Penulis
Intisari-Online.com -Para pemuda di Gaza, Palestina, mungkin harus menjadi golongan pemuda paling menyedihkan di dunia.
Bagaimana tidak, semakin hari, mereka semakin sulit untuk menikah.
Dengan kondisi ekonomi yang diblokade oleh Israel, mereka sangat suli memperoleh pekerjaan yang layak, yang tentunya dengan gaji yang sangat layak pula.
Pada akhirnya, seperti kisah dua pemuda Gaza yang akan diceritakan berikut ini, tingkat pernikahan di Gaza semakin hari semakin berkurang.
Baca Juga: Idul Adha Berakhir Bentrokan, Ketika Kelompok Muslim Palestina dan Israel Berebut Tempat Ibadah
Hussein Qandeel, seorang pria Gaza berusia 39 tahun, memiliki mimpi sederhana,: mendapatkan pekerjaan yang layak dan menikah.
Namun, impian itu terbilang mewah bagi penduduk Gaza yang tengah menghadapi krisis sosial ekonomi akibat blokade yang dilakukan Israel.
Untuk bertahan hidup, para pemuda Palestina di Gaza harus berjuang keras dan mengesampingkan keinginan mereka untuk mencari pasangan.
Otoritas terkait menyebutkan, tingkat perkawinan di Gaza terus mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir.
Baca Juga: PPB: Jumlah Anak-anak Palestina yang Terbunuh oleh Pasukan Israel Capai 729 Anak
Qandeel telah lulus dari universitas di bidang pemasaran pada 15 tahun yang lalu.
Akan tetapi, hingga saat ini, ia belum mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan minat dan bidang studinya.
"Selama kuliah, saya dulu bekerja untuk membayar biaya kuliah saya sendiri. Setelah lulus, saya memulai perjalanan mencari pekerjaan yang membuatku frustasi, tetapi tidak pernah berhasil," kata Qandeel, dikutip dari MEE.
Seiring berjalannya waktu, harapan Qandeel untuk memiliki penghasilan tetap, apartemen, dan seorang pendamping hidup kian pupus.
"Ayah saya sudah tua dan sakit. Saya berjuang bersama saudara lelaki saya agar seluruh keluarga tetap bisa makan," kata dia.
Untuk memenuhi kebutuhan keluarganya itu, ia mengambil beberapa pekerjaan berbahaya di bidang konstruksi.
Akibat kerja keras yang berkepanjangan itu, Qandeel harus menjalani dua operasi. Ia pun tidak diperbolehkan lagi melakukan aktivitas fisik yang intens.
Kondisi tertsebut semakin membuatnya tenggelam dalam keputusasaan dan mengubur dalam-dalam impiannya tentang pernikahan.
Baca Juga: Disebut Bangun Rumah di Area Terlarang, Israel Robohkan Rumah-rumah Warga Palestina
Kisah Mahmoud
Sementara itu, Mahmoud al-Leli, seorang pemuda berusia 27 tahun, mengatakan, ia sangat mencintai gadis di lingkungan terdekatnya.
"Aku sangat mencintainya, dan aku sudah lama bermimpi bahwa kami akan bersama selamanya. Tapi sepertinya cita-citaku itu terlalu tinggi" kata Mahmoud.
Mahmoud tinggal bersama orang tua dan saudara-saudaranya. Mereka masih bergantung pada bantuan yang diberikan oleh The United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees (UNRWA).
Meski tak memiliki pendapatan yang cukup, Mahmoud meyakinkan ayahnya untuk menikahi gadis impiannya itu.
Ia dan keluarganya melakukan upaya terbaik untuk melamar gadis itu dengan mengajukan mahar sebesar 2.200 dollar AS dan menawarkan tempat tinggal di satu ruang di rumahnya hingga situasi di Gaza membaik.
"Awalnya, ayah gadis itu masih mempertimbangkan jumlah mahar itu. Tetapi ketika ia mengetahui bahwa ayah saya mendapatkan uang itu dari pinjaman, ia kemudian marah," kata Mahmoud.
Ayah gadis pujaannya itu pun menolak lamaran Mahmoud dan memupuskan impian kedua pemuda tersebut.
Angka pernikahan di Gaza turun
Qandeel dan Mahmoud menjadi representasi dari penurunan angka pernikahan di Gaza.
Kepala Dewan Pengadilan Tinggi Gaza, Sheikh Hassan al-Jojo mengatakan, jumlah pernikahan telah menurun setidaknya 10 persen setiap tahun.
"Pada 2018, pengadilan kami menerima 15.392 pengajuan pernikahan, sedangkan pada 2017 kami menerima 17.367. Di tahun 2016, kami menerima 19.248 pengajuan. Ini berarti bahwa setiap jumlah itu berkurang sebanyak 2.000," kata Hasan al-Jojo.
"Semakin banyak pemuda Palestina yang gagal mencapai impian mereka untuk menikah dan memiliki anakn. Kami sangat prihatin dengan penurunan angka ini," lanjut dia.
Ia mengaitkan angka penurunan ini dengan blokade Israel yang melumpuhkan Gaza sejak 2007.
Pada tahun 2012, PBB telah memberi peringatan bahwa Gaza akan menjadi kota layak huni pada 2020 mendatang.
Rata-rata mahar pernikahan di Gaza berkisar antara 5.000 hingga 7.000 dollar AS. Sementara biaya pesta pernikahan dapat melebihi 6.000 dollar AS.
Jumlah tersebut belum termasuk rumah yang diminta oleh calon pengantin. Biaya sewa apartemen di Gaza sendiri sekitar 300 dollar AS per bulan.
Dengan gaji bulanan rata-rata 174 dollar AS, 80 persen populasi warga Palestina di Gaza hidup di bawah garis kemiskinan.
Hassan al-Jojo meminta masyarakat internasional dan badan-badan resmi di Gaza untuk bertindak dengan memberikan kesempatan kerja nyata dan perumahan yang terjangkau kepada kaum muda Palestina.
(Ahmad Naufal Dzulfaroh)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Cerita Pemuda Palestina di Gaza yang Kesulitan untuk Menikah...".
Baca Juga: Penindasan Israel Makin Gencar Selama Ramadan, Warga Palestina Dihalangi untuk Sholat Tarawih