Find Us On Social Media :

Nyeleneh dan Tuai Kontroversi, Inilah Sosok Ali Sadikin yang Disebut Gubernur Maksiat Karena Legalkan Judi

By Muflika Nur Fuaddah, Minggu, 27 Oktober 2019 | 17:30 WIB

Ali Sadikin

Intisari-Online.com - Ali Sadikin adalah Gubernur DKI periode 1966-1977 yang menorehkan jasa menjadikan Jakarta sebagai ibu kota negara modern.

Berbagai proyek pembangunan yang digagasnya tak lepas dari kebijakan yang menuai kontroversi.

Salah satu kebijakan itu adalah menerapkan pajak judi.

Kebijakan ini bermula ketika Bang Ali, sapaan akrabnya, memikirkan perjudian liar di Jakarta.

Baca Juga: Sudah Berpacaran Selama 6 Bulan Namun Menolak Diajak Menikah, Pria Ini Disiram Cairan Asam oleh Sang Wanita

Kala itu, dia menanyakan aturan pajak judi kepada ahli hukum bernama Djumadjitin.

Dari Djumadjitin, Ali mengetahui bahwa pemerintah daerah memungkinkan untuk memungut pajak atas izin perjudian berdasarkan aturan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1957.

Ali pun merasa punya kekuatan untuk menerapkan kebijakan tersebut.

“Saya akan menertibkan perjudian itu. Dari judi, saya akan pungut pajak,” kata Ali dalam buku “Bang Ali: Demi Jakarta 1966-1977” karya Ramadhan KH.

Ali dan Djumadjitin pun berdiskusi untuk merealisasikan pajak judi.

Dari diskusi itu, Ali mengetahui, dua pemimpin Jakarta pendahulunya juga pernah memikirkan perjudian.

Wali Kota Sudiro (jabatan setingkat Gubernur) pernah berkeinginan mengadakan kasino di Pulau Edam, Teluk Jakarta, tapi partai-partai agama gigih menolaknya.

Gubernur Soemarno Sosroatmodjo juga pernah berencana mengadakan judi lotto, namun kala itu dia ragu.

Ali Sadikin kemudian berhasil menggolkannya.

Ia mengesahkan judi lotto sampai hwa-hwe.

 

Baca Juga: Ingat, Jangan Pernah Coba Panaskan Ulang 6 Jenis Makanan Umum Masyarakat Indonesia Ini, Ini Alasannya!

Ali mengakui, kebijakannya menerapkan pajak judi banyak ditentang.

Ia juga mengakui, judi itu haram dan tidak dibenarkan oleh agama apa pun.

“Tetapi, judi ini saya atur hanya untuk kalangan tertentu."

"Saya pikir, untuk apa mereka menghambur-hamburkan uang di Makau, lebih baik untuk pembangunan Jakarta saja,” ujarnya.

Ali menjelaskan, pajak judi digunakan untuk kepentingan rakyat Jakarta.

Dengan uang itu, kata Ali, Pemerintah DKI bisa membangun gedung-gedung sekolah dasar, perbaikan dan pemeliharaan jalan, pembangunan fasilitas perkotaan, dan lainnya.

Dalam berita Harian Kompas yang terbit pada 23 November 1967, penghasilan dari pajak lotto pada saat itu mencapai Rp600 juta dalam waktu satu tahun.

Angka itu melebihi sumber penghasilan lainnya.

Disebut gubernur judi dan maksiat

Orang-orang yang tidak menyukai kebijakan pajak judi menyebut Ali dengan julukan gubernur judi dan gubernur maksiat.

Istri Ali, Nani, ikut terkena getahnya sampai-sampai disebut sebagai “Madam Hwa-Hwe”.

“Orang yang tidak suka pada kebijaksanaan saya itu menyebut saya ‘Gubernur Judi’ atau malahan ‘Gubernur Maksiat’,” tutur Ali.

Ali menyadari hal itu sebagai risiko atas kebijakan yang ia terapkan.

 

Baca Juga: Dewi Kumari, Gadis yang Dinobatkan Jadi 'Dewi Hidup', Disembah Satu Negara dari Masyarakat Biasa hingga Presiden

Lotto untuk bangun sekolah

Ali pun menggunakan pajak judi untuk membangun sekolah.

Pendidikan yang tak memadai di Jakarta telah mengganggu pikiran Ali Sadikin sejak hari pertama ia diangkat sebagai gubernur.

Ia melihat anak-anak berkeliaran tak menentu.

Mereka berbondong-bondong ada di jalanan pada pagi hingga malam.

Mereka tak tertampung oleh sekolah yang ada.

Di dekat Hotel Indonesia, Ali melihat sekolah yang tak patut lagi.

Bagunannya tua dan kotor. Rupanya, satu bangunan itu dipakai oleh lima sekolah, digunakan sejak pagi hingga malam.

Tiap kelas digunakan oleh murid-murid melebihi batas semestinya.

Kondisi itu membuat Ali gusar. Ia ingin segera mengatasi masalah itu.

Caranya tentu dengan mendirikan gedung-gedung sekolah baru, di samping memperbaiki bangunan-bangunan yang rusak.

“Tolol kalau saya membiarkan anak-anak yang masih patut sekolah dibiarkan keluyuran.

Sebab itu saya mencari duit. Uang (pajak judi) Lotto Jaya yang dimulai sejak April 1967 sudah saya pakai untuk mengatasi soal pendidikan,” kata Ali.

Ia ingat, uang terkumpul saat itu Rp 2 juta, yang besar nilainya saat itu. Hingga akhirnya, Ali memakai uang itu untuk membangun lima gedung sekolah dasar.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sosok Ali Sadikin, Disebut Gubernur Maksiat karena Legalkan Judi"

Baca Juga: Anak Anda Panas Tinggi? Ini Cara Turunkan Panas Tinggi pada Anak dengan Cepat dan Tepat