Find Us On Social Media :

Ditawari Bertemu Diktator Franco, Hitler Malah Pilih Cabut Empat Giginya, Kenapa?

By Ade Sulaeman, Jumat, 23 Maret 2018 | 15:00 WIB

Intisari-Online.com - Perang saudara Spanyol (1939-1943) mengakibatkan ratusan ribu nyawa melayang, dan makan biaya lebih dari 15 milyar dolar pada hitungan masa itu.

Apakah setelah perang usai tercipta perdamaian dan pemerintahan yang demokratis di Spanyol?

Ternyata yang dilahirkan oleh perang ini adalah suatu pemerintahan totaliter pula.

Jenderal Franco menjadi diktator dalam suatu rezim fasis di Spanyol hingga meninggalnya tahun 1975.

(Baca juga: (Foto) Bak Gudang Fashion, Inilah Lemari Seluas 65 Meter Persegi Milik Sosialita Asal Singapura)

Pada tahun-tahun pertama kekuasaannya, maka Franco yang mdapat gelar Caudillo atau pemimpin itu, terus melaksanakan balas dendam dengan mengeksekusi banyak musuh Nasionalis.

Selama tahun 1939-43, sedikitnya 200.000 orang dihabisi, baik lewat pembunuhan politik maupun eksekusi.

Untungnya bagi negara-negara demokrasi Barat, Spanyol tidak mau melibatkan diri dalam PD II dengan berpihak kepada rezim fasis Jerman dan Italia.

Tahun 1940, pemimpin Jerman Nazi Adolf Hitler bertemu Franco, untuk membujuknya masuk ke pihaknya dalam PD II.

Namun Franco ternyata tidak menanggapi, walau dia sudah dibantu oeh Hitler untuk memenangkan perang saudara Spanyol.

Bahkan dilaporkan dalam pertemuan beberapa jam itu, Franco bersikap dingin, keras dalam mempertahankan pandangannya,  dan lebih sering berdiam diri mendengar ocehan Hitler.

Sehingga ketika usai pertemuan, Hitler ditanya oleh pembantunya apakah perlu dijadwalkan pertemuan lagi, Hitler menjawab, daripada bertemu Franco lagi, “lebih baik tiga atau empat gigiku dicabut saja.”

Seusai perang, para pemimpin Barat menyesali politik mereka terhadap perang saudara Spanyol.

(Baca juga: Realita Bekerja di Kapal Pesiar: Saat Beban Kerja Tidak Semanis Gajinya!)

Presiden Roosevelt berpikir, seandainya semula AS mau berbuat sesuatu, maka boleh jadi dapat mencegah timbulnya kekuatan anti-demokrasi di Spanyol.

Begitu pula di Perancis, orang mulai berpendapat bahwa kerawanan mereka sendiri terhadap kekuatan fasis pun semakin meningkat.

Pasalnya Perancis langsung berbatasan dengan Jerman dan Italia di timur, dan sekarang ditambah Spanyol di selatan.

Sedangkan di London, Churchill pun hanya tercenung mengingat sikap negaranya yang tak begitu peduli dengan apa yang terjadi di Spanyol.

Sebaliknya, perang saudara Spanyol memberi keuntungan bagi beberapa negara lain yang sengaja campur tangan membantu salah satu pihak, sesuai dengan kepentingan masing-masing.

Meraba situasi akhir 1930-an yang semakin memanas, Jerman, Italia, dan Soviet memanfaatkan perang saudara untuk pemanasan dan menguji-coba senjata maupun doktrin-doktrin perang baru yang mereka kembangkan.

Tak peduli siapa pun yang menjadi korbannya. Misalnya, dalam perang inilah untuk pertama kalinya bom bakar atau napalm digunakan.

Begtu pula Jerman lalu mengubah rancangan tank Mark I-nya, yang ternyata rentan terhadap meriam  37mm kendaraan lapis baja Soviet.

Selain itu tentu ada faktor ideologis dan kepentingan politik serta ekonomi yang menjadi latar belakang sikap masing-masing.

Moskwa misalnya, menerima imbalan berupa cadangan emas Spanyol yang kala itu bernilai 315 juta dolar.

Sementara Berlin memperoleh akses mempetroleh bijih besi dan magnesium dari Spanyol, yang amat penting buat produksi persenjataan Jerman dalam PD II.

(Baca juga: Dari Bertukar Istri Hingga Membunuh Anak, Inilah 10 Hal Mengerikan Dalam Kehidupan Seksual Orang Eskimo)