad, selanjutnya diberikan ke Inggris tahun 1814 menjelang berakhirnya Perang Napoleon.
Belanda tetap menahan kontrol di sekitar sungai Suriname.
Pada abad 17, Italia adalah penjajah yang berlabuh pertama kali di pantai Guyane, tetapi Perancis segera mengklaim teritori tersebut.
Guyana mendapat kemerdekaan di tahun 1966, sedangkan Suriname di tahun 1975, sementara Guyane berubah dari koloni Perancis menjadi wilayah departemen seberang laut Perancis tahun 1946, untuk selanjutnya menuntut kemerdekaan mereka.
Kerajaan Perancis mengimpor buruh dan pembantu dari pulau Jawa, Indonesia, India dan Afrika Barat untuk bekerja di perkebunan di Guyane.
Selanjutnya pekerja tersebut bersama dengan suku Indian dan keturunan penjajah Eropa, mereka menjadi satu dari sekian populasi paling beragam di dunia.
Kini, Guyana terkenal sebagai bagian penting hutan hujan penyumbang oksigen di dunia dan penyimpan karbon terbesar, yaitu hutan hujan Amazon yang menyambung dari Amazon wilayah Brazil.
Masih banyak ditemukan katak pohon emas dan burung cotingid dengan bulu berwarna merah menyala.
Tidak hanya tersusun dari pohon, hutan hujan Guyana juga tersusun dari sabana tropis seperti daerah Rupupuni, tempat pemakan semut raksasa tinggal, satu-satunya hewan yang bisa kalahkan jaguar.
Kaiman hitam, saudara buaya dan aligator, berang-berang raksasa, dan belut elektrik sepanjang 1 meter hidup di sungai Mapari, sungai di wilayah Yupukari, selatan Rupupuni.
Masih banyak hewan lain yang hidup di hutan hujan Guyana, laba-laba raksasa pemakan burung, katak burung Rosenberg yang disebut sebagai Gladiator karena kegalakannya, sepasang tapir besar, dan hewan langka elang harpy Amerika.