Advertorial

14 Hari Observasi Corona di Natuna, Banyak WNI dari Wuhan yang Terlibat Cinta Lokasi 'Gimana Enggak Cinlok, di Antara Kami Masih Banyak yang Jomblo'

Tatik Ariyani

Editor

Tinggal bersama selama 14 hari di hanggar Lanud Raden Sadjad, Natuna, para WNI dari Wuhan itu ternyata banyak yang terlibat cinta lokasi (cinlok).
Tinggal bersama selama 14 hari di hanggar Lanud Raden Sadjad, Natuna, para WNI dari Wuhan itu ternyata banyak yang terlibat cinta lokasi (cinlok).

Intisari-Online.com - Momen observasi Warga Negara Indonesia (WNI) di Pulau Natuna ternyata tak hanya melulu tentang kesedihan, namun juga tentang asmara.

Tinggal bersama selama 14 hari di hanggar Lanud Raden Sadjad, Natuna, para WNI dari Wuhan itu ternyata banyak yang terlibat cinta lokasi (cinlok).

14 hari memang bukanlah waktu yang singkat.

Selama waktu itu, mereka melalui aktivitas bersama-sama melewati hari-hari dalam ruang terbatas.

Baca Juga: Pesta Seks di Taman Kota Membuat Walikota Sampai Tutup Taman Kota Ini, Namun 'Pelakunya' Justru Tidak Ditangkap dan Malah Dibiarkan Saja, Mengapa?

"Iya, tentu berkesan. Dan tidak hanya berkesan, namun menggoreskan pengalaman berharga dalam hidup," kata Yayu Indah Maharani, seorang mahasiswa yang dievakuasi dari Wuhan dan kemudian menjalani observasi di Natuna.

Sembari menenteng tas ranselnya, Yayu bercerita pengalaman yang dilaluinya selama observasi yang tidak akan terlupakan begitu saja.

"Seumur hidup baru kali ini saya mengalami kejadian diobservasi dalam sebuah ruang gerak terbatas. Namun itu bukan persoalan. Masa observasi memberi saya sebuah pengalaman berharga," kata gadis asal Kendari itu kepada Tribun, Sabtu (15/2/2020).

Yayu lantas mengibaratkan bagaimana secarik kertas tak cukup menggoreskan cerita hari-hari yang dilalui ratusan WNI saat menjalani masa observasi di Lanud Raden Sajad, Ranai, Natuna.

Baca Juga: Gadis India Lahir dengan Mata Hijau, Rambut Merah dan Kulit Putih, Sering Jadi Pusat Perhatian dan Dapat Perlakuan Beda, Begini Penampilannya Sekarang Saat Sudah Dewasa

Bukan tanpa alasan, karena rentetan perjalanan mereka cukup panjang, mulai dari dijemput oleh Pemerintah Indonesia dari Wuhan Provinsi Hubei, China, mereka sudah mulai saling berkenalan satu sama lain.

"Ibarat kawan senasib sepenanggungan, kami dievakuasi lalu diisolasi di sebuah pulau. Kalau kata medis bak virus yang harus dihindari. Kami seperti virus yang bisa menyebar, padahal tidak. Saya tahu lah gejala virus bagaimana. Enggak sia-sia dong saya jadi mahasiswa kedokteran," cetus Yayu sambil tersenyum.

"Namun walau bagaimanapun, saya bersyukur telah melewati pengalaman berharga ini," imbuhnya.

Baca Juga: Hati-Hati! Jangan Instal Aplikasi-aplikasi Ponsel Ini Jika Tak Ingin Data Pribadi Anda Dicuri, Ada Lebih Dari 10 Lho!

Yayu pun mulai bercerita perasaan semula yang ia rasakan saat menjalani serangkaian evakuasi dari Wuhan membuat hati dan perasaannya bercampur aduk.

"Iya, mungkin karena pertama kali dijemput Pemerintah, terus satu pesawat dengan warga Indonesia lainnya. Kesannya itu beda jika kita pulang sendiri," ujarnya.

Lalu, lanjut Yayu ia dan para WNI dari Wuhan lainnya singgah di bandara Hang Nadim Batam, dan kemudian kembali terbang menuju Natuna.

"Dalam proses evakuasi ini ada yang tak kalah menarik dari petugas dan perlakuan kepada kami. Bukan yang aneh ya, tapi menurut saya unik sih. Seperti petugas menggunakan alat pelindung diri bak astronot, kami disemprot disinvektan anti virus. Iya aneh saja gitu," ucap Yayu bercerita.

"Tapi itu tidak masalah," imbuhnya.

Masih melanjutkan cerita, Yayu bersama ratusan WNI lainnya di dalam hanggar Natuna mulai menjalani aktivitas sebagai warga observasi.

Baca Juga: Tetangga Dibuat Heran karena Sosok Laki-laki Berusia 80 Tahun Ini Tak Pernah Kelihatan, Terungkap Sang Keponakan Diam-diam Menguburkannya di Pekarangan Rumah, Ternyata Begini Kondisi Mereka

"Iya tentu berbeda dari aktivitas kami biasa di kampus maupun di kampung halaman. Tiga kali sehari kesehatan diperiksa, diberi vitamin dan aktivitas lainnya terjadwal hingga 14 hari terus berlangsung demikian," ungkap Yayu.

Hari demi hari pengenalan dan saling dekat satu sama lainnya mulai berlangsung.

"Bak PDKT kalau kata orang. Di sini banyak yang cinlok (cinta lokasi) Bang. Ini kawan saya ada," sebut Yayu dengan nada keras.

Seketika teman Yayu yang berbaris menenteng tas ransel sebelum menuju pesawat terlihat malu tersipu mendengar Yayu menyebut namanya.

"Gimana enggak cinlok, di antara kami masih banyak yang jomblo. Terus selama di sini aktivitas dilalui bareng-bareng. 14 hari bukan waktu sebentar lho," kata Yayu.

Meski banyak teman-temannya yang terlibat cinlok, Yayu sendiri mengaku tak ikut mendapat gebetan.

"Oh, enggak, saya sudah ada yang punya," jawab Yayu.

Baca Juga: Ketakutan Setengah Mati dengan Mantan yang Menguntit, Seorang Ibu Rela Tidur di Tempat Gelap dan Sempit Ini, Kenapa Sih Seseorang Bisa-bisanya Tak Mau 'Melepaskan' Mantan?

Ia menceritakan selama di hanggar banyak melahirkan bibit cinta, karena selama di sana ada saja sesama teman yang saling melirik dan memberi perhatian.

"Ada yang nyanyiin lagu dan bermain musik. Tapi enggak tahu ya nantinya bakalan ada yang jadian atau enggak. Tetapi selama masa observasi banyak teman-teman yang sudah saling dekat, dan naksir," kata Yayu sembari mengakhiri pembicaraan dan memasuki pesawat.

"Tapi saya mau sampaikan, terimakasih buat semuanya, terimakasih buat pemerintah Indonesia juga buat warga Natuna yang sudah menerima kami. Kami bangga, semoga kami bisa menggapai cita-cita kami nantinya. Sampai ketemu lagi," kata Yayu.

(tribun network/brs/dod)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Observasi di Hanggar Berujung Cinta Lokasi, 'Gimana Enggak Cinlok, Masih Banyak yang Jomblo'

Artikel Terkait