Find Us On Social Media :

Ditunjuk Jadi Menteri Kesehatan, Dokter Terawan Punya Metode 'Cuci Otak' untuk Sembuhkan Stroke Tanpa Bekas

By Tatik Ariyani, Rabu, 23 Oktober 2019 | 10:30 WIB

Kepala RSPAD Gatot Soebroto Mayjen dr. Terawan Agus Putranto datang ke Istana

“Dan kebetulan metode ini bisa diaplikasikan pada pembuluh darah otak,” kata kolonel TNI-AD kelahiran Yogyakarta, 5 Agustus 1964, dokter lulusan Universitas Gadjah Mada kemudian mendalami radiologi di Universitas Airlangga, ini.

Sekalipun di negara maju prosedur sejenis endovascular surgery seperti DSA itu sudah banyak diterapkan, di dalam negeri belum semua kalangan medis menerima.

Menyembuhkan stroke hingga tanpa bekas – sejauh interval masa serangan dengan tindakan tak lebih dari empat jam (enam jam kalau pada pembuluh arteri) – masih dianggap sebagai keajaiban.

“Tapi ini kerja tim. Semua sudah diukur, dikalkulasi, didiskusikan, dibahas secara medis. Jadi ilmiah. Kalau ada keraguan juga dibicarakan,” kata dr. Terawan.

Baca Juga: Berusia 1.500 Tahun, Prasasti Israel Kuno Ini Memuat 'Kutukan Iblis' Saat Ilmu Hitam Sedang Gencarnya Menyebar

Banyak orang telah tertolong. Tidak hanya dalam fase rehabilitasi pasca-stroke, tapi juga untuk prevention atau pencegahan.

Ia kadang heran dengan perilaku konsumen kesehatan di negeri ini. “Sesuatu yang murni medis-ilmiah masih diragukan, sementara Mak Erot punya banyak pasien dan Ponari didatangi orang tanpa berusaha mengkritisi,” katanya sambil tersenyum.

Tim dr. Terawan berniat mengembangkan sebuah pusat penanganan penyakit yang berhubungan dengan otak (Cerebrovascular Center).

Target mereka adalah menekan serendah mungkin angka prevalensi stroke di Tanah Air. Tentu semua itu bukannya tanpa kendala.

Baca Juga: Satu Setengah Abad 'Menghilang,' Ibis Sendok Raja Kembali Terlihat di Sulawesi, Fotografer: 'Ini Seperti Makhluk Purba'

Kesamaan cara pandang dan pemikiran di kalangan dokter tidak mudah. Belum lagi upaya itu melibatkan alat dan teknologi yang mahal harganya.

“Ya tidak apa-apa, semuanya ini ‘kan demi rakyat. Sesuatu yang mahal dan terkesan mewah menjadi tidak terasa ketika kita merasakan manfaatnya bagi rakyat.”

(Ditulis oleh: Mayong S. Laksono. Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Januari 2013)